Pak Atmo kini mulai membersihkan sisa ritual dan menutup kembali lubang di gundukan tanah. Ia beranjak ke kotak penyimpanan barang ritual. Jubah dilepas lalu menyimpannya dalam kotak bersama alat-alat ritual.
Sesajen sengaja ia tinggalkan di atas gundukan agar jadi makanan hewan liar. Atmo Sukiman kini merapikan baju dan celana serta kembali memakai topi caping. Ia telah siap kembali bertugas sebagai penggali kubur tempat pemakaman umum. Senyum semringah mengiringi setiap langkahnya menuju tempat kerja dengan melewati gudang tua.“Ah, rupanya gagak-gagak Sang Ratu tengah berpesta. Tubuh perwira ini sangat berisi, mereka pasti puas menyantap dagingnya,”ujarnya sembari melihat puluhan burung pemakan bangkai tersebut beterbangan lewat genting yang pecah serta pintu dan jendela yang sengaja ia buka lebar.“Nduk, kalo udah dapat mangsa. Ketuk pintu kamar Bapak,”ucap Atmo Sukiman saat semilir angin dingin beraroma bunga melati lewat di sampingnya.Atmo Sukiman—sang penggali kubur—kepercayaan Pak Kades siap beraksi mencari pelaku pemerkosa dan pembunuh anak gadisnya. Pria setengah umur ini harus menyamar untuk memuluskan aksinya. Kini ia kembali tampil bersahaja seperti biasa.Saat langkah kaki sampai di gerbang desa, terdengar namanya dipanggil seseorang.“Pak Atmo, tunggu!”Pria bercaping ini segera menghentikan langkah lalu menoleh. Beberapa meter di belakang tampak seorang pria berlari menghampirinya. Setelah mereka berdiri berhadapan, pria tersebut dengan napas tersengal-sengal dengan keringat bercucuran tersenyum.“Akhirnya ketemu. Sedari tadi aku cariin, Pak. Disuruh sama Pak Kades gali liang lahat entar malam,”ucap pria tersebut yang tak lain teman seprofesi dengannya.“Dari sore aku ke hutan. Biasa, cari kayu bakar. Pesanan tengah malam?”“Iya, seperti biasa. Upahnya gede. Tapi ini khusus dikubur di kebun Pak Kades,” jawab sang teman yang seketika membuat Pak Atmo curiga.“Entar kasus kayak anakku. Pembunuhan tapi gak bisa diusut. Aku males. Kamu ajak teman lain aja.”“Pak Atmo ini gimana? Pak Kades suruh dengan sampean.”“Lama-lama ngeri ikut kerja Pak Kades, Pak.”“Sama. Aku juga. Tapi mau kerja apalagi yang dapat upah gede? Repot kalo kita gak kerja sama dia, urus segala surat dipersulit.”“Bener juga. Aku jadi curiga Pak Kades punya bisnis gak bener.”“Gak bener gimana? Pak Atmo jangan mikir aneh-aneh. Pak Kades orang dermawan dan bisa dipercaya.”“Bisa jadi cuma kedok. Pak Tikno masih ingat soal anakku? Sampe hari ini belum pulang. Padahal Pak Kades sendiri yang bilang kasih kerja. Nik pamit ke aku kerja di toko Pak Kades. Begitu gak ada kabar, aku tanya, Pak Kades bilang Nik gak ke tokonya. Asal punya uang, aku mau ke kota lagi cari Nik.”“Sabar, Pak. Saya ikut prihatin dan cuma bisa bantu doa.”“Iya, Pak. Gak papa. Orang kecil kayak kita bisa apa.”Tak terasa perjalanan keduanya telah sampai rumah Pak Kades. Sebuah hunian termegah di kampung mereka. Tampak terparkir dua buah mobil mewah di halaman rumah berteduh pohon mangga tersebut. Sebuah mobil Range Rover Sport, yang sudah pasti milik Pak Kades dan satu mobil Ferrari California ada di samping, mungkin milik tamu beliau.Pak Atmo Sukiman dan Pak Tikno melangkah ke arah teras rumah Pak Kades. Mereka melihat pemilik rumah sedang berbincang