Petaka kehebohan Miyabi yang diciptakan oleh Satria, ternyata tidak hanya berlangsung di lingkungan rumah. Ketika pria itu sampai di bengkelnya, ia sudah diserbu oleh enam orang karyawan yang menanyakan perihal kejelasan hubungannya dengan artis papan ranjang;Miyabi.
"Wah, Bos ... selamat ya. Gak nyangka saya, Bos Satria bisa membuat seorang Miyabi bertekuk lutut. Ini semua pasti karena ada sumbangsih dari BangKuat. Ck, gak nyangka saya, Bos. Keren banget. Seru ya, Bos? Tempat tidur ambruk gak, Bos?" Pertanyaan demi pertanyaan membuat kepala Satria semakin pusing.
"Belum lama minta dikenalin sama cewek, malah udah dapat Miyabi aja, Bos. Salut saya, Bos," puji Ramlan sambil menepuk pundak Satria. Asistennya itu ikut masuk ke dalam ruangan khusus Satria dan duduk di depan Satria untuk mendengarkan hal yang sebenarnya.
"Cerita dong, Bos," seru Ramlan penasaran. Satria tertawa pendek, lalu duduk di kursi kebesarannya dengan wajah begitu bahagia.
"Ini yang dinamakan beruntung, Ram. Jodoh itu tidak perlu dicari, tetapi nanti juga akan datang dengan sendirinya. Gue sih belum tanya tahu kekuatan Kuat gue darimana? Udah pasti dari mulut ke mulut ya'kan? Bisa aja mantan-mantan istri gue ngerumpi, trus di dengar sama Miyabi," terang Satria dengan begitu bangganya. Ramlan mendengarkan sambil manggut-manggut paham.
"Emang istri Bos biasa nongkrong di mana?"
"Ya di pengajian, Ram. Mana ada istri gue ngumpul-ngumpul di kafe gitu. Mana pada punya duit," jawab Satria.
"Oh, jadi ketemu Miyabi di pengajian ya, Bos? Emang Miyabi mualaf, Bos? Udah ganti nama dong kalau mualaf mah, bukan Miyabi lagi, tapi Miyatun. Ha ha ha ha ..."
"Pinter lu kadang-kadang, Ram," timpal Satria sambil terbahak.
"Udah, sana balik kerja! Gue mau WA-an sama Miyatun dulu," ujar Satria mengusir Ramlan dari ruangannya. Asistennya itu pun keluar dari ruangan Satria sambil tergelak.
Satria merasakan ponselnya bergetar di saku celana. Ia mengambilnya dengan tak sabar. Berharap wanita yang semalam mengaku Miyabi-lah yang mengirimkan pesan padanya.
Neng Miyabi
Mata Satria melotot senang saat melihat nama kontak yang tertera di layar ponsel.
Bing Sitriit ligi ipi? Idih mikin bilim?
"Hah? Apa ini? Kok huruf 'i' semua?" Satria menggaruk rambutnya karena tidak paham.
"Sejak kapan Miyabi belajar bahasa 'i'? Jangan-jangan ini bukan Miyabi, tapi Miyatun," gumam Satria lagi sambil menahan tawanya. Lekas Satria mengetik balasan pesan untuk wanita yang memang sedang ia nantikan pesannya.
Saya gak ngerti Neng Miya nanya apa? Pakai bahasa Indonesia aja, Neng, jangan pakai bahasa jin.
Send
Satria tergelak sendiri membaca balasan pesan yang baru saja ia kirimkan.
Neng Miyabi
BangSat lagi apa? Udah mandi belum?
Udah dong, masa belum mandi.
Oh, saya kirain belum. Soalnya aroma Bang Satria sekarang ada di dekat saya.
Satria merasa seluruh persendiannya begitu lemah dan lunglai. Pujian yang diberikan Miyabi membuatnya bagaikan terbang ke angkasa dan berdiam diri di atas awan. Ia sungguh tidak menyangka ternyata seindah ini memiliki pacar Miyabi online.
Memangnya aroma apa?
Send
Jigong
Satria merasa dihempaskan ke tanah oleh Buto ijo. Ia tertawa senang sekaligus gemas dengan sosok Miyabi yang membuat paginya lebih berwarna dan begitu indah. Tak masalah jika ia dikatakan bau jigong oleh Miyabi, asalkan nanti saat mereka bertemu, ia pastikan wanita itu akan benar-benar jatuh cinta padanya dan minta dinikahi olehnya secara kilat.
