Pukul enam pagi, rumah Satria sudah dipenuhi oleh para tetangga dari kampung mereka dan juga kampung sebelah untuk melihat calon istri Satria yang baru. Mereka sangat penasaran bagaimana rupa dari artis panas yang bernama Miyabi. Walau rata-rata orang kampung yang tidak terlalu paham dengan kehidupan ibu kota, tetapi untuk satu nama itu mereka sangat hapal.
"Keren ya, Bang Satria bisa dapat Miyabi. Cantik loh orangnya, badannya juga mulus banget. Saya punya kasetnya. Bukan kaset saya sih, kaset suami saya," ujar seorang ibu pada tetangganya yang ikut mengintip dari jendela rumah Bu Maesaroh.
"Kaset apa sih?" tanya ibu yang memakai daster ungu.
"Emangnya kaset apa, Mpok? Mak pinjam nanti ya?" sambung Mak Piah yang ternyata juga udah ada di sana.
"Ha ha ha ... Mak, jangan pakai ikut-ikutan. Rajin aja baca Yasin, kalau udah dekat waktunya gini, mah."
"Ha ha ha ..." suasana menjadi semakin riuh saat satu dua orang saling bercanda menimpali.
"Kaset laki-laki dan perempuan gak pakai baju. Duh, kita kudu bawa handuk kalau nonton itu. Jadi kalau basah bisa langsung dikeringin," sahut si ibu sambil terkikik geli.
"Iya bener. Saya juga pernah nonton kasetnya sama suami. Eh, malah benar-benar basah. Ampe ditampung pakai ember. Hujan deres banget Ampe rumah bocor," celetuk si ibu satunya lagi dan disambut dengan gelak tawa warga yang ada di sana.
"Mana sih, belum kelihatan?" celetuk bapak-bapak yang ikutan nimbrung di depan pintu rumah Satria.
Bu Maesaroh tidak mengetahui kegaduhan di luar rumahnya, karena sibuk mencuci, sedangkan Satria masih tertidur pulas setelah salat subuh tadi. Suara mesin cuci yang berisik, membuat suara gaduh di luar rumahnya tertutupi.
Setelah pakaian kering, Bu Maesaroh memasukkannya ke dalam keranjang besar, untuk dijemur di depan rumah.
"Wah, itu Bu Maesaroh. Bu ... Mana calon Miyabi?" seru para tetangga dengan tak sabar. Bu Maesaroh melotot kaget, lalu berjalan dengan tergopoh untuk membukakan pintu.
"Ada apa ini?" tanya Bu Maesaroh dengan wajah kebingungan. Ia memperhatikan satu per satu tetangganya yang sudah sangat ramai berkumpul.
"Wah, Bu Maesaroh diam-diam ngumpetin artis bokep, nih. Tunjukkan dong, Bu! Apa ada di kamar Satria? Wah, harus digrebek nih, lapor Pak RT, biar langsung dikawinin. Ayo, kita serbu!" Bu Maesaroh semakin panik, saat puluhan warga menerobos masuk ke dalam rumahnya untuk mencari seseorang yang bernama Miyabi.
"Eh, ada apa sih? Pada mau ngapain di rumah gue?!" teriak Bu Mae lagi dengan panik. Ia menaruh keranjang cucian yang akan dijemur, lalu ikut berlari mengelilingi rumahnya.
Rumah Bu Maesaroh memang tidak mewah, tetapi sangat besar. Ada enam kamar di dalam rumahnya dan hanya dua yang terisi. Rumah yang dibangun oleh suaminya karena lelaki itu sangat ingin memiliki anak hingga enam orang, tetapi hanya satu anak yang lahir dari istrinya; dialah Satria Kuat.
Setiap kamar didobrak oleh warga untuk mencari sosok wanita bernama Miyabi. Mulai dari kamar depan, dapur, ruang belakang rumah, sampai ke kamar Bu Maesaroh ikut didobrak.
Brak!
Satu kamar paling ujung di dalam rumah adalah kamar Satria. Warga mendobrak pintu dan mendapati Satria masih terlelap dengan begitu nyenyak sambil memeluk guling.