serius dengan seorang wanita berdandan ala sosialita.Kedua pria lalu duduk di kursi teras sembari melihat warga yang berlalu lalang. Kebetulan rumah bergaya tradisional Jawa ini terletak persis di pinggir jalan raya. Samar-samar pendengaran Pak Atmo menangkap pembicaraan orang di dalam.Sejak menjadi pengikut Nyi Dhiwot—Penguasa Alas Telaga—ia mempunyai ketajaman panca indra di atas rata-rata manusia normal. Dengan kelebihannya ini pula, dirinya bisa menuntut balas bersama sang putri.“Saya datang dari Singapore ini. Kaget bukan main. Kenapa baru sekarang dikasih tau. Nik ke mana, Pak?” tanya wanita sosialita ini.“Saya gak tau, Bu. Kami juga sedang mencari keberadaannya. Udah lapor polisi juga.Belum ada kabar,” jawab Pak Kades.“Saya mesti gimana ngomong ke Mr. Abraham, Pak.”“Sst, Bu! Jangan keras-keras! Masalah sensitif di sini,” tegas Pak Kades sembari melihat ke arah luar dan seketika kaget saat matanya melihat keberadaan Pak Atmo di teras.“Bu, tau itu bapak bercaping? Itu bapaknya Nikita,” ucap Pak Kades lirih sembari mengarahkan jari telunjuk ke arah Pak Atmo.Wanita bermini dress berblazer segera mengarahkan pandangan ke tempat yang ditunjuk oleh Pak Kades. Kedua mata berbulu mata palsunya berbinar-binar lalu bersiap bangkit.“Pak, saya perlu ngobrol dengan bapaknya Nikita.”“Sebentar saya panggilkan orangnya ke sini, Bu.”Pak Kades berdiri lalu beranjak menuju teras. Pria dengan kumis tebal melintang ini mendekat ke arah Pak Atmo.“Pak Atmo tolong ke dalam! Itu Bu Silvia, bosnya Nik mau bicara,” kata Pak Kades kepada pria bercaping.Pria berumur separuh abad lebih ini, sempat termenung sesaat. Namun, otak kecilnya mulai berpikir untuk mencari tahu lebih banyak tentang bisnis gelap Pak Kades. Ia pun mengangguk lalu segera mengikuti langkah Pak Kades masuk ke ruang tamu.Begitu kedua pria masuk, Bu Silvia bangkit dari kursi. Kini, di hadapan Pak Atmo telah berdiri wanita cantik berpenampilan layaknya artis. Bibirnya dipoles warna merah maron menyunggingkan senyum dengan bulu mata bermaskara mengamati sekujur tubuh sang pria tua lalu mengulurkan tangan.“Hallo, Pak. Apa kabar? Saya Silvia, bosnya Nik. Saya ingin ngobrol dengan Bapak.”“Selamat siang, Bu. Saya, Atmo Sukiman. Gak baik juga. Anak saya belum ketemu,”jawab Pak Atmo ikut duduk bersama wanita cantik dan Pak Kades.“Maaf, Nikita gak pernah pulang, Pak?”tanya wanita cantik sembari menatap pria separo abad ini.“Hampir dua taon ini gak pulang dan tak ada kabar, Bu.”“Udah dicari ke sodara dan teman-temannya?”“Sudah, Bu. Lapor polisi juga, tapi gak ada kelanjutannya.”“Kok bisa?” tanya Bu Silvia keheranan.“Kata polisi, anak saya kawin lari,” ucap Pak Atmo sembari mengusap tetesan buliran bening dengan ujung lengan kaus.“Pak Atmo tau nama polisinya? Sembrono! Aku tau benar, Nikita ini gadis lugu dan belum punya pacar,” sahut Pak Kades sedikit emosi.“Pak Jenderal. Yang sering bawa mobil warna putih, Pak,”jawab Pak Atmo sembari memainkan caping.