Share

Part-13 Dua Wanita

Gerimis membasahi kaca jendela, pohon-pohon dan semua benda menjadi basah olehnya seperti air mata kesedihan yang membasahi hati yang sedang berduka. Tapi hujan dipagi hari adalah berkah, salah satu rahmat Allah yang diturunkan ke bumi.  Hujan jatuh dari langit berasal dari awan yang terisi penuh dengan embun. Sebelum hujan turun, langit akan terlihat gelap dan mendung, setelah hujan terkadang akan tampak pelangi yang muncul membuat langit terlihat indah. Savanna berharap akan ada pelangi dihatinya setelah semua duka pergi.

Ponsel Savanna bergetar, dilihatnya nama dilayar. Kanaya!

"Assalamualaikum Savanna.." Kanaya membuat keputusan untuk menghubungi Savanna dipagi buta.

"Waalaikumsalam, ada yang bisa  kubantu Kanaya?" jawab Savanna dengan kening berkerut, biasanya Kanaya menghubunginya pada jam kerja bukan dipagi buta seperti ini.

"Bisakah kita bertemu, ada hal penting yang ingin kubicarakan. Waktunya menyesuaikan jadwalmu saja..." Kanaya memberikan pilihan. 

"Lusa jam 14.00 saya tak ada jadwal...” Savanna melirik kalender meja disampingnya, melihat jadwal kerjanya.

"Baiklah, lokasi Selat Sunda Resto ya.....terima kasih atas kesediaannya, waalaikumsalam.." Kanaya. menutup telepon. 

Kanaya membuat janji bertemu di sebuah resto dipinggiran kota, mesti heran Savanna menyanggupinya. Kontrak kerja sama mereka sudah berakhir dan Savanna tak mau memperpanjang, menyerahkan pada agency jika Kanaya mau memakai model yang lain. Namun Kanaya hanya mau memakai dirinya. 

****

Ketika datang Kanaya sudah berada disana, sendiri. Gadis itu menyambutnya hangat, sepotong senyum manis tersungging di bibirnya sementara Savanna bertanya-tanya, kenapa Kanaya mengundangnya?

“Terima kasih sudah mau datang Savanna...” sambutnya hangat. 

“Aku pasti datang jika dibutuhkan. Maaf, apakah ini menyangkut kontrak kerjasama kita yang baru...?” tebak Savanna, ia belum menemukan alasan kenapa Kanaya mengajaknya bertemu hari ini. 

“Tidak, aku akan bicara hal yang lebih serius dari itu....” wajah Kanaya berubah, sepasang bola matanya tampak berkabut. 

“Oh ya...” jantung Savanna berdegup sementara pikirannya sedang menerka   apa yang akan dibicarakan gadis itu. 

"Maaf, bolehkah aku bertanya yang sedikit pribadi?" Kanaya menghembuskan nafas panjang, berusaha menenangkan pikirannya. Ia tidak biasa meminta, rasanya ini terlalu berat untuk dilakukan.

"Boleh, semoga aku bisa menjawabnya" Savanna tersenyum samar, berusaha menormalkan degup jantungnya yang terus bertalu.

“Maaf, sudah berapa lama hubunganmu dengan Thoriq..?” Kanaya menatap serius, setelahnya ia menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi seperti merasakan beban berat dikapalanya.

Seorang pelayan mengantarkan dua gelas juice dan buah-buahan campur di pinggan, Kanaya tahu Savanma tak suka makan cemilan mungkin untuk menjaga bentuk tubuhnya agar tetap berada pada berat ideal, Savanna menjaga pola makan sehat, food combaining. 

“Kalian sudah akan menikah, apa pentingnya pertanyaan itu...?” Savanna tak siap dengan pertanyaan Kanaya, baginya ini terlalu mendadak.

“Aku akan melepasnya, Thoriq tidak pernah mencintaiku...” bola mata Kanaya berkaca. 

