Share

Part-12 Akhir Kontrak Savanna

Alin, Amira dan Lucy terdiam, menatap Savanna dengan rupa kalut. Ingin menolong tapi tak tahu apa yang harus dilakukan. Lucy menyangga dagunya, menatap Savanna tak berkedip. Selama ini ia melihat kesempurnaan kehidupan Savanna, top model dan digilai banyak pria namun satu-satunya pria yang dicintainya mencampakkannya. No bodys perfect, tak seorangpun sempurna. Selalu ada sisi yang kurang dalam kehidupan seseorang agar seimbang, belajar untuk menyempurnakan.

"Apakah anda masih gamang...?" Amira menatap Savanna, wajah gadis itu terlihat kacau.

"Apakah aku masih punya pilihan Amira...?" Savanna membayangkan acara yang akan dihadirinya, bertemu dengan orang-orang yang saat ini ingin dihindari.

"Baguslah kalau anda sadar, bahwa tanggung jawab adalah segalanya.." Lucy mengingatkan.

"Ini kontrak terakhirmu dengan Kanaya, beginilah bisnis jika dicampur dengan perasaan..." sungut Alin gemas. 

"Maafkan aku Alin, Lucy dan Amira...aku.." Savanna merasa tak enak hati karena telah membawa agency-nya terbawa oleh suasana hatinya.

"Sudahlah, yang penting anda sudah mempersiapkan diri dalam acara ini" Alin tersenyum, menetralisir suasana.

"Insyaallah Alin, apapun keadaannya aku tak akan mengecewakan agency dan kalian semua" janji Savanna meski ia tak yakin dengan ucapannya.

"Alhamdulillah..." serentak mereka berpelukan.

"Terima kasih dear, aku tahu anda model profesional. Yes!" Alin mengepalkan kedua tangannya dan menariknya kebawah dengan ekspresi bahagia.

******

Malam ini adalah peragaan busana muslim bersama designer Kanaya sekaligus kontrak kerja sama terakhirnya dengan gadis itu, apapun keadaannya Savanna harus tetap profesional, bisnis is bisnis!

Acara dimulai dengan pembacaan Al-Qur'an Nur Karim, surah An-Nur (cahaya). Suara Qori nya begitu penuh dinamika, kadang lantang, kadang mendayu. Kadang bola matanya terpejam untuk menghayati arti bacaannya. Hati Savanna bergetar, masih sama seperti pertama kali mendengarnya dulu. Ia seperti berada disebuah tempat tak bernama, damai dan menghanyutkan. Ya Allah, sampai kapan hamba berhenti mengaguminya? Jika dulu ia selalu mencuri lihat padanya, sekarang tidak lagi. Savanna berusaha mengendalikan tatapannya untuk tidak melihat Qori di depannya, Muhammad Thoriq Al-Farisi calon suami Kanaya.

"Astagfirullahaladzim, kenapa aku tak bisa berhenti memikirkannya...?" 

Duduk di sebelah kanannya adalah Kanaya, sebelah kiri Alin. Bangku sebelah  kanan Kanaya adalah kedua orang tuanya dan kedua orang tua Muhammad Thoriq. Savanna merasa berada ditempat pembantaian, khususnya saat bertemu dengan Umi Thoriq. Wanita itu tetap  ramah seperti biasanya, santun dan berkelas. Senyum manis tak tak lekang dari wajahnya tapi Savanna tak bisa melupakan bahwa wanita itu memohon padanya untuk meninggalkan anak lelakinya karena menantu yang diinginkannya hanya Kanaya, bukan seorang model sepertinya. Wanita yang pernah memperagakan busana setengah telanjang dengan alasan art! " Aku memang tidak sepadan dengan anaknya tapi kami saling mencintai" Savanna menghembuskan nafas berat.

Selesai pembacaan Surah An-Nur dilanjut Nasyid dengan lagu AISYAH, dan suara yang mendayu itu tetap menyentuh hatinya. Syair lagunya membuat mata Savanna berkaca, dikerjapnya kelopak matanya agar tak setetes air matapun luruh dipipinya.

AISYAH

Cahaya purnamapun malu padanya

Semua wanita (sepanjang masa) mengandai sepertimu.

Duhai Aisyah putri Abubakar

Kekasih Rasulullah

Bersemayam dalam hati seorang utusan Allah terbaik

Ilmu-mu melampaui pengetahuan yang dimiliki penduduk bumi

Hadis yang agung, yang disampaikan jibril menyebar dibumi

Aisyah cintamu pada Allah sebagaimana cinta yang mencintai Allah

Maka jadilah kau sosok paling dicintai dalam hati umat Islam

Yang rona wajahnya kemerah-merahan, humairah.

