Short
Daddy Said He Didn’t Know I Was Allergic to Cherries

Daddy Said He Didn’t Know I Was Allergic to Cherries

By:  MeteoriteCompleted
Language: English
goodnovel4goodnovel
7Chapters
3.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Daddy brought me to Aunt Jenny’s party. As I was eating a piece of cake, I tasted a cherry between the layers and hurriedly spat it out. Once, I broke out in rashes after eating a cherry and nearly died, so I was deeply traumatized by that flavor even as a young child. However, Aunt Jenny looked heartbroken. “I hid a cherry in the cake as a little surprise, just like it’s good luck to get a bay leaf in a pie. How could you be so rude, Kenny?” Daddy did not even let me explain. He chased me out in the yard and made me stand there as punishment. Mommy said it had been more than a hundred degrees out lately, so she told me to stay home and not go out to play. Now I knew just how hot 104 degrees could be! My body was all itchy, too. I was finding it hard to breathe. I wanted to ask Daddy to forgive me, but he refused to open the door no matter how hard I knocked. He glanced at me coldly through the floor-to-ceiling window. He was not going to let me back in.

View More

Chapter 1

Chapter 1

"Ayah, jangan lakukan ini padaku! Aku tidak mau di sini!”

Plak!

“Diam, Lynette! Kalau kau tidak menutup mulutmu, aku akan menamparmu lagi!”

Lynette Pugh merasakan pipinya panas untuk tamparan yang kesekian kalinya dari Benjamin Morreti.

Lynette tersungkur menabrak tiang rumah yang tinggi menjulang di belakangnya. Dengan susah payah, Lynette kembali memegang kaki Benjamin untuk meminta belas kasihnya.

“Aku bilang lepaskan!" seru Benjamin. "Cepat berdiri! Aku tidak ingin orang lain melihatmu seperti ini. Kau ini benar-benar aib yang harus segera ku singkirkan!”

Benjamin memukul tangan Lynette dan kembali duduk di atas sofa mahal.

Di antara isak tangis Lynette, seorang laki-laki muda berjalan mendekati mereka. Sosoknya tinggi dengan rambut pirang yang tertata rapi dan pakaian semi formal.

Benjamin segera berdiri dan menyambut laki-laki tersebut.

“Tuan Rekash, maaf kami sedikit terlambat. Ada sesuatu yang menahan kita, tapi itu bukan masalah besar."

Benjamin melirik ke arah Lynette yang masih duduk di lantai.

Rekash tidak peduli dengan hal tersebut. Dia berhenti berjalan di depan Lynette dan menatapnya.

"Dia putrimu?”

“Ya, dia putriku. Namanya Lynette. Dia memang tidak sempurna. Tapi, aku yakin dia bisa memuaskan Tuan Issac dengan sangat baik!”

“Ayah!” jerit Lynette.

Lynette berdiri, lalu berjalan mendekati Benjamin.

“Jangan katakan seperti itu, Ayah! Aku tidak mau!”

Benjamin tidak peduli pada teriakan Lynette. Dia menyodorkan beberapa dokumen.

“Tuan Rekash, dia sudah menandatangani semua berkasnya."

Rekash memeriksa semua berkas. Tidak lama, dia mengangguk. “Baik. Tapi, katamu dia tidak sempurna? Apa kau yakin memberikan barang yang tidak sempurna sebagai tanda perdamaian untuk Tuan Issac?”

Benjamin gelagapan. Laki-laki paruh baya itu mencengkram kedua lengan Lynette dan membawanya ke depan Rekash.

“Tuan Issac suka dengan wanita polos dan perawan, kan? Dia masih perawan. Aku bisa menjaminnya!”

“Ayah!”

Rekash memiringkan kepalanya, menatap Lynette dari atas ke bawah dan sebaliknya.

Rekash berkata, “Baiklah. Aku akan mengabarkan tentang keputusan Tuan Issac besok pagi. Dia akan jadi penentu."

Penentu? Apa maksudnya?

Rekash bicara lagi, "Penentu apakah Tuan Issac akan memberikan tanda damai atau malah melemparkan bendera perang kepada keluarga penghianat sepertimu!”

“Ya, ya. Tentu saja.”

Benjamin merinding saat mendengar kata perang.

Rekash berbalik badan untuk berbicara dengan para penjaga.

Benjamin segera memberikan ancaman pada Lynette. “Dengar, Lynette! Kau harus bisa memenangkan hati Tuan Issac malam ini. Berikan apa yang dia inginkan tanpa membantah!"

"Tapi, kenapa harus aku?"

Benjamin terus mengancamnya. "Jika, kau tidak melakukannya, aku berjanji akan membunuh anak haram sepertimu!”

“Nona Lynette, ikut saya!" seru Rekash. "Dan kau Tuan Benjamin, pergilah!”

Benjamin mendorong punggung Lynette agar mengikuti Rekash. “Pergi sana, sialan!”

Tidak ada yang bisa Lynette lakukan, selain berjalan di belakang Rekash. Untuk yang terakhir kalinya, dia menoleh ke belakang. Dia menatap Benjamin dengan marah yang bercampur rasa takut.

Lynette berjalan melewati sebuah lorong panjang setelah berbelok di koridor pertama. Dia tidak bisa berhenti memikirkan nasib selanjutnya.

Jika Lynette tidak bisa memenangkan hati Tuan Issac, Benjamin akan membunuhnya. Masalahnya, dia tidak tahu siapa Tuan Issac itu!

Dua orang pelayan telah menunggu di depan pintu. Mereka mengangguk pada Rekash. Lalu, membukakan pintu.

Sebelum masuk, Rekash melirik Lynette yang berwajah pucat.

“Seharusnya, bukan kau yang datang ke sini," ujar Rekash.

“Aku tidak tahu apapun." Lynette menjawab dengan terbata-bata.

Rekash berdecih. “Cih! Tidak tahu apapun?! Bahkan kau telah menandatangi surat pernikahan.”

Lynette menoleh ke arah Rekash dengan mata yang membulat.

“Ternyata, kau memang tidak sempurna.”

Rekash memberikan isyarat pada dua pelayan tadi sebelum pergi. Kemudian, mereka meminta Lynette untuk mengganti pakaian.

Di dalam ruang ganti, Lynette memandangi dirinya. Dia memakai gaun berwarna merah menyala yang sangat pendek. Memamerkan paha, bagian atas dadanya dan punggung putih bersih miliknya.

Lynette keluar dengan malu. Lalu, salah satu dari pelayan segera mendandaninya. Mereka dengan sengaja memakaikan lipstik berwarna senada dengan gaun Lynette.

“Tunggu jam 10 malam! Tuan Issac akan datang ke mari. Jangan tidur atau membuatnya menunggu!"

Saat ini, masih pukul 9 malam. Lynette hanya sendirian di kamar ini. Duduk di atas ranjang dan tanpa sadar tertidur. Rasa nyaman dan hangat, membuatnya lupa pesan kedua pelayan tadi.

Tepat pukul 10 malam, pintu terbuka. Seorang pria dengan setelan jas hitam, tinggi dengan rambut hitam. Mata birunya menatap lekuk tubuh Lynette yang menawan.

Semakin mendekat, dia akhirnya mendudukkan dirinya di pinggir ranjang. Lalu, menatap wajah Lynette yang sangat cantik.

Kemudian, dia terpaku pada bibir mungil Lynette. Ibu jarinya menyapu bibir Lynette dengan dorongan hasrat yang membara.

“Bibir yang cantik.”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.

Comments

user avatar
Cris Land
Já li......
2025-03-17 07:52:33
0
7 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status