“Ha ha ha ... itu AKBP bukan jenderal, Pak. Biar saya ngobrol dengan beliau nanti,” ucap Pak Kades dengan sikap sedikit aneh.Pak Atmo seketika menyebik menatap tajam ke arah pria pimpinan warga yang baru menjabat tiga tahun di desanya. Pria beristri yang berulang kali mengajak nikah siri sang putri, tetapi tak dihiraukan.Pria ini pula yang menawari kerja Nikita dan dua temannya kerja di tokonya yang berada di kota. Menurut pria di hadapannya ini hanya dua teman Nik saja yang datang ke toko untuk bekerja.Hal itu dibenarkan oleh kedua teman putrinya. Padahal mereka berangkat bertiga ke kota. Lebih mengherankan, kedua teman Nikita sekarang sukses bekerja di luar negeri karena jasa Pak Kades.'Tunggu saatnya, semua belangmu akan terungkap,' batin Pak Atmo sembari meremas jemari.Aku tahu, ini pasti jebakan dari Pak Atmo dan Nyi Dhiwot, batin Faisal.Samar-samar terdengar suara Kiai Masruhat di telinga Faisal. "Fokus pada niat dan jangan lepas dengan zikir serta doa!""Baik, Kiai,"ucap Faisal dengan suara lirih."Mas Eko ...!" Simbah memanggil dari balik pintu kamar."Iya, Mbah," jawab Eko yang gegas bangkit dari tempat tidur.Seperti ada yang mengendalikan tubuhnya. Faisal ikut duduk dan mengamati perilaku sahabatnya. Eko menghampiri Simbah. Wanita itu berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Dia mengelus rambut Eko lalu menyentuh pipi kanannya."Maukah kamu menjadi suamiku?"Eko pun mengangguk dengan ekspresi wajah datar. Pria ini digandeng tangannya oleh Simbah menuju kamar yang berada paling belakang. Faisal buru-buru mengikuti mereka. Ketika sampai depan pintu, bau anyir darah dan busuk bangkai menyapa indra penciuman Faisal.Pria ini mengambil sajadah dari dalam tas ransel lalu memulai salat sunah. Dia memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk m
"Itu buat kamu. Pengantin baru harus minum jamu kuat, biar gak gampang K.O,"balas Eko tidak mau kalah."Nanti Simbah bikinkan untuk kalian. Yang belum nikah, gak perlu khawatir. Simbah bikinkan ramuan agar lekas laku,"ucap Simbah dengan tawa terkekeh-kekeh."Memang ada ramuan kayak gitu, Mbah?"tanya Eko yang jadi penasaran."Ada. Nanti Simbah pijat di titik-titik tertentu agar sumbatannya ilang."Kedua pria ini telah terpengaruh oleh ilmu sihir Simbah. Namun, baik Faisal maupun Eko masih kuat iman dan tidak begitu terpengaruh."Kami selesaikan kerjaan dulu. Setelah itu akan ke rumah Simbah buat minta ramuan,"ucap Faisal kepada wanita tua."Ya, gak apa. Selesai urusan kalian! Setelah itu datang ke rumah Simbah." Tampak ada guratan kekecewaan terukir pada wajah wanita tua. Namun dia memilih untuk bersabar dan tidak mau memaksakan kehendak.Aku harus dapatkan Eko untuk jadi pasangan abadi Nikita, batin Simbah dengan senyum penuh arti."Kebetulan saya orang asli sini. Simbah tinggal di ma
"Biar saya bantu, Mas,"ucap Pak Rasyid yang segera menyulut ujung tali berbahan pelepah pisang dengan korek api. Percikan api membakar ujung tali hingga habis tidak tersisa. Ajaib! Pelepah palem pembungkus tidak tersentuh lidah api sama sekali."Masyaallah! Hanya talinya yang terbakar,"ucap Faisal yang telah mulai membuka pembungkus dibantu oleh Pak Rasyid."Kita baca Al-Fatihah lanjut Ayat Kursi,"saran Kiai Masruhat yang berdiri sambil mengelus-elus pelepah palem pembungkus. "Lahaula wala quata Illa billah!"Pembungkus tersebut bergerak-gerak. Isinya seperti gerakan sesemakhluk yang ingin membuka paksa dari dalam. Faisal memegang cetakan yang terbentang di permukaan luar."Seperti telapak tangan manusia,"ucap Faisal sambil terus melepaskan satu per satu pelepah palem."Memang benar. Isinya yang sedang kita cari,"sahut Kiai Masruhat dengan tersenyum lebar, hingga tampak jelas kerutan yang menumpuk pada sudut bibir sepuhnya."Masyaallah! Apa itu, Kiai?"tanya Faisal yang semakin penasar
