Share

10. Kunjungan Salsa

Mendengar kabar bahwa Satria tengah dirawat di rumah sakit membuat Salsa menjadi iba dan ia pun berencana akan mengunjungi Satria sebelum pergi ia butiknya. 

Sejak pagi Salsa sudah repot di dapur membuat makanan yang akan dibawa ke rumah sakit. Melihat sang putri tengah asik di depan kompor, membuat Juwi yang baru saja keluar dari kamar, turut tersenyum senang.

"Masak apa sih anak, Bunda?" tanya Juwi menghampiri Salsa. 

"Masak aer," jawab Salsa pendek.

"Buat apa? Buat mandi?" Juwi melihat panci kecil yang tengah berada di atas kompor dalam keadaan mendidih.

"Bukan, Bun, bikin mi rebus. Teman Salsa sakit, jadi Salsa mau bawain makanan." Juwi mengangguk paham.

"Orang sakit gak boleh makan mi instan, Sa, nanti tambah sakit loh. Kenapa gak bawain roti aja?"

"Mi rebusnya untuk Salsa sarapan. Habis sarapan baru Salsa siap-siap jenguk dan beliin roti atau buah di jalan," jawab Salsa sambil menyeringai. Juwi merasa anak sulungnya terlalu cerdas dalam mengolah kata, sehingga otaknya yang hampir tumpul ini tidak bisa menyerap dengan baik ucapan Salsa.

"Untuk Bunda dan Papa sama adik-adik, udah bibik buatkan kwetiau goreng. Tuh, ada di atas meja. Salsa makan ini aja, lebih seger." Salsa menaruh mangkuk yang masih mengeluarkan uap mengepul karena baru saja dituang dari panci.

Wanita itu makan dengan lahap ditemani kerupuk putih hingga habis dua keping besar. Juwi memandang Salsa yang makannya sembarangan dengan mulut belepotan kuah mi.

"Sa, perempuan itu makannya yang anggun. Lelaki nanti ilfil loh kalau kamu makannya gitu," tegur Juwi pada putrinya. Namun Salsa hanya menanggapi dengan memberikan jempolnya. Juwi hanya bisa menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala. 

"Ngomong-ngomong, teman kamu yang sakit siapa? Laki-laki atau perempuan? Sakit apa?"

"Lelaki, Bun. Sakit bengek!" 

"Oh, TBC? Kalau TBC kamu gak boleh jenguk deh, nanti malah ketularan lagi," ujar Juwi dengan raut wajah cemas. Salsa tertawa, lalu dengan cepat menyeruput kuah mi rebus rasa kare hingga mangkuknya bersih. 

"Sesek napas bukan berarti TBC, Bunda. Ya udah, Salsa mau mandi, langsung ke rumah sakit, setelah itu Salsa baru ke butik." Salsa bangun dari duduknya, lalu berjalan cepat masuk ke dalam kamar.

Membaca pesan dari Salsa yang mengatakan bahwa ia akan menjenguk Satria di rumah sakit membuat lelaki itu menjadi lebih bersemangat. Walau masih menggunakan selang oksigen yang menempel di lubang hidung, tetapi Satria meminta bantuan ibunya untuk mandi dan berganti pakaian. 

"Diseka aja ya, Sat, soalnya kalau mandi repot. Mana bawa-bawa selang," bujuk Bu Maesaroh pada putranya.

"Bu, kalau diseka jadinya diusap-usap. Malu ah, diusap-usap sama perawat. Nanti Bang Kuat bangun," bisik Satria sambil menahan tawa. 

"Kalau dimandiin hanya diguyur aja, gak pakai diusap, jadi aman," kata Satria lagi membujuk ibunya. 

"Ya udah, nanti Ibu bilangin perawatnya, kalau lu jangan diusap pakai tangan, tapi pakai gergaji aja. Biar tambah bersih," timpal Bu Mae sambil mencebik. Satria pun ikut tergelak dan akhirnya menyerah. Ia hanya mencuci muka dan diganti pakaiannya termasuk pakaian dalamnya.

"Bu, saya mau pakai sempak ungu aja," kata Satria dengan leher memanjang melihat ke arah kopernya. 

"Sat, temen lu ke sini mau nengokin lu sakit, bukan mau ngecek lu pakai sempak warna apa? Lama-lama gue suruh dokter suntik mati aja deh! Ribet gue ngurusin elu! Udah tua bukannya nikah, cari istri yang benar! Udah, pake aja warna kuning ini. Gak ada lagi." Dengan misuh-misuh Bu Mae mengangkat sarung yang dipakai Satria untuk mengganti celana dalamnya. 