Sesekali Kanaya melihat Savanna yang duduk disampingnya, terlihat tidak nyaman dan berusaha keras mengendalikan tatapannya dari panggung karena disana ada seseorang yang sangat diinginkannya, Muhammad Thoriq Al-Farisi. Dengan busana muslim batik warna maron hasil rancangannya model profesional itu terlihat anggun dan berkelas.   Savanna memiliki pesona yang tak bisa ditolak oleh Kaum Adam. Kanaya menghela nafas panjang, berat rasanya harus memutuskan tapi malam ini ia harus memiliki keputusan atas hidupnya!

Kanaya sudah menunggu Thoriq hampir tujuh tahun tapi hubungan keduanya tak pernah meningkat status selain pertemanan. Ya, Thoriq hanya menganggapnya sahabat yang baik. Kanaya tahu dari dulu tapi mengabaikannya, ia percaya cinta akan tumbuh seiring waktu seperti pohon yang selalu dirawat, dan disirami yang akhirnya menghasilkan bunga yang cantik. Tapi bunga itu hanya tumbuh dihatinya,  tidak dihati Thoriq. Entah bagaimana awalnya Thoriq mengenal Savanna brand ambassadornya, sejak itu hati Thoriq makin jauh dan tak terjangkau olehnya. Lamaran itu terjadi karena keinginan-nya, kedua orang tuanya dan kedua orang tua Thoriq ikut mendukung. "Apa yang kurang dariku kakak, hingga tak sedikitpun pintu hatimu terbuka untukku?" Tapi dengan Savanna...? Pintu hatimu langsung terbuka lebar hanya sekali melihatnya. Apa karena dia lebih cantik dan segalanya dariku?" Kanaya menghela nafas berat, persiapan pernikahan-nya sudah 90 % tapi kini hatinya ragu. 

Jika dulu ia masih bisa menikmati senyum Thoriq, berbincang berbagai macam hal, mencari makanan kesukaan bertiga bersama Ilham kini pemuda itu terasa membentang jarak. Thoriq tak lagi memberinya ruang, dia hanya menjawab jika ditanya. Kanaya dan keluarganya pontang-panting mengurus persiapan pernikahan sementara Thoriq tak bergeming, seandainyapun pernikahan ini gagal sepertinya dialah orang pertama yang akan melompat kegirangan. 

"Apa yang bisa kuharapkan dengan hubungan seperti ini...? Pernikahan adalah kontrak seumur hidup, apa yang bisa kuharapkan dari seorang suami yang hatinya sudah diserahkan pada gadis lain..?" Kanaya goyah, mahligai yang akan dibangun-nya begitu rapuh dan tak berpilar! Seperti istanah pasir yang segera hancur hanya satu kali hantaman gelombang. Jika pernikahan ini tetap terjadi maka dirinya adalah orang paling egois didunia, membangun kebahagiaan diatas kehancuran dua hati. Setetes air mata luruh dipipinya. "Mengecewakan orang lain bukanlah sifatku. Aku seorang muslimah, pantang bagiku menghancurkan kebahagiaan orang lain!" Kanaya sibuk berdebat dengan dirinya sendirim

Musik lembut mengiring peragaan busana muslim batik tulis, Savanna melenggang di runway dengan anggun. Postur tubuhnya yang tinggi proporsional dan wajahnya yang eksotik membuatnya berbeda dari model lainnya. Profesional dan sangat menguasai catwalk, tiada duanya. Muhammad Thoriq menahan nafas, sepasang bola matanya tak berkedip menatap panggung. Rindu menguasai perasaannya, sudah lama Thoriq tidak bertemu bahkan seluruh akses komunikasi diputus oleh gadis itu. Lihatlah senyumnya, tak terlihat bahwa sebulan lalu Savanna meringkuk dirumah sakit karena dirinya. Hari ini ia terlihat  tegar bahkan ketika berpapasan hanya mengangguk dengan senyum tipis seperti tak pernah terjadi apa-apa antara dia dan dirinya. "Kebebasanku tak lama lagi, apa yang seharusnya kulakukan untuk menebus dosaku karena meninggalkannya..? Aku merindukanmu humairah, sangat!" Tapi begitu melihat tatapan mata Umi, Thoriq kembali sadar untuk siapa dia berkorban!

Ketika acara selesai Thoriq mencari kesempatan untuk bertemu Savanna namun tim Savanna seperti tak memberinya ruang untuk bertemu, gadis itu dijaga sangat ketat oleh managemen-nya dengan dua bodyguard yang kekar. Thoriq mengejar ke loby namun sebuah mobil mewah berhenti didepan loby dan seorang pria bule yang sangat tampan dengan jas mahal membukakan pintu gadis itu. Thoriq tercekat, ditelannya saliva yang terasa pahit dimulutnya. "Bule itu, siapa dia...?" terlihat akrab dan familiar dengan gadisnya. Ada rasa sakit menyengat dadanya, gerahamnya mengeras dengan sebelah tangannya mengepal. Jika tadinya ada sedikit harapan kini semuanya seakan lenyap bagai asap! 

