Dress semi formal di bawah lutut, dengan bahu sedikit terbuka melekat indah di tubuh Elya. Warna merah menyala, kontras dengan kulitnya yang putih. Dilengkapi dengan sepatu hak tinggi berwarna senada setinggi sembilan sentimeter, membuat kaki jenjang Elya terlihat dengan jelas.Rambut disanggul ala pramugari, membuat leher putih dan mulus Elya terpampang dengan sempurna. Jepitan kecil berbentuk sekuntum bunga dengan lima buah kelopak, menempel manis di rambutnya. Masing-masing kelopak terbuat dari berlian berwarna merah menyala, sama dengan warna dress yang dikenakan Elya.Berkelas dan berani, kesan yang ditampilkan Elya, saat pertama kali orang melihat penampilannya malam ini."El …." Bram menahan tangan Elya saat dia akan membuka pintu mobil.Elya mengurungkan niatnya keluar dari mobil. Dia menoleh pada Bram yang terlihat sedikit kurang baik. Namun, wajah dingin dan tegas itu mampu menutupi kegugupannya.Bram terlihat sangat berwibawa menggunakan setelan j
"Aku berbohong tentang kemandulanku. Kau tidak pernah bertanya kenapa, El?" Bram menelisik wajah Elya. Berusaha membaca raut wajah wanita cantik itu."Aku tahu, kau terlanjur sakit hati dibohongi dan dijadikan tameng olehku selama bertahun-tahun, sehingga kau memutuskan membatukan hati, tidak peduli apapun alasannya." Bram menyeka ujung matanya yang berair."Izinkan aku menjelaskan kenapa aku melakukannya, El." Bram menatap Elya. Meminta izin.Aduh! Bram mendesah, mata Elya basah."Awalnya aku tidak yakin kau tulus mencintaiku, El. Seperti wanita kebanyakan, kau tenggelam dalam cinta yang kupersembahkan dan harta yang kuberikan." Bram menjeda kalimatnya.Bunyi AC mobil berdesing. Dingin menyentuh kulit bahu Elya yang terbuka. Sedingin hatinya kini, pada lelaki bergelar suami di depannya."Aku berpikir tidak akan masalah bagimu, menerima semua hinaan itu. Karena tujuanmu adalah harta, aku yakin kau bisa menahan semuanya." Bram men
Elya membuka pintu mobil, membantingnya dengan keras.Bram mendesah.Kepalanya pusing. Dia takut kehilangan Elya, takut tidak menjadi pimpinan perusahaan lagi, takut mengecewakan Papa Lin. Dia takut akan banyak hal. Dibalik sikap dingin Bram, bertahun dia menyimpan ketakutan itu sendirian.Bukan tanpa alasan dia menolak berterus terang pada Papa Lin dan Mama Vania. Dia tidak mau membebani masa tua mereka. Dia ingin kedua orangtuanya hidup damai di masa senja, setelah perjuangan berat dulu di masa muda.Selain itu, dia anak sulung laki-laki, tumpuan harapan keluarga. Bagaimana mungkin dia membuat khawatir mereka dengan kondisinya seperti ini?"Elya …." Sekali lagi Bram menyebut nama Elya. Dia menghela napas untuk yang ke sekian kalinya."Andai kau tahu fakta ini nanti, El. Semua tidak akan kacau begini!" Bram mendesis dan memukul kemudi mobil.Bram lulusan salah satu perguruan tinggi terbaik di luar negeri. Dia meraih gel
"Tasmu tertinggal, El." Bram menyerahkan tas tangan Elya. Tas mewah berwarna merah menyala, dengan warna emas melingkari pinggirannya.Lucu sekali melihat Bram yang sangat jantan itu menenteng tas tangan milik Elya. Mengundang senyum di bibir Elya dan Mama Vania. Sementara Ranti semakin gusar melihat pemandangan itu."Hellooooooo … Mas Bram, hei! hei! Sadar!" Ranti menjentikkan jari telunjuk dan jempol di muka Bram."Sebegitu bucinnya Mas ke wanita ini?" Ranti menunjuk Elya dengan dagu."Pakai pelet apa sih? Ampuh banget!""Ranti! Jaga ucapanmu, dia Kakak iparmu." Bram menatap Ranti tajam."Tenang saja, Mas. Sebentar lagi sudah bukan." Ranti tersenyum sinis."Ranti!" Bram mengepal tangan.Sementara Elya hanya menatap Ranti datar. "Kau kira aku mau terus bersama masmu? Aamiin, semoga sebentar lagi aku terbebas dari lingkaran keluarga menyebalkan ini." Ingin sekali rasanya Elya meneriakkan kalimat itu di wajah Ran
