Share

KEPONAKAN PAK KADES YANG MEMESONA

Pak Kades mengaku hanya dua teman Nik saja yang datang ke toko untuk bekerja. Hal itu dibenarkan oleh kedua teman putrinya. Padahal mereka berangkat bertiga ke kota. Lebih mengherankan lagi, kedua teman Nikita sekarang sukses bekerja di luar negeri karena jasa Pak Kades.

Tunggu saatnya, semua belangmu akan terungkap, batin Pak Atmo sembari meremas jemari.

“Bapak lapor di mana, Pak?” tanya Bu Silvia ikut prihatin dengan kejadian yang menimpa Nikita, anak buah kesayangannya.

“Polisi sini, Bu.”

“Kita lapor ke polisi kota. Nikita hilang di sana soalnya,” ucap Bu Silvia yang seketika membuat Pak Kades terlihat panik.

“Eh, gak perlu, Bu. Polisi sini aja, bisa nangani. Mereka bisa saling telepon. zaman canggih, Bu,” sahut Pak Kades cepat.

Pak Atmo hanya memperhatikan saja tingkah Pak Kades. Tiba-tiba dari arah jalan, tampak dua orang warga berlari ke arah rumah Pak Kades.

“Pak Kades, toloooong! A-Ada mayat ... tinggal tulang!” teriak salah satu warga.

Kedua pria tersebut tampak terengah-engah dengan keringat bercucuran membasahi tubuh mereka yang bertelanjang dada. Ketiga orang yang ada di ruang tamu seketika bangkit dan menghampiri keduanya. Mereka terkejut mendengar kabar yang dibawa kedua pria barusan, kecuali Pak Atmo tentu saja.

“Ambil napas lalu bicara pelan-pelan,” saran Pak Kades kepada dua warganya yang ngos-ngosan dengan tampang pucat pasi.

Setelah beberapa saat, salah seorang membuka mulut, meski dengan tergagap-tergagap.

“Anu ... Pak. Ehm, a-ada m-mayat ting-tinggal tulang.”

Omongan pria bertopi lusuh ini disetujui sang teman dengan anggukan. Bu Silvia yang sedari tadi ikut menyimak pembicaraan Pak Kades dengan kedua warga, seketika mulutnya ternganga. Wanita berpakaian khas sosialita ini merasa ada beberapa kejanggalan yang terjadi di desa ini.

“Itu mayat udah lama tentunya. Dagingnya udah membusuk dan baru diketahui,” sahut wanita cantik berambut pirang tersebut.

“Mayat baru, Bu. Darah yang ada di tulang masih terlihat merah terang dan belum ada bau busuk maupun belatung,” jawab pria yang sempat mengangguk tadi.

“Ada di mana mayat itu?” tanya Pak Kades yang semakin penasaran.

“Ada dalam gudang tua Bukit Bajul, Pak,” jawab keduanya serentak dengan ekspresi masih menyisakan rasa ngeri.

“Eh, anu, Pak. Tadi kami dikejutkan suara burung gagak rame dalam gudang. Begitu kami tengok lewat jendela, burung-burung tersebut langsung terbang. Mereka berebut daging mayat yang tergantung,” ucap pria berkulit hitam legam bertopi lusuh.

Akhirnya, mereka beramai-ramai menuju Bukit Bajul dengan dipandu oleh dua orang pencari rumput. Pak Atmo Sukiman berjalan paling belakang bersama Bu Silvia dengan tatapan mata curiga Pak Kades. Setelah menempuh perjalanan lima belas menit, mereka sampai di sebuah gudang tua.

Dari luar sudah tercium bau anyir darah. Tampak beberapa burung gagak keluar dari gudang dengan paruh menjepit daging berlumur darah. Berenam masuk gudang dan kini di hadapan mereka tergantung sesosok tubuh tinggal tulang belulang dengan posisi terbalik. Tengkorak kepala hanya menyisakan kedua mata yang melotot.

Pak Kades mendekat ke arah mayat tergantung. Tepat di bawah tulang belulang tersebut terdapat dompet dengan beberapa isinya yang berserakan di ubin bercampur darah dan serpihan daging tercecer. Pak Kades segera memungut dompet dan isinya.

“Ini punya Pak AKBP Siswo Laksono. Berarti mayat ... innalillahiwa'inalillaihi raji'un,” ucap pria flamboyan ini sembari beranjak ikut bergabung dengan yang lain.

“Pak Siswo yang sering Bapak ajak ke garmen saya?” tanya Bu Silvia masih dengan menutup hidung lalu wanita ini berjalan keluar dari gudang karena tak tahan dengan bau mayat.

“Kita lapor polisi sekarang, Pak?” tanya Pak Atmo sembari mengamati mimik wajah Pak Kades yang sedang berpikir serius.

Apakah kamu mulai keder, Bajingan? Tanya Pak Atmo dalam hati.

Beberapa saat Pak Kades mengamati dompet dan isinya di telapak tangan lalu membuka dompet dan meneliti dalamnya. Pak Atmo tersenyum sinis karena ia telah menyimpan isi dompet yang dicari pimpinan desanya.