"Tong, sabar ya. Kali ini rival lu bukan kaleng-kaleng," ujar Satria berbicara pada tengah celananya.
Satria tidak mengetahui bahwa Ramlan dan dua temannya sedang mengintipnya. Mereka melihat Satria yang tengah berbicara pada selangkan*an sambil menunduk. Ketiganya tertawa terbahak-bahak sampai meneteskan air mata karena memperhatikan tingkah Satria yang seperti orang kehilangan akal.
Setelah puas mencari hiburan, ketiga karyawan Satria langsung berjalan cepat kembali pada posisi mereka masing-masing, saat melihat Satria bangun dari duduknya, lalu berjalan ke arah pintu.
"Mau ke mana, Bos?" tanya Ramlan dengan santai, sambil berpura-pura sibuk dengan pajangan oli yang ada di rak.
"Gue ngurusin masa depan dulu nih, Ram. Doain gue ya. Kalau berhasil, lu-lu pada gue bonusin gajinya bulan depan. Doakan ya," jawab Satria dengan penuh semangat. Tentu saja semua karyawannya bersorak gembira meng-aminkan sambil bertepuk tangan.
Satria mengeluarkan motor maticnya dari bengkel, lalu melaju kencang menuju tempat yang sudah disepakati olehnya dan juga Miyabi. Sebelum sampai ditujuan, Satria menyempatkan diri untuk mampir di sebuah toko bunga yang kebetulan sudah buka.
Ia membeli setangkai bunga mawar merah, lalu ia juga mampir di sebuah minimarket untuk membeli coklat. Kotak berwarna merah muda, biru, hitam, merah terang yang terpajang di dekat meja kasir, membuat Satria sedikit tergoda untuk membelinya. Ia harus bersiap mulai dari sekarang, siapatahu Miyabi langsung mengajaknya naik ke kasur.
"Mbak, ini mau deh," kata Satria sambil memberikan kotak berwarna merah muda pada kasir minimarket. Bukan hanya satu, tetapi dua kotak sekaligus. Ia benar-benar harus bersiap sedia jika berduaan saja bersama dengan Miyabi.
"Tisu magicnya gak sekalian, Bang?" tanya kasir lelaki yang melayaninya.
"Saya punya bukan lagi magic, Mas, tetapi supranatural Tyrex version," jawab Satria diiringi gelak tawa. Petugas kasir pun ikut tergelak sambil menggelengkan kepalanya.
Puas berbelanja, Satria pun melanjutkan perjalanannya menuju tempat Miyabi. Hatinya semakin berbunga-bunga dengan detak jantung yang tidak beraturan. Apalagi tempat yang ditujunya tak lama lagi akan sampai.
Tak lama berselang, sampailah ia di sebuah taman yang biasa orang gunakan untuk berpacaran. Hati duda itu semakin mantap, bahwa tidak salah lagi pasti bungkus alat kontrasepsinya akan segera di pakai.
"Gue emang belum pernah nyoba di semak-semak sih. Seru juga ya. Semoga aja gak ada semut rang-rang," gumam Satria senang.
Satria berhenti di parkiran motor, lalu membuka helemmya. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada yang melihatnya akan membuka bungkus alat kontrasepsi yang akan ia gunakan sebentar lagi. Sehingga saat akan digunakan nanti ia bisa langsung pakai saja.
"Ya ampun, susah amat ini," gerutu Satria sambil terus mencoba bungkus kotak dengan giginya. Satria juga menggunakan ujung jari kuku kelingkingnya untuk membuka bungkus kotak itu.
"BangSat!"
"Eh, eh ... eh ..."
Puk!
Kotak merah muda terlepas dari tangan Satria dan isinya ikut bercerai-berai jatuh tepat di bawah kaki seorang wanita.
"BangSat, ngapain buka kon*om?"
-Bersambung-
Ha ha ha ha
Tanpa menunggu lama, Satria langsung menyalakan lagi motornya, bersiap hendak meninggalkan wanita yang ia kenal bernama Salsa. Namun sepertinya tenaga Salsa lebih kuat. Wanita itu menahan motor Satria dengan seluruh tenaganya, sehingga Satria tidak bisa ke mana-mana."BangSat kenapa mau langsung pergi? Bukannya kita sudah janjian?" tanya Salsa keheranan. Tangannya masih menahan bagian depan motor Satria."Saya gak merasa janjian sama Mbak Salsa. Saya ada janji dengan orang lain," jawab Satria datar."Gimana sih, tadi janjian mau ketemu saya di sini. Nih, saya aja masih nyimpen riwayat chat kita." Salsa menunjukkan ponselnya pada Satria, hingga lelaki itu pun tergugu dengan bahu yang merosot. Jadi, semalaman ia sudah salah orang. Bukannya Miyatun, tetapi Salsa. Wanita yang dikenalkan Ramlan padanya. Namun kali ini Salsa mengendarai motor matic sama seperti motornya, bukan motor gede seperti waktu itu."Hhuft ... BangSat bikin saya bingung deh.
