Share

7. Sales Kond*m

Tanpa menunggu lama, Satria langsung menyalakan lagi motornya, bersiap hendak meninggalkan wanita yang ia kenal bernama Salsa. Namun sepertinya tenaga Salsa lebih kuat. Wanita itu menahan motor Satria dengan seluruh tenaganya, sehingga Satria tidak bisa ke mana-mana. 

"BangSat kenapa mau langsung pergi? Bukannya kita sudah janjian?" tanya Salsa keheranan. Tangannya masih menahan bagian depan motor Satria.

"Saya gak merasa janjian sama Mbak Salsa. Saya ada janji dengan orang lain," jawab Satria datar. 

"Gimana sih, tadi janjian mau ketemu saya di sini. Nih, saya aja masih nyimpen riwayat chat kita." Salsa menunjukkan ponselnya pada Satria, hingga lelaki itu pun tergugu dengan bahu yang merosot. Jadi, semalaman ia sudah salah orang. Bukannya Miyatun, tetapi Salsa. Wanita yang dikenalkan Ramlan padanya. Namun kali ini Salsa mengendarai motor matic sama seperti motornya, bukan motor gede seperti waktu itu.

"Hhuft ... BangSat bikin saya bingung deh. Udah sampai di sini malah mau pulang. Saya capek naik motor, mana haus. Begitu sampai langsung lihat kon*om berceceran. Emang Abang mau ngapain?" cecar Salsa dengan wajah kesal. Satria tidak langsung menjawab. Tidak mungkin ia bilang ini untuk persiapan di semak-semak nanti'kan? Bisa hilang sebelah kakinya jika ia nekat melakukan itu pada Salsa.

"Saya sales, Mbak. Jadi, selain bengkel, saya sales alat kontrasepsi," jawab Satria dengan terpaksa berbohong.

"Oh ... Abang sales kon*om! Pantes aja bawanya banyak. Emang mau promosi sama siapa! Saya? Gimana saya makenya, Bang? Orang perempuan mah rata," ujar Salsa dengan polosnya. Satria tergelak, lalu ia memutuskan untuk turun dari motor. Tak apalah tidak jadi di semak-semak, yang penting ia bisa sedikit berbincang dengan wanita. 

Jika mantan-mantan istrinya selalu membicarakan soal cicilan daster dan dandang, maka dengan Salsa ia berharap berbincang masalah lain. Salsa terlihat lebih kekinian dan juga sangat energik. Tenaganya juga cukup kuat saat menahan motornya tadi, sehingga ini menjadi pertimbangan Satria untuk menjalin hubungan dengan Salsa. 

"Bukan, saya mau promosi sama teman lelaki saya sepulang dari sini," jawab Satria lagi. Ia sudah membuka helem dan jaketnya. Satria juga berdiri di dekat Salsa dan siap untuk beranjak dari parkiran. 

"Trus kenapa dibuka? Oh, Abang mau kasih tahu caranya. Biar teman Abang paham pas mau pake itu ya kan? Gak geli, Bang? Praktek cara packing terong di depan terong?" 

"Ha ha ha ..." Satria tertawa sambil memegang perutnya. Salsa memang cantik dan kuat, tetapi kenapa sedikit tulalit? Pikir Satria dalam hati. 

"Sudah, sudah, gak usah bicarakan itu. Ayo kita duduk di sana! Masa mau berdiri terus." Satria berjalan lebih dulu menuju bangku panjang yang berada di tengah taman. Disusul Salsa yang berjalan di belakangnya tanpa membuka jaket motornya, dan juga memegang botol air mineral.

Keduanya sudah duduk di bangku dengan mulut masih saja terkunci. Satria sebenarnya sedikit malas dengan Salsa, karena ia mengira akan mendapatkan Miyabi. Oleh karena itu, Satria asik di depan ponselnya dan sedikit mengabaikan Salsa. 

"Abang ngajak ketemuan, tapi Abang main HP terus. Ya udah, saya balik ada deh!" Salsa sudah berdiri dari duduknya, lalu berjalan meninggalkan Satria yang masih fokus pada ponselnya. Salsa berharap Satria menahan kepergiannya, tetapi lelaki itu malah asik bermain ponsel. 

Salsa yang geram karena dicuekin, akhir memutuskan untuk mengempiskan ban motor Satria, lalu dengan cepat ia meninggalkan Satria begitu saja yang masih asik bermain ponsel di bangku taman.

"Salsa," panggil Satria kebingungan. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri mencari Salsa, tetapi tidak ada. Satria menoleh pada dua pintu toilet yang cukup jauh dari tempat duduknya. Ia mengira bahwa Salsa berada di sana. Namun hingga setengah jam berlalu, Salsa tak juga kunjung keluar dari bilik toilet. 

Satria memutuskan untuk menyusul Salsa karena ia pun ingin buang air kecil.