Faisal cekatan mengarahkan mobil untuk mendapatkan tempat parkir yang aman. Kebetulan samping rumah Faisal adalah jalan tembus warga desa menuju Bukit Bajul. Jadi banyak Faisal mengarahkan mobil parkir ke arah depan rumah."Ini gubug saya. Mari kita istirahat sebentar sambil minum kopi,"ucap Faisal saat para penumpang mobil telah turun."Kita ngopi setelah selesai tugas, Mas. Sekarang kita langsung menyusul Mas Eko saja. Kasian sendirian,"balas Kiai Masruhat yang langsung direspon anggukan kepala oleh Pak Rasyid.Akhirnya mereka beranjak menuju Bukit Bajul. Beruntung anak tangga menuju bukit telah terpasang lampu penerangan berjarak setiap meter. Jadi mereka lebih nyaman dalam menapaki jalan menanjak. Hawa sedingin es menerpa tubuh mereka. Anging dari puncak bukit menyambut kedatangan keempat pria.Berisik dahan dan rantjng pohon cemara bergesekan ditiup angin. Suara binatang malam bersahutan memecah hening malam. Mereka tidak melihat penampakannya sosok Eko di puncak tangga. Padahal
"Di kampung saya. Menurut rencana setelah ini, Dek Salimah akan saya ajak pulang ke rumah saya. Akan saya ajari sebagai petani dan peternak, Pak, Kiai.""Masyaallah! Semoga membawa berkah, Mas,"timpal Kiai Masruhat.Tak berapa lama, Pras dan Esti datang. Mereka membawa pesanan pengantin baru. Tentu saja, mereka kaget dengan keadaan dalam ruangan yang porak-poranda. Namun dalam penglihatan ketiga pria ada perbedaan yang terjadi dalam diri pasangan suami istri ini.Keduanya tanpa ucap salam, langsung berdiri di tengah. Mata pasangan suami istri ini memerah. Kiai Masruhat langsung memberi isyarat kepada yang lain dengan memilih tasbih. "Kalian akan tahu akibatnya jika gak serahkan Nikita!"teriak Pras dengan kedua mata melotot. Sementara itu, Esti akan mendekat ke arah Salimah dan buru-buru dihadang oleh Faisal."Minggir, kau!" Teriakan Esti mirip suara pria tua. Ketiga pria langsung paham dengan yang mereka hadapi. Pasangan suami istri ini telah dirasuki Pak Atmo dan pengikut Nyi Dhiwo
Faisal buru-buru memeluk tubuh Salimah lalu berbisik,"Ada yang mencoba mengganggu kita. Dia menyamar sebagai Nikita. Ikuti doa yang Mas ucapkan!".Faisal pun melafalkan Ayat Kursi yang segera diikuti oleh Salimah. Tak berapa lama, muncul penampakan wujud Nikita meski secara samar-samar. "Dia bukan Nikita, Dek. Tetap waspada!" Faisal memegang tangan Salimah dengan erat. Pria ini berzikir dalam hati."Lepaskan aku! Entar aku bantu pulihkan Salimah,"ucap bayangan Nikita tersebut."Kenapa dengan aku?"tanya Salimah dengan ekspresi bingung. Dia merasa sudah sehat dan tidak ada yang aneh dalam dirinya.Faisal mengecup pipi Salimah lalu berbisik,"Dia sengaja menjebaknya kita. Abaikan!""Salimah, roh kamu telah diikat janji oleh Nyi Dhiwot. Janin dalam perutmu adalah untuk persembahan. Dia akan tetap berdiam di rahim, sampai saatnya tiba. Separuh nyawamu untuk dia. Kamu akan jadi budak Nyi Dhiwot karena itu. Kamu gak bisa menolaknya. Aku bisa bebaskan kamu dari ikatan itu. Mau?"Bayangan Niki