“Itu tidak boleh terjadi Kanaya, persiapan kalian sudah matang, kalian harus fokus jangan pikirkan yang lain...” Savanna tak tahu harus bicara apa, sungguh ini seperti geledek yang menyambarnya. Seandainyapun pernikahan Kanaya dan Thoriq gagal harusnya  dengan alasan lain, bukan karena dirinya! Kini posisinya serba sulit, seperti makan buah simalakama.

"Tidak Kanaya, itu keputusan salah. Jangan lakukan itu" cegah Savanna serba salah, meski hatinya sangat menginginkan Thoriq tapi membatalkan pernikahan mereka bukan dalam rencananya.

“Thoriq hanya mencintaimu..” Kanaya menunduk, berat mengucapkan itu. Sebelum membuat pertemuan ini   ia sudah berpikir berkali-kali. Calon suaminya menyukai gadis lain, adakah yang lebih pedih dari menyadari hal seperti ini...? 

“Tidak Kanaya, anda adalah gadis yang pantas untuknya. Orang tua Thoriq sangat mengiginkan anda menjadi menantunya. Hanya dirimu, bukan yang lain" kedua mata Savanna berkaca, wajah Umi Thoriq masih jelas dalam bayangannya ketika menyebutkan nama Kanaya dihadannya, calon menantu yang diinginkannya! 

“Ya, tapi Thoriq tidak tertarik dengan pernikahan ini, dia mengabaikanku...” air mata Kanaya meleleh, tak sanggup menahan kesedihannya. Betapa dinginnya laki-laki itu pada dirinya, seakan ia tak pernah ada. 

“Kanaya, adakah yang bisa kubantu..? Aku tak bisa melihatmu sedih seperti ini..” Savanna serba salah, bagaimana mungkin seseorang yang menangis begitu sedih dihadapannya karena takut kehilangan calon suaminya, takut pesta pernikahannya gagal dan semua alasannya bermuara pada dirinya?!

“Kembalilah padanya, aku rela membatalkan pernikahan kami...” air mata Kanaya terus mengalir membasahi pipinya. 

“Tidak Kanaya, pernikahan itu bukan hanya tentang dua orang kekasih tetapi juga dua keluarga...” Savanna mengingat bagaimana dampak kesedihan yang dialami kedua orang tuanya yang menikah tanpa restu,  sakitnya masih terasa hingga hari ini! 

“Aku menyakitimu Savanna, aku mengambil milikmu yang paling berharga...” Kanaya menatap sedih, memohon maklum atas perbuatannya. 

“Awalnya kupikir begitu tapi aku harus realistis, semua yang dikatakan Umi Thoriq tentangku benar. Aku tak cukup pantas untuk anaknya. Thoriq itu segalanya bagi Umi bahkan beliau telah berhasil mendidiknya jadi anak sholeh, hanya wanita sepertimu yang pantas untuknya Kanaya. Aku tak mungkin bisa sepertimu, tak sanggup melakukannya..." mungkin Savanna sanggup berubah hingga menjadi calon menantu yang seperti Umi Thoriq inginkan tapi sampai kapan? Satu tahun, dua tahun atau seumur hidupnya ia harus berubah sesuai keinginan orang lain? Ikan tak mungkin bisa hidup didaratan, begitupun sebaliknya.

“Kamu sudah mendapatkan mimpi setiap orang Savanna. Cantik, muda, kaya dan terkenal. Aku tak menyalahkan kakak mencintaimu. Kurasa setiap pemuda ingin menjadikanmu seorang istri....” Kanaya tersenyum pahit. 

“Tak selalu seperti yang terlihat Kanaya, aku juga memiliki sisi kehidupan yang banyak orang tidak tahu..” Savanna mengalihkan tatapannya, merasa Kanaya terlalu berlebih menilainya.

“Aku mencintai Thoriq dan ingin melihatnya bahagia, Savanna maukah anda berbagi kebahagiaan denganku..?” Kanaya menatapnya dengan nafas tertahan, sungguh berat rasanya tapi ia harus melakukannya. Menikah tanpa cinta akan merusak semua yang ada.

“Tentu Kanaya, aku akan membantu yang aku bisa...” dada Savanna kembali berdebar. 