Napas Satria benar-benar sesak dan Bu Mae pun segera memanggil Mak Piah;tukang urut ternama di kampung mereka. Kebetulan juga, rumah Mak Piah bersebelahan dengan rumah Satria.Bu Mae berlari ke rumah Mak Piah, lalu mengetuk pintu rumah wanita tua itu dengan tergesa-gesa.Tok! Tok!"Mak, buka! Ini Mae!" seru Bu Mae dengan suara kencang. Namun Mak Piah belum juga membukakan pintu."Mak, buka! Ini Mae, Mak!" Tangan Bu Mae masih terus menggedor pintu rumah tukang urut itu, tetapi belum juga dibukakan pintu. Bu Mae tidak kehabisan akal, dia harus mengeluarkan kalimat ajian agar pintu segera dibuka."Mak, Satria sesek, dia butuh ..."Cklek"Siapa sesek? Satlia? Ayo, sebelum mati." Mak Piah berjalan melewati Bu Mae begitu saja dengan wajah tanpa dosa. Ibu dari Satria itu hanya bisa menggelengkan kepala sambil menghela napas berat. Segera ia menyusul Mak Piah yang sudah lebih dahulu masuk ke dalam rumahnya. Padahal setahu Bu Mae, jalan
Part Serius.Jan pada ketawa.****Napas Satria sudah lebih tenang setelah dipasang oksigen dan juga infus. Matanya terpejam walau tidak lelap dan Bu Mae masih setia menemani anaknya yang terbaring lemah di brangkar rumah sakit.Kamar perawatan kelas tiga dipilih Bu Mae karena sesuai dengan kelas BPJS yang dibayarkan setiap bulannya. Untungnya tidak terlalu banyak pasien. Hanya ada dua brangkar yang terisi dan salah satunya Satria.Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Seorang perawat masuk dan membereskan brangkar tepat di samping Satria. Bu Mae terbangun dari tidurnya dan saat ingin berjalan ke kamar mandi, ia melihat seorang petugas tengah menyiapkan brangkar. Memasang seprei dan juga sarung bantal."Mau ada pasien baru ya, Sus?" tanya Bu Mae penasaran."Iya, Bu. Pasiennya masih di bawah. Ditangani dokter IGD," terang perawat sambil memasang selimut di ranjang."Kalau umurnya panjang berarti di bawa ke sini ya, tap
Mendengar kabar bahwa Satria tengah dirawat di rumah sakit membuat Salsa menjadi iba dan ia pun berencana akan mengunjungi Satria sebelum pergi ia butiknya.Sejak pagi Salsa sudah repot di dapur membuat makanan yang akan dibawa ke rumah sakit. Melihat sang putri tengah asik di depan kompor, membuat Juwi yang baru saja keluar dari kamar, turut tersenyum senang."Masak apa sih anak, Bunda?" tanya Juwi menghampiri Salsa."Masak aer," jawab Salsa pendek."Buat apa? Buat mandi?" Juwi melihat panci kecil yang tengah berada di atas kompor dalam keadaan mendidih."Bukan, Bun, bikin mi rebus. Teman Salsa sakit, jadi Salsa mau bawain makanan." Juwi mengangguk paham."Orang sakit gak boleh makan mi instan, Sa, nanti tambah sakit loh. Kenapa gak bawain roti aja?""Mi rebusnya untuk Salsa sarapan. Habis sarapan baru Salsa siap-siap jenguk dan beliin roti atau buah di jalan," jawab Salsa sambil menyeringai. Juwi merasa anak sulungnya te