"Bangun, Sat! Mana Miyabi?" teriak seorang bapak-bapak yang kini tengah membuka pintu lemari Satria.
"Loh, ada apa ini? Apa-apaan kalian semua? Kenapa masuk ke kamar saya?"
"Lah, jangan pura-pura, Sat. Mana Miyabi? Lu sembunyikan di mana? Jangan diam-diam, Sat, enak bareng-barenglah. Selama ini kami hanya melihat di kaset, jadi penasaran ingin lihat langsung," seru seorang bapak sambil membetulkan sarungnya yang perlahan melorot.
"Miyabi apa? Sembunyi apaan? Saya gak ngerti!" Satria turun dari tempat tidur dengan tergesa. Ia lupa bahwa di balik selimutnya ia hanya mengenakan celana kolor tipis.
"Eh, gede banget! Pantesan!" celetuk ibu-ibu dengan wajah merah.
"Lah, jauh amat sama yang di rumah. Pantesan BangSat kuat, hi hi hi ..."
"Apaan sih?" Satria semakin kebingungan dengan semua orang yang ada di kamarnya.
"Gede banget, Bang. Masih pagi udah on aja, Bang," celetuk ibu yang satunya lagi. Bu Maesaroh menerobos masuk ke dalam kamar anaknya dan mendapati sang anak sedang menjadi tontonan.
"Satria, Tyrex lu bangun! Suruh tidur cepat!" Pekik Bu Mae dengan wajah kesal. Satria sadar akan maksud teriakan ibunya, lelaki itu menunduk untuk melihat Tyrex-nya dan benar saja. Satria berbalik badan dengan wajah merona malu.
"Dah, sana pergi! Pergi! Bubar! Bubar!" Bu Maesaroh mengusir semua tetangga yang ada di dalam kamar anaknya. Wanita paruh baya itu hanya bisa menghela napas kasar sambil menggelengkan kepala.
****
Satria sudah rapi dengan baju kaus dan celana Levis. Saat ini ia tengah duduk di kursi makan;menyantap lontong sayur yang dibeli ibunya di warung depan. Kegaduhan pagi ini membuatnya malu untuk menikmati sarapan di teras. Daripada harus mendapat ceceran dari para tetangga, lebih baik ia makan di dalam rumah saja."Jadi, kapan lu mau ke rumah Haji Bolot? Ibu udah DM Instagramnya, tetapi belum dibalas. Emang Neng Bokep anak keberapa Haji Bolot? Anak bontot?"
Huk! Huk! Huk!
Satria tersedak mendengar pertanyaan ibunya.
_Bersambung_
Petaka kehebohan Miyabi yang diciptakan oleh Satria, ternyata tidak hanya berlangsung di lingkungan rumah. Ketika pria itu sampai di bengkelnya, ia sudah diserbu oleh enam orang karyawan yang menanyakan perihal kejelasan hubungannya dengan artis papan ranjang;Miyabi."Wah, Bos ... selamat ya. Gak nyangka saya, Bos Satria bisa membuat seorang Miyabi bertekuk lutut. Ini semua pasti karena ada sumbangsih dari BangKuat. Ck, gak nyangka saya, Bos. Keren banget. Seru ya, Bos? Tempat tidur ambruk gak, Bos?" Pertanyaan demi pertanyaan membuat kepala Satria semakin pusing."Belum lama minta dikenalin sama cewek, malah udah dapat Miyabi aja, Bos. Salut saya, Bos," puji Ramlan sambil menepuk pundak Satria. Asistennya itu ikut masuk ke dalam ruangan khusus Satria dan duduk di depan Satria untuk mendengarkan hal yang sebenarnya."Cerita dong, Bos," seru Ramlan penasaran. Satria tertawa pendek, lalu duduk di kursi kebesarannya dengan wajah begitu bahagia."