“Kebahagiaan kakak hanya bersamamu, aku ikhlas melepas dia untukmu...” Kanaya mulai tersenyum, membangun keiklasan untuk melepas sesuatu yang memang bukan miliknya. Hati Thoriq adalah miliknya,  siapapun tidak berhak memaksa dan menentukan dimana hati itu akan berlabuh, termasuk umi-nya!

“Kanaya, aku tak bisa janji...”  Savanna serba salah, tak tahu harus menjawab apa. Permintaan Kanaya membuatnya shock, meski jauh didasar hatinya menginginkan Thoriq tapi tidak dengan cara seperti ini.

Pelayan mengantarkan ikan bakar dan udang asam manis diatas meja lengkap dengan lalapan dan sambal cobek, harumnya membangkitkan selera. Keduanya makan dalam diam, menikmati ikan kakap tambak dan udang asam manis segar hasil tangkapan nelayan sekitarnya. Aroma bawang putih yang terbakar mengundang selera namun bagi Savanna semua makanan yang ditekannya seperti duri yang terasa sulit masuk kerongkongannya.

Sepi, hanya desir angin yang meriapkan rambut keduanya. Semua kata-kata terbang tak tahu rimbanya, keduanya menelan makanan dalam diam. Ingin diciptakannya perdamaian namun yang ada adalah dua hati yang saling bergejolak. Deburannya setara dengan ombak laut pantai selatan yang siap melahap semua penghalang dihadapannya! Angin, deburan ombak dan semua yang ada seakan tak sanggup meredakan semua rasa yang berbaur tak tentu arah. Tangan bisa menggenggam apapun yang ada, langkah bisa bebas pergi mengarungi dunia namun itu semua tak pernah cukup karena cinta keduanya bermuara hanya pada satu nama, Muhammad Thoriq Al-Farisi! 

****

Savanna berpikir keras untuk bisa mengatasi masalahnya, ia tak mau pernikahan Thoriq dan Kanaya batal karena dirinya. Ia harus pergi untuk sementara waktu, ketempat yang jauh agar tak terhubung dengan Thoriq dan Kanaya. Savanna melihat skedul kerjanya, mengambil tawaran Hanny Hananto ke Milan kini menjadi prioritasnya.

“Alin aku ikut Fashion Show ke Eropa dengan Rio Stefan, ambil kontrak kerja sama iklan dengan cosmetik di Belanda, setelah itu aku akan tinggal satu tahun di Milan mengambil kontrak Hanny Hananto.....” 

“Stop, anda kesambet dari mana...?” Alin menatap menyelidik. 

“Maksudmu...?” Savanna menghentikan kata-katanya melihat wajah Alin yang tak seperti biasanya.

“ Itu daftar pekerjaan yang minggu lalu kau tolak, apakah kau lupa?" Alin menatap menyelidik.

“Aku berubah pikiran Alin, sekarang aku membutuhkan pekerjaan itu...” lanjut Savanna.

“Tinggal satu tahun di Milan, bagaimana dengan Mama-mu...?” Alin mengernyitkan dahi. 

“Itu bisa diatur Alin, Hanny Hananto menawariku sebagai brand ambassador-nya di Milan khusus busana batik tulis karyanya ....” 

“Apakah anda sedang menghindari pernikahan Qori itu dengan Kanaya..?” Alin menatap curiga. 

“Alin anda benar, cinta membuat orang lemah dan bodoh...” Savanna tersenyum sinis, entah untuk siapa. Mungkin untuk dirinya yang tak mampu mengatasi semua gejolak emosinya saat ini, semua masalah seakan datang tumpang tindih. Savanna ingin pergi, mungkin tempat baru akan memberinya ruang yang lebih lapang untuk dirinya berpikir lebih baik.

“Tidak dear, waktu mengucapkan itu aku sedikit kesal. Maafkan atas kata-kataku yang salah..” Alin menggelengkan kepalanya, prihatin. 

“Please Alin, tolong hubungi managemen Rio Stefan aku bersedia mengikuti jadwalnya ke Eropa...” 