“Pak Atmo lapor polisi sekarang. Saya mau memberitahu keluarga almarhum,”jelas Pak Kades sembari mengajak keluar keempat warganya.

“Saya pergi sekarang, Pak,” jawab Pak Atmo sembari melangkah pergi.

“Saya antar pake mobil, Pak,” cetus Bu Silvia yang lalu mengikuti langkah Pak Atmo.

Kepergian mereka diiringi tatapan sinis Pak Kades. Kemudian ia mengajak mengobrol Pak Tikno dan dua pria pencari rumput.

Sementara itu, di tempat lain yang berjarak berpuluh-puluh kilometer dari desa Pak Atmo, terdapat dua wanita sedang berbincang akrab sambil berjalan di halaman sebuah rumah mewah.

“Wah, beruntung sekali kamu Rasmy. Pak Kades memang orang dermawan. Jangankan kepada sodara kayak kamu, dengan orang lain pun suka menolong,” kata Tasya dengan seorang wanita yang baru dikenalnya lewat w******p.

“Niatnya sekadar magang kerja aja untuk tugas sekolah. Gak taunya langsung diangkat jadi pegawai tetap. Kami sodara jauh dan udah lama gak ketemu. Senang sekali bisa berkenalan denganmu,” ucap Rasmy sembari membetulkan ujung rok panjangnya yang tersangkut kursi taman.

“Nanti kalo bekerja gak boleh pake rok panjang. Harus dandan cantik dan pake rok seksi,” jelas Tasya yang kemudian mengajak Rasmy masuk rumah mewah.

Mereka memasuki sebuah ruangan luas mirip aula, terdapat tiga set meja kursi tamu dengan gaya klasik menambah kesan mewah dan elegan yang mendukung desain ruangan. Rasmy terkagum-kagum dengan ruangan dan segala furniture di dalamnya. Wanita cantik nan lugu ini melihat semuanya seakan-akan memasuki sebuah ruangan istana dalam buku dongeng.

“Ayo duduk sini! Aku jelaskan semua tentang pekerjaan kamu nanti. Oh ya, kalo kamu beruntung akan dapat pelanggan tajir dan bisa diajak keliling dunia. Udah diajak jalan-jalan dapat duit banyak. Enak banget, kan? Apalagi dengan wajah dan bodi kamu yang aduhai, tinggal poles dikit auto klepek-klepek para pelanggan. Aku yakin kamu bisa jadi primadona baru, setelah Nik yang bloon,” ucap Tasya sembari mengeluarkan rokok filter dari dalam tas lalu mengambil satu batang dan dihidupkan, lalu mengisapnya dalam-dalam.

“Katanya kerja di toko kok diajak jalan-jalan pelanggan tajir? Nik itu siapa?” tanya Rasmy dengan tatapan mata menyelidik.

Tasya seketika terkejut dengan pertanyaan Rasmy dan dia baru sadar telah keceplosan ngomong barusan. Ia segera mematikan rokok lalu menaruhnya di asbak.

“Oh, itu. Pelanggan toko adalah para pengusaha. Mereka akan royal kepada pegawai yang rajin dan ramah dalam melayani mereka. Maka dari itu kamu harus berdandan cantik dan seksi agar para pengusaha tersebut betah di toko kita. Soal Nik, gak usah dipikir. Dia pegawai tak tau diri. Jadi primadona malah minggat dengan salah satu pelanggan dan kami tak tau di mana dia sekarang,” jawab Tasya dengan nada sinis.

Dari nada bicara Tasya, tampak sekali ada rasa iri dengan wanita bernama Nik barusan. Rasmy tak peduli apa pun yang dikatakan Tasya. Misi dia kali ini harus berhasil.

“Oh, ya. Aku dapat titipan dari Om, cokelat asli dari Belgia. Kata Om, ini kesukaan kamu,” ucap Rasmy seraya mengeluarkan bungkusan bermotif bunga lalu menyodorkan kepada wanita di depannya.

“Wah, bos paling perhatian soal begini. Semakin sayang jadinya,” sahut Tasya saat menerima bungkusan dan segera membukanya.

Tampak tiga batang cokelat berbungkus merk terkenal dari Belgia. Wanita berambut sebahu memakai tank top dipadu padan hotpants ini bergegas membuka bungkus salah satunya lalu memakannya.

“Enak banget! Ini buat kamu,” cetus Tasya sembari memberikan satu bungkus kepada Rasmy.

“Makasih. Aku gak suka cokelat.”

Oleh karena Rasmy tak mau, Tasya meletakkan cokelat di meja kembali. Wanita muda ini dengan girang segera menghubungi Pak Kades.

“Halo, Cantik. Ada apa?”

“Makasih, Sayang. Telah menitipkan cokelat kesukaan aku ke keponakan kamu,” jawab Tasya dengan nada manja.

“Keponakan? Aku gak titip apa-apa,” balas Pak Kades dengan nada keheranan.

Di saat bersamaan tubuh Tasya telah terkulai lemas di kursi sofa dengan ponsel terjatuh di lantai.

“Sayang? Siapa dia?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status