Tanpa menunggu lama, Satria langsung menyalakan lagi motornya, bersiap hendak meninggalkan wanita yang ia kenal bernama Salsa. Namun sepertinya tenaga Salsa lebih kuat. Wanita itu menahan motor Satria dengan seluruh tenaganya, sehingga Satria tidak bisa ke mana-mana."BangSat kenapa mau langsung pergi? Bukannya kita sudah janjian?" tanya Salsa keheranan. Tangannya masih menahan bagian depan motor Satria."Saya gak merasa janjian sama Mbak Salsa. Saya ada janji dengan orang lain," jawab Satria datar."Gimana sih, tadi janjian mau ketemu saya di sini. Nih, saya aja masih nyimpen riwayat chat kita." Salsa menunjukkan ponselnya pada Satria, hingga lelaki itu pun tergugu dengan bahu yang merosot. Jadi, semalaman ia sudah salah orang. Bukannya Miyatun, tetapi Salsa. Wanita yang dikenalkan Ramlan padanya. Namun kali ini Salsa mengendarai motor matic sama seperti motornya, bukan motor gede seperti waktu itu."Hhuft ... BangSat bikin saya bingung deh.
Napas Satria benar-benar sesak dan Bu Mae pun segera memanggil Mak Piah;tukang urut ternama di kampung mereka. Kebetulan juga, rumah Mak Piah bersebelahan dengan rumah Satria.Bu Mae berlari ke rumah Mak Piah, lalu mengetuk pintu rumah wanita tua itu dengan tergesa-gesa.Tok! Tok!"Mak, buka! Ini Mae!" seru Bu Mae dengan suara kencang. Namun Mak Piah belum juga membukakan pintu."Mak, buka! Ini Mae, Mak!" Tangan Bu Mae masih terus menggedor pintu rumah tukang urut itu, tetapi belum juga dibukakan pintu. Bu Mae tidak kehabisan akal, dia harus mengeluarkan kalimat ajian agar pintu segera dibuka."Mak, Satria sesek, dia butuh ..."Cklek"Siapa sesek? Satlia? Ayo, sebelum mati." Mak Piah berjalan melewati Bu Mae begitu saja dengan wajah tanpa dosa. Ibu dari Satria itu hanya bisa menggelengkan kepala sambil menghela napas berat. Segera ia menyusul Mak Piah yang sudah lebih dahulu masuk ke dalam rumahnya. Padahal setahu Bu Mae, jalan
Part Serius.Jan pada ketawa.****Napas Satria sudah lebih tenang setelah dipasang oksigen dan juga infus. Matanya terpejam walau tidak lelap dan Bu Mae masih setia menemani anaknya yang terbaring lemah di brangkar rumah sakit.Kamar perawatan kelas tiga dipilih Bu Mae karena sesuai dengan kelas BPJS yang dibayarkan setiap bulannya. Untungnya tidak terlalu banyak pasien. Hanya ada dua brangkar yang terisi dan salah satunya Satria.Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Seorang perawat masuk dan membereskan brangkar tepat di samping Satria. Bu Mae terbangun dari tidurnya dan saat ingin berjalan ke kamar mandi, ia melihat seorang petugas tengah menyiapkan brangkar. Memasang seprei dan juga sarung bantal."Mau ada pasien baru ya, Sus?" tanya Bu Mae penasaran."Iya, Bu. Pasiennya masih di bawah. Ditangani dokter IGD," terang perawat sambil memasang selimut di ranjang."Kalau umurnya panjang berarti di bawa ke sini ya, tap