“Baiklah, akan kukabari sore nanti.

Dear, anda bukan hanya modelku tapi sudah kuanggap sebagai saudara. Anda boleh dengar kata-kataku ini atau tidak sama sekali, mencintai janganlah terlalu dalam karena batas cinta dan benci itu setipis membalik telapak tangan..” nasehat Alin. 

“Aku tak membencinya Alin, aku hanya belajar menerima apa yang terjadi dan berusaha tetap tegar dengan keadaan ini...” Savanna menghembuskan nafas kasar, benci pada dirinya yang selalu membela Muhammad Thoriq.

“Aku prihatin dear....” 

“Anda benar dalam banyak hal Alin, aku masih harus banyak belajar untuk mengerti hidup ini...” hati manusia sungguh sesuatu yang rumit, tak perduli berapapun banyak pilihanmu maka kau akan menetapkan hanya satu pilihan untuk hidupmu.  Meski dimasa depan mungkin akan menyesalinya karena pilihan itu hanya dilandasi emosi semata tapi setidaknya sudah berusaha.

“Anda lihat bunga kamboja Jepang ini, dia tak selalu mekar sempurna sepanjang musim. Itulah kesempurnaan ilahi tapi manusia sering menilainya sebagai sebuah kecacatan...” Alin menatap bunga kamboja Jepang dihadapannya.

"Aku mengerti Alin, aku harus banyak belajar tentang hidupku. Cinta tak semudah yang kita pikirkan."

Untuk memahami kesempurnaan hidupnya manusia harus belajar memahami kegagalan, rasa sakit, tak berdaya, lemah agar bisa mensyukuri segala yang telah didapatnya  dan menerima bahwa bahagia dan sedih itu juga sebuah karunia.

******

Seluruh keluarga sudah berkumpul, kedua orang tua Kanaya dan kedua orang tua Thoriq. Mereka berbincang seperti biasanya, membahas kesiapan pesta pernikahan anak-anak mereka tiga hari lagi. Senyum bahagia mewarnai wajah kedua orang tua kecuali calon mempelai. Kanaya memperhatikan Thoriq yang sibuk dengan handphone-nya seperti biasa, menghindari percakapan yang menyangkut persiapan pernikahan. Kanaya mengumpulkan kekuatan untuk mulai bicara, ini saatnya ia harus mengambil keputusan, saat keluarga kedua mempelai berkumpul. Keputusan yang akan membuat mereka kecewa bahkan shock tapi Kanaya tak punya pilihan, ia tak mungkin menunggu Thoriq melakukan hal ini. 

“Ma...Pa, Umi dan Abi juga kakak, bisa kumpul sebentar...” meski gugup Kanaya berusaha keras menguatkan hatinya, tak mungkin ditunda lagi.

“ Ya sayang, ada apa...?” Umi menatap tersenyum kepada menantu idaman, sementara Thoriq hanya menatap datar seperti biasanya. Tak pernah menolak tapi juga tak pernah tertarik dengan apapun yang menyangkut persiapan pernikahannya, membuat Kanaya semakin yakin akan keputusannya. 

“Mama dan Papa, Umi dan Abi juga Kakak maafkan jika perkataan saya ini akan melukai tapi ini sudah saya pikirkan berkali-kali dalam seminggu ini...” Kanaya tercekat ditelannya saliva yang terasa pahit, rasanya tak adil membawa keluarga dalam permainan perasaannya. 

“Ada apa sayang...?” Umi mengernyitkan dahi, merasa ada sesuatu yang tak beres. 

“Saya.....saya...ingin mundur dari pernikahan ini...” bola mata Kanaya berkaca, menatap Thoriq yang terlihat terperanjat dari duduknya. 

“Apa maksudmu dengan mundur nak?” Mama berdiri menghampiri anak gadisnya. 

“Kanaya belum siap dengan pernikahan ini Ma..."

“Apa....?” nyaris mereka berucap berbarengan. 

“Adakah yang mengganggu dan mempengaruhi keputusanmu...?” Umi menatap gadis itu menyelidik, ia sudah bisa meraba apa penyebabnya. 