Aku tuh kangen loh sama BangSat, kalian pada kangen gak sih? Selamat membaca. "Salsa mau jadi istri saya?" "Gak ah, BangSat tidak kuat. Kalau kuat mana mungkin masuk rumah sakit. Lihat tuh, ada selang oksigen di hidung." Salsa menunjuk hidung Satria dengan dagunya, kemudian ia menggelengkan kepala. "Sekarang kamu bisa mengatakan aku tidak kuat, tetapi saat malam pertama nanti, kamu akan lihat betapa tangguhnya Tyrex-nya aku," gumam Satria dalam hati. "Yah, kita perkenalan dulu aja, Sa. Teman dekat gitu, kalau cocok lanjut, kalau nggak ya kita bisa jadi saudara. Betul'kan?" "Nah, ini tumben omongan lu bener, Sat, biasanya ngaco!" Sela Bu Mae yang baru saja tiba di dekat keduanya. Salsa tersenyum malu-malu, lalu sedikit menggeser tubuhnya menjauh dari Satria agar Bu Mae bisa duduk di dekat anaknya. "Iya, Bu, makanya saya bilangin sama Salsa, jadi teman aja dulu, siapatahu cocok. Jodoh tidak ada yang
Aku tuh kangen loh sama BangSat, kalian pada kangen gak sih??π€π€π₯Ίπ₯ΊSelamat membaca."Salsa mau jadi istri saya?""Gak ah, BangSat tidak kuat. Kalau kuat mana mungkin masuk rumah sakit. Lihat tuh, ada selang oksigen di hidung." Salsa menunjuk hidung Satria dengan dagunya, kemudian ia menggelengkan kepala."Sekarang kamu bisa mengatakan aku tidak kuat, tetapi saat malam pertama nanti, kamu akan lihat betapa tangguhnya Tyrex-nya aku," gumam Satria dalam hati."Yah, kita perkenalan dulu aja, Sa. Teman dekat gitu, kalau cocok lanjut, kalau nggak ya kita bisa jadi saudara. Betul'kan?""Nah, ini tumben omongan lu bener, Sat, biasanya ngaco!" Sela Bu Mae yang baru saja tiba di dekat keduanya. Salsa tersenyum malu-malu, lalu sedikit menggeser tubuhnya menjauh dari Satria agar Bu Mae bisa duduk di dekat anaknya."Iya, Bu, makanya saya bilangin sama Salsa, jadi teman aja dulu, siapatahu cocok. Jodoh tidak ada ya
Bu Mae terheran-heran melihat Satria menyeret kasur untuk dijemur di teras depan. Memang matahari pagi ini sangat bagus dan cerah. Untuk menjemur badan, menjemur cucian, bahkan menjemur bayi pun sangat bagus. Padahal masih pukul tujuh pagi, tetapi sinar terangnya tepat berada di teras rumah Satria."Kenapa dijemur? Tumben! Emang lu udah kuat?" tanya Bu Mae pada anaknya."Buat persiapan, Bu," jawab Satria sambil tersenyum. Bu Mae mengerutkan keningnya. Persiapan?"Persiapan apaan?" tanyanya penasaran."Sebentar lagi'kan Satria mau jadi manten, Bu, jadi ini kasur harus sering dijemur.""Kata siapa?" tanya Bu Mae dengan polosnya. Satria terbahak, lalu ia bergegas masuk ke dalam rumah. Meninggalkan ibunya dalam keterpakuan menanti jawaban yang sebenarnya."Sat, emang siapa yang mau nikah sama lu? Salsa?" Bu Mae menyusul Satria yang kini sudah duduk melantai di depan pintu lemari pakaian yang terbuka. Mata tua Bu Mae melihat isi
Satria dan Bu Mae sudah berada di rumah sakit yang cukup terkenal di Kota Bekasi. Hari ini wanita paruh baya itu sudah membuat janji online pada pihak rumah sakit untuk mendaftarkan Satria ke dokter spesialis kulit dan alat kelamin."Silakan timbang dan tensi dulu ya, Bu. Dari sini, lurus saja yang ada meja perawat di depan sana," tunjuk petugas pendaftaran rumah sakit pada Bu Mae."Terima kasih, Mbak," ucap Bu Mae sambil tersenyum. Satria berjalan santai mengekori ibunya menuju meja perawat yang dimaksud. Bu Mae meletakkan lembar pendaftaran di atas meja sambil menunggu panggilan."Satria Kuat," seru perawat memanggil nama Satria. Lelaki itu bangun dari duduknya, lalu berjalan menuju perawat yang memanggilnya tadi. Bu Mae dengan setia berada di belakang Satria."Silakan duduk, Mas," ucap perawat mempersilakan. Satria pun duduk dengan santainya."Keluhannya apa?" tanya perawat sambil memasang alat untuk memeriksa tekanan darah Satria pa