Mendengar kabar bahwa Satria tengah dirawat di rumah sakit membuat Salsa menjadi iba dan ia pun berencana akan mengunjungi Satria sebelum pergi ia butiknya.Sejak pagi Salsa sudah repot di dapur membuat makanan yang akan dibawa ke rumah sakit. Melihat sang putri tengah asik di depan kompor, membuat Juwi yang baru saja keluar dari kamar, turut tersenyum senang."Masak apa sih anak, Bunda?" tanya Juwi menghampiri Salsa."Masak aer," jawab Salsa pendek."Buat apa? Buat mandi?" Juwi melihat panci kecil yang tengah berada di atas kompor dalam keadaan mendidih."Bukan, Bun, bikin mi rebus. Teman Salsa sakit, jadi Salsa mau bawain makanan." Juwi mengangguk paham."Orang sakit gak boleh makan mi instan, Sa, nanti tambah sakit loh. Kenapa gak bawain roti aja?""Mi rebusnya untuk Salsa sarapan. Habis sarapan baru Salsa siap-siap jenguk dan beliin roti atau buah di jalan," jawab Salsa sambil menyeringai. Juwi merasa anak sulungnya te
Aku tuh kangen loh sama BangSat, kalian pada kangen gak sih? Selamat membaca. "Salsa mau jadi istri saya?" "Gak ah, BangSat tidak kuat. Kalau kuat mana mungkin masuk rumah sakit. Lihat tuh, ada selang oksigen di hidung." Salsa menunjuk hidung Satria dengan dagunya, kemudian ia menggelengkan kepala. "Sekarang kamu bisa mengatakan aku tidak kuat, tetapi saat malam pertama nanti, kamu akan lihat betapa tangguhnya Tyrex-nya aku," gumam Satria dalam hati. "Yah, kita perkenalan dulu aja, Sa. Teman dekat gitu, kalau cocok lanjut, kalau nggak ya kita bisa jadi saudara. Betul'kan?" "Nah, ini tumben omongan lu bener, Sat, biasanya ngaco!" Sela Bu Mae yang baru saja tiba di dekat keduanya. Salsa tersenyum malu-malu, lalu sedikit menggeser tubuhnya menjauh dari Satria agar Bu Mae bisa duduk di dekat anaknya. "Iya, Bu, makanya saya bilangin sama Salsa, jadi teman aja dulu, siapatahu cocok. Jodoh tidak ada yang
Aku tuh kangen loh sama BangSat, kalian pada kangen gak sih??🤭🤭🥺🥺Selamat membaca."Salsa mau jadi istri saya?""Gak ah, BangSat tidak kuat. Kalau kuat mana mungkin masuk rumah sakit. Lihat tuh, ada selang oksigen di hidung." Salsa menunjuk hidung Satria dengan dagunya, kemudian ia menggelengkan kepala."Sekarang kamu bisa mengatakan aku tidak kuat, tetapi saat malam pertama nanti, kamu akan lihat betapa tangguhnya Tyrex-nya aku," gumam Satria dalam hati."Yah, kita perkenalan dulu aja, Sa. Teman dekat gitu, kalau cocok lanjut, kalau nggak ya kita bisa jadi saudara. Betul'kan?""Nah, ini tumben omongan lu bener, Sat, biasanya ngaco!" Sela Bu Mae yang baru saja tiba di dekat keduanya. Salsa tersenyum malu-malu, lalu sedikit menggeser tubuhnya menjauh dari Satria agar Bu Mae bisa duduk di dekat anaknya."Iya, Bu, makanya saya bilangin sama Salsa, jadi teman aja dulu, siapatahu cocok. Jodoh tidak ada ya
Bu Mae terheran-heran melihat Satria menyeret kasur untuk dijemur di teras depan. Memang matahari pagi ini sangat bagus dan cerah. Untuk menjemur badan, menjemur cucian, bahkan menjemur bayi pun sangat bagus. Padahal masih pukul tujuh pagi, tetapi sinar terangnya tepat berada di teras rumah Satria."Kenapa dijemur? Tumben! Emang lu udah kuat?" tanya Bu Mae pada anaknya."Buat persiapan, Bu," jawab Satria sambil tersenyum. Bu Mae mengerutkan keningnya. Persiapan?"Persiapan apaan?" tanyanya penasaran."Sebentar lagi'kan Satria mau jadi manten, Bu, jadi ini kasur harus sering dijemur.""Kata siapa?" tanya Bu Mae dengan polosnya. Satria terbahak, lalu ia bergegas masuk ke dalam rumah. Meninggalkan ibunya dalam keterpakuan menanti jawaban yang sebenarnya."Sat, emang siapa yang mau nikah sama lu? Salsa?" Bu Mae menyusul Satria yang kini sudah duduk melantai di depan pintu lemari pakaian yang terbuka. Mata tua Bu Mae melihat isi