“Tidak Umi, Abi ini murni keputusan saya. Tak ada sangkut pautnya dengan siapapun juga...” Kanaya berusaha tetap tenang meski jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. 

“Thoriq....?” Umi menatap anak semata wayangnya, mencari penyebab dalam wajah itu namun pemuda itu tak bergeming. 

“Bagaimana denganmu nak...?”Abi mendekati anak lelakinya. 

“Semua saya serahkan kepada keputusan orang tua dan Kanaya...” meski terkejut Thoriq berusaha tenang, ia mendekati Kanaya. 

“Maafkan Naya, aku bukan seseorang seperti harapanmu...” Thoriq tak tahu harus mengatakan apa, mungkin ini jalan terbaiknya. 

“Maafkan Naya juga Kak, telah membuat situasi tak nyaman seperti ini..” 

“Aku yang salah Naya, tidak memiliki ketegasan sejak awal....” 

“Sudahlah Kak....” Kanaya melerai hatinya.

“Aku malu padamu dan kedua orang tua kita Naya, jika tegas sejak awal tak akan terjadi hal seperti ini...” Thoriq meremas rambut dikepalanya, gelisah.

“Posisi kakak serba sulit, aku paham ini. Maafkan aku yang terkesan memaksa dalam pernikahan ini dan melibatkan kakak, aku terlalu yakin dengan keputusanku..." Kanaya menahan isaknya.

Hari yang berat, meski ada yang terasa mengganjal namun Kanaya lega sanggup membuat keputusan ini. Orang tuanya dan kedua orang tua Thoriq tampak belum bisa terima bahkan Mama terus menangis menyesali keputusannya. “Maafkan Naya, sudah mengecewakan hati Mama” dilihatnya wanita itu yang masih merunduk sedih. 

Didalam mobil Umi dan Abi tak bicara satu patah katapun, rasanya masih shock dan tak percaya bahwa pernikahan yang akan diselenggarakan tiga hari lagi telah hancur berantakan pada malam ini. Umi tahu penyebabnya namun tak hendak bertanya pada Thoriq, anak itu terlihat tersiksa selama sebulan ini. Meski begitu hatinya belum bisa menerima model itu sebagai calon menantunya dan tak akan pernah bisa! 

*****

Thoriq mengetuk pintu rumah Savanna, perasaannya berdebar-debar membayangkan pertemuannya dengan gadis pujaannya. Semoga Savanna bahagia mendengar berita dirinya tak jadi menikah dengan Kanaya, semoga gadis itu memaafkan kesalahannya. 

“Thoriq, masuk nak..” Mama Savanna mempersilahkannya duduk di ruang tamu. Senyumnya masih seramah dulu seperti tak ada yang berubah. Wajahnya sumringah, sepasang bola matanya mirip dengan putri cantiknya. 

“Bisa ketemu Savanna Tante...” Thoriq menatap penuh harap. 

“Savanna Fashion Show ke Eropa dengan desainer Rio Stefan, apakah dia tidak mengatakannya padamu....?” tatap mata Mama menyelidik.

"Mungkin Savanna belum sempat Tante" dalih Thoriq dengan senyum getir.

"Belum sempat, apakah hubungan kalian baik-baik saja?" Mama menatap menyelidik, belum tahu informasi jika Thoriq akan menikah bahkan sekarang malah batal.

"Hanya ada sedikit masalah komunikasi" Thoriq bersyukur Savanna tidak menceritakan dirinya akan menikah dengan Kanaya.

"Yah....semoga hubungan kalian akan kembali baik" Mama terlihat kawatir.

“Berapa lama Savanna ke Eropa tante...?” 

Thoriq tercekat, menelan salivanya yang terasa pahit. Harapannya pupus, matanya menatap foto gadis itu yang berukuran besar di dinding, seperti sedang menatapnya tersenyum.

“Humairah, hari ini aku memikirkanmu dan tak bisa berhenti memikirkanmu. Apakah kau juga memikirkanku...?” Thoriq menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir wajah dalam foto itu.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status