Thoriq termangu di loby dengan pikiran berbaur namun mendadak kaca mobil diturunkan, Savanna menatapnya dan Thoriq membalasnya. Keduanya saling menatap dalam sesaat, tanpa senyum. Detik berikutnya kaca mobil tertutup dan pelan-pelan mobil melaju meninggalkan Thoriq yang termangu diloby. Orang berlalu-lalang melewatinya namun Thoriq merasa sendiri. Seseorang menegurnya...

"Hai...apa kabar..?" sapa Alin.

"Alhamdulillah baik, bagaimana kabarmu Alin..?"

"Baik.."

"Alin, bisakah aku menitipkan bungkusan ini untuk Savanna...?" 

"Tentu saja dengan senang hati..." Alin menerima bungkusan dari tangan Thoriq.

"Terima kasih Alin.." Thoriq menyerahkan plastik putih dengan bungkusan warna coklat didalamnya.

Thoriq lega sudah menyerahkan bingkisan untuk kekasihnya, setidaknya Savanna tahu bahwa ia tak pernah melupakannya. Ditempat yang sama sepasang mata mengawasi pemuda itu, hatinya terasa ngilu.  Air mata Kanaya kembali meleleh, ia merasa berdosa telah menjadi duri pemisah antara Thoriq dan Savanna.

*****

Thoriq mendatangi rumah Savanna, mobil yang semalam dilihatnya didepan loby  terparkir dipekarangan gadis itu namun sepertinya sudah akan keluar. Mobil Toriq terparkir dibawah pohon mangga yanģ rimbun, menunggu mobil bule itu keluar halaman. Savanna mengantarnya hingga keluar pintu, nampak akrab dan  perhatian. Dada Thoriq bergemuruh, bule itu terlihat mapan dan sangat tampan. "Savanna sudah mendapatkan penggantiku, mungkin itu yang terbaik..." Thoriq menghela nafas panjang.

Sampai pintu gerbang tertutup mobil Thoriq masih dibawah pohon mangga, tak ada seorangpun melihat kehadirannya. Ia menimbang untuk masuk atau tidak kerumah kekasihnya. Savanna sudah menemukan penggantinya, tak ada gunanya bertemu. Dibunuhnya rasa rindunya, Thoriq menghidupkan   mobilnya, menuju panti! Melihat keceriaan anak-anak di panti hatinya terhibur. Anak-anak tak mengenal arti sedih, kehidupannya yang polos mengalir seperti air. Seorang gadis kecil menghampirinya. 

“Kakak sendirian...?” gadis kecil itu menatap polos, sepasang bola matanya mencari-cari seseorang yang biasa bersamanya.

“Ya, sendiri” Thoriq tersenyum tipis, tahu siapa yang dimaksud gadis kecil itu. Savanna biasanya datang membawakan cerita untuk anak-anak panti. Ada perih didadanya mengingat gadisnya. Seseorang yang akan ditinggalkan tapi selalu dirindunya. "Aku sudah berusaha melupakanmu Humairah tapi tak bisa, mungkin tak akan pernah bisa!"

Pohon flamboyan dan bangku dibawahnya adalah kenangan tak terlupakan, dirinya dan Savanna, biasanya keduanya berbincang disana seusai tugas di panti. Sekarang ia datang sendiri namun jejak gadis itu ada dimana-mana. Andai bisa melupakannya, andai bisa membunuh perasaan ini. "Ya Rabb, ampuni hamba-MU yang belum sempurna mencintai-MU".

*****

Dikamarnya Savanna membuka bungkusan dari Alin, jantungnya berdegup melihat kartu kecil didalamnya bertuliskan nama Muhammad Thoriq. "Semoga anda menyukai isinya, humairah" tak ada kata cinta, tak ada kata perpisahan, tak ada kata-kata romantis seperti kisah cinta Romeo & Julied karena sesungguhnya semua cinta hanya untuk-Nya, Sang pemilik Cinta Sejati.

Sebuah gamis dari batik tulis yang sangat lembut dan indah dengan warna hijau tosca yang cantik, warna sutera di surga. Dipeluknya busana itu ke dadanya, ingin dirasakannya kehangatan pemberinya. Dibawanya busana itu kehidungnya, dicarinya aroma Muhammad Thoriq dalam busana itu namun yang ada hanya harum lavender. Keduanya tak pernah bersentuhan kecuali saat sakit itu, Thoriq menggenggam tangannya untuk pertama dan mungkin yang terakhir kali. Savanna bisa merasakan kehangatan  mengaliri  pembuluh darahnya yang tadinya dingin dan ia bisa merasakan kehidupan dalam tangan yang menyentuhnya. 

Di zaman yang serba gila dan bebas ini Savanna menemukan mutiara yang sangat berharga. Sungguh ia mengagumi pribadinya, dia tampak unik dan berkelas. Meski tak bisa bersamanya ia berdoa, semoga Thoriq dan Kanaya bahagia. Dibawanya baju itu dalam tidurnya, semoga Allah menjaganya seperti dia yang selalu menjagaku. Thoriq menjaga wanita seperti ia menjaga ibunya!

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status