"Beberapa bulan belakangan, Frans jarang ikut acara keluarga, Ran?" Elya melanjutkan melangkah.Dia tidak menanggapi omongan Ranti barusan. Elya menyimpan kesal itu di dalam hati. Bukan caranya menunjukkan emosi di depan lawan."Jangan mengalihkan pembicaraan, Elya, kau –""Kau ingin aku menanggapi omonganmu bagaimana memangnya?" Elya tersenyum, memotong ucapan Ranti. Langkahnya anggun memasuki teras rumah Kakek Harimurti.Rumah dua lantai dengan halaman yang sangat luas itu terlihat sangat megah. Bergaya khas Eropa, menggunakan cat putih gading dengan pilar-pilar besar. Mewah. Kesan pertama saat melihat rumah itu.Ranti berdecak sebal. Dia selalu kalah setiap adu omongan dengan Kakak iparnya itu. Jauh di dalam hati dia mengakui, selain cantik, Elya juga wanita yang baik. Dia bisa melihat bagaimana cara Elya memperlakukan dan menghormati Bram selama ini.Wajar sebenarnya jika Bram begitu memuja Elya. Namun, melihat bagaimana kedu
"Jangan terlalu mengurusi jandaku, Ran. Karena begitu aku menjadi janda, kupastikan kau akan menjanda juga. Kau pasti sadar benar, sekali aku menanggapi Frans, pernikahan kalian selesai." Elya mengembuskan napasnya di leher Ranti."Bisa apa dirimu tanpa Frans? Jangan terlalu sombong dengan apa yang kau punyai. Mungkin kau merasa sempurna karena bisa memberikan dia keturunan, tapi kau sama sepertiku, tidak lebih dari seorang istri yang hanya pandai bersolek!" Elya tersenyum, mengembalikan semua kata-kata Ranti padanya.Elya memijat lembut bahu Ranti yang menegang."Aku duluan, Ran. Sepertinya acara penyambutan calon janda seperti kita akan segera dimulai." Elya tersenyum penuh kemenangan menatap Ranti yang mukanya memerah.Elya menjauhkan badan mereka. Sejenak memindai penampilan Ranti dari atas ke bawah. Kemudian menggeleng sambil tertawa kecil.Elya berjalan dengan anggun, meninggalkan Ranti yang membeku.***"Bram
"Aku punya foto hasil pemeriksaan itu." Elya berkata tenang, dengan anggun mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.Seketika ruangan itu hening.Suara Elya mengambang di langit-langit.Udara seperti hilang.Tarikan-tarikan napas terdengar sangat berat.Elya tersenyum tenang. Dia membuka salah satu foto di ponsel berlogo apel tergigit itu menggunakan tangan kanannya. Tangan yang mulus, putih, dan jari yang lentik dihiasi dengan lukisan bunga teratai berwarna merah muda di kukunya. Indah, siapapun yang melihat tangan itu pasti berdecak kagum. "Ada yang mau melihat foto hasil pemeriksaannya?" Suara Elya lembut terdengar. Tangannya terangkat, mengacungkan ponsel sambil menggoyang-goyangkannya.Hening. Ketegangan membungkus ruangan itu."Elya …." Bram mengambil ponsel Elya. Sigap Elya menjauhkannya dari Bram."Kenapa, Mas? Mas lupa hasilnya makanya mau lihat lagi?" Elya mengedipkan sebelah matanya pada Bram.
"Saat ini, perusahaan mempunyai pinjaman dalam jumlah besar di dua kreditur kenalan temanku itu, Kek. Investasi itu membutuhkan dana yang besar, sehingga aku harus berhutang karena memerlukan tambahan modal. Tapi hasil investigasi ternyata salah perhitungan, sehingga setiap tahun hasil minyak yang didapat semakin berkurang. Hal ini menyebabkan perusahaan tidak bisa melunasi hutang. Gagal bayar." Bram meletakkan gelas es jeruk."Saat itulah, perusahaan temanku akan mengambil alih semua aset perusahaan kita. Mereka yang akan berpura-pura menjadi pembeli di pelelangan pengadilan nanti." Bram menghela napas lagi."Aku harus bermain rapi, karena jika tidak, Om Ridho dan Om Miko, suami Tante Adisti, pasti bisa mencium adanya ketidakberesan dalam masalah ini. Oleh karena itulah, aku memerlukan waktu yang sedikit lama, untuk bisa menyelesaikan semua.""Apa yang kau butuhkan untuk bisa mempercepat semuanya? Kita sudah tidak bisa menunggu! Malam ini pasti mereka ak