"Tutup mata, Bu!" Seru Satria membuat Bu Mae mendecih sebal. Sempak belum ditarik hingga ke atas, baru sampai paha Satria saja, ketika terdengar suara ketukan di pintu. 

"Masuk," seru Bu Mae sambil menyambut tamunya yang tidak lain adalah Salsa.

"Bu ... ini tarik dulu! Aduh! Bu! Ini sempak tolong di tarik, tangan Satria susah!" pekik Satria setengah berbisik. Namun Bu Mae melenggang seolah tidak mendengar panggilan Satria. Sempak baru setengah perjalanan sampai paha. Satria.

"Mari masuk, Neng. Ya Allah, cantiknya! Ayo, sini duduk dulu di situ ya. Ibu mau bantuin Satria make sempak. Susah katanya." Salsa tersenyum kaku, lalu menutup separuh wajahnya agar tidak melihat ke arah Satria yang tirainya tidak tertutup. Wanita itu duduk perlahan dengan ragu-ragu menaruh oleh-oleh yang ia bawa ke atas meja. 

"Ck, sempaknya kekecilan apa ya? Tunggu deh, Ibu cari warna lain. Biru mau gak?" 

"Apa aja, Bu, cepat! Ada Salsa loh itu!" Satria sudah sangat gemas dengan kelakuan ibunya. Salsa pura-pura tidak mendengar, tepatnya ia tidak mau mendengar karena ia adalah gadis yang teramat polos dan tidak paham perihal dunia persempakan.

"Putih ada, Sat. Gak papa warna putih, nanti kelunturan gak?"

"Bu, warna apa aja cepet! Ini nanti masuk angin dianggurin gini!" pekik Satria dengan kesal. 

"Kenapa dibawain Bu Mimi sempak kecil semua sih? Ya udah, lu tunggu di sini deh, Ibu ke mall depan beli sempak."

"Bu, kelamaan! Udah gak usah pakai sempak deh!" Satria menahan tangan ibunya yang hendak berlalu pergi meninggalkannya berdua saja dengan Salsa.

Akhirnya sarung Satria dipakai dengan rapi dan Bu Mae pamit sebentar untuk membeli obat penurun darah tinggi di apotek rumah sakit.

"Titip Satria dulu ya, Neng. Ibu ke bawah sebentar," ujar Bu Mae pada Salsa. WanitA itu pun mengangguk, lalu tersenyum. 

"Jangan diangkat sarung anak saya ya, ngeri pokoknya mah," ujar Bu Mae dengan melirik sengit ke arah Satria. Salsa tertawa sumbang, lalu menatap kepergian Bu Mae dengan napas lega. 

"Apa kabar, Bang?" tanya Salsa setelah mendekat pada brangkar Satria, lalu duduk di bangku yang ada di dekatnya.

"Begini deh, masih nyesek dikit, tapi mudah-mudahan nanti sore udah gak pake oksigen," jawab Satria sambil tersenyum. Ekor matanya mencuri pandang pada sosok Salsa yang jika dilihat dengan seksama, sangatlah cantik dan manis.

"Syukurlah," jawab Salsa sambil tersenyum kembali. 

"Makasih udah jenguk saya kemari ya, Sa. Emang Salsa gak punya pacar?"

"Gak punya, Bang." Salsa menggeleng.

"Kenapa?" 

"Ya, belum ketemu jodohnya kali, Bang. Salsa mah gak cari pacar sih, umur udah dua puluh empat tahun gini. Salsa nyarinya suami yang Soleh yang lucu, yang gemesin, yang kuat, berstamina, dan baik hati."

"Saya saja kalau begitu," sela Satria sambil menunduk malu-malu. Walau diantara semua syarat Salsa, dia hanya lolos satu poin, yaitu berstamina, tetapi tidak ada salahnya mencoba. 

"Salsa mau jadi istri saya?" 

Bersambung-

Gaskeun, BaaangSaaattt!

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Mom L_Dza
eh BangSat udah mau sama Salsa.. kmren aja illfill
goodnovel comment avatar
Muhammad Zaki
bangke ngakak bacanya wkwk
goodnovel comment avatar
Rendy Bragi
ahhahaah....njjiirrr terharu gue sma novel satu ini...sampe pengin lempar kursi ke penulisnya...wkkwkekw
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status