"Salsa," panggil Satria, tetapi tidak ada jawaban. Keadaan bilik toilet sangat sepi, seperti tidak ada pengunjung di dalamnya. 

"Salsa!" kali ini suaranya lebih keras memanggil Salsa. Pintu kamar mandi ia dorong sedikit dan tidak menemukan siapapun. Satria tidak berani buang air kecil sendirian di sana, sehingga ia memutuskan untuk duduk kembali di taman. Jika ia pulang, ia khawatir Salsa akan mencarinya. Satria memesan mi rebus di sebuah kios warung dan melahapnya dengan sangat cepat. 

"Sendirian aja, Bang?" tegur ibu penjual mie.

"Nggak, Bu, tadi sama adik saya," jawab Satria.

"Oh, cewek yang rambut panjang?" tanya ibu itu lagi memastikan. Satria mengangguk sambil terus menyeruput kuah mie rebus rasa kare.

"Nona itu bukannya sudah pulang, Bang?"

Huk! Huk! Huk! 

Satria meraih gelas yang ada di dekatnya, lalu menghabiskan air putih itu dengan cepat. 

"Masa, Bu?" Satria belum terlalu yakin.

"Iya, coba aja ke parkiran depan sana. Pasti motornya gak ada? Nona itu pakai jaket motor warna hitam'kan?" tanpa menjawab lagi, Satria langsung mengeluarkan uang dua puluh ribu untuk membayar mi dan juga minumannya. Lalu ia berlari menuju parkiran dan melihat sudah tidak ada motor Salsa di sana. Kenapa wanita itu pergi tidak bilang? Tanya Satria dalam hati. 

Satu pemandangan lagi yang membuat keringatnya mengucur deras. Ban motornya kempes, sehingga ia terpaksa mendorongnya cukup jauh untuk diperbaiki. 

Sementara itu, Salsa sudah berada di toko daster miliknya. Mata jelinya kembali fokus pada laptop yang sudah siap bekerja menghasilkan pundi-pundi uang untuknya. Empat orang karyawan sibuk melayani pembeli dengan ramah dan satu orang bertugas di gudang.

Walau pun ia masih muda, tetapi Salsa bisa dibilang cukup sukses merintis usaha dasternya. Usaha yang mampu membuatnya untuk meneruskan kuliah hingga S2.

Clek!

"Loh, kok udah balik? Katanya janjian sama cowok," sapa ramah Juwi; yang tidak lain adalah Bunda dari Salsa. 

"Males, Bun. Udah cuma sales kond*m, duda belagu, jual mahal lagi. Dia belum tahu siapa Salsa. Udahlah, males juga dijodohin gitu, biar Salsa cari sendiri aja."

"Ck, jangan deh kalau cari sendiri. Kemarin kamu cari sendiri malah dapatnya suami orang. Pas nyari lagi, dapatnya malah ndese alemong. Bunda gak mau kamu sembarangan dapat jodoh, Sayang. Kata Papa, ada teman dosen yang mau dikenalkan sama kamu. Kamu mau gak?" tanya Juwi pada putrinya. 

"Nah, kalau dosen mau, Bun. Cakep gak?" Salsa mendadak antusias.

"Cakep sih, tapi udah gak ada giginya, he he ... Ompong!"

"Apa? Salsa dijodohin sama aki-aki?!" Salsa melotot tidak terima pada Bundanya. 

"Iya, Sa. Mana udah bengek melulu, kan udah tanda-tanda itu. Lumayan warisannya, Sa," bisik Juwi dengan mata berbinar, sedangkan Salsa hanya bisa mengusap dadanya dengan kuat, sambil tersenyum pilu. 

****

Malam hari di rumah Satria, Bu Mae terbangun pukul satu dini hari dan melihat lampu kamar anaknya masih menyala. Padahal Satria paling tidak bisa tidur malam jika lampunya tidak dimatikan. 

Bu Maesaroh membuka pintu kamar dan betapa terkejutnya ia melihat Satria yang tengah megap-megap di atas tempat tidur.

"Ya Allah, Sat, lu kenapa?" Bu Mae panik.

"Sesek napas, Bu," jawab Satria terengah-engah.

"Kok bisa? Lu habis ngapain? Lagian lu gak punya riwayat sesek, Sat," tanya Bu Mae.

"Dorong motor pecah ban ... tan ... ja ... kan ..." Napas Satria semakin payah. 

"Ya udah, tunggu di sini, Ibu panggil Mak Piah. Katanya Mak Piah bisa ngobatin orang sesek napas hanya dengan mencium bibirnya." Satria merasa napasnya semakin sesak dan umurnya tidak akan lama lagi begitu mendengar akan dicium Mak Piah.

****

_Bersambung_

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Mom L_Dza
ibu² mereka pada gesrek juga
goodnovel comment avatar
Dila Taufik
aduhhhh ibunya .....ngakak habisssss
goodnovel comment avatar
Asmawani Aini
Makin bengek tu bangsat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status