Share

Bab 109 Hati Kecil

Penulis: Dama Mei
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-15 13:16:26

“Aku tidak di sini untuk bertengkar denganmu,” Ryder menyahut, mengangkat kedua tangan seolah tak bersenjata. “Aku hanya kebetulan melihatmu keluar tadi. Kukira, kita bisa saling menyapa sebagai mantan kekasih?”

Belle menggigit bibir, berusaha tetap tenang. “Apa yang kau inginkan?”

“Aku tidak bermaksud menyakitimu,” katanya, masih mendekat.

“Cukup,” potong Belle tajam, akhirnya menemukan suaranya. “Aku tidak ingin melihatmu lagi, apalagi mendengar suaramu. Kau bagian dari masa lalu yang ingin kuhapus. Jangan ikuti aku. Jangan dekati aku. Atau aku akan—”

“Akan apa?” Ryder menyeringai. “Tidak ada yang kulanggar hari ini, Be

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 118 Harus Dihadapi

    Cahaya lampu gantung kristal di lantai paling atas kantor Hudson Group memantul pelan di dinding kaca yang menghadap ke gemerlap kota. Malam sudah lama turun, namun ruangan itu tetap hidup. Dengan cahaya putih lembut dan denting halus dari jam dinding antik yang terus berdetak.Dante Hudson berdiri membelakangi pintu, kedua tangannya terselip di saku celana. Dia menatap kosong ke arah jendela besar yang menghadap lanskap malam. Di mejanya, lembaran laporan bertumpuk rapi, tetapi tidak satu pun disentuh.Pikirannya berada jauh di luar ruangan ini—di desa kecil tempat Belle menghilang membawa separuh jiwanya.Pintu diketuk pelan.“Masuk,”Fabian Reiter, asisten pribadinya yang setia, melangkah masuk dengan berkas di tangan. Wajahnya tampak lelah, tapi ada percik kegembiraan yang ditahan di matanya. Dia menutup pintu perlahan dan berdiri tegak.“Tuan Hudson, kami menemukan sesuatu,”Dante menoleh. Sorot matanya menyipit. “Richard Grentham?”Fabian mengangguk. “Belum sepenuhnya pasti. Tap

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 117 Arogansi

    Eddie berdiri di sisi pintu, menatap halaman belakang yang mulai ramai. “Setelah aku membantu restoran ini agar bisa berdiri kuat, aku tahu waktunya untuk mundur perlahan. Restoran ini bukan tempat yang harus kupegang selamanya,”“Kau membantu banyak, Ed. Kami tidak akan bertahan musim lalu tanpamu,” timpal Belle.Eddie menoleh dan tersenyum, tapi ekspresinya berubah sedikit serius. “Dan sekarang... aku membuka sesuatu yang baru,”Belle menaikkan alis. “Maksudmu... bisnis baru?”“Ya.” Eddie mengangguk. “Toko bunga kecil di pojok jalan dekat sekolah dasar. Aku menyewa tempat itu bulan lalu. Dan renovasinya sudah selesai kemarin,”Belle terpana. “Toko bunga?”“Ya,” katanya ringan. “Aku ingat, dulu kau pernah cerita kalau kau merindukan mengurus toko bunga keluargamu di kota. Waktu aku melihat tempat itu... entah kenapa, aku langsung teringat kau,”Belle perlahan melangkah mendeka. “Tunggu… jadi, kau membuka toko bunga… karena aku?”Eddie mengangguk. “Bukan hanya karena kau. Tapi juga un

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 116 Menimbang Lama

    Cahaya matahari pagi menembus kaca-kaca tinggi gedung Hudson, memantulkan kilau ke meja oval panjang di ruang rapat eksekutif lantai tertinggi. Suasana ruangan pagi itu terasa tegang. Tak seperti biasanya, semua direksi hadir lengkap, mengenakan jas formal dengan berkas tebal di hadapan mereka. Sejumlah dokumen berserakan, grafik nilai investasi menurun, dan rencana proyek besar yang tertunda tanpa kepastian.Di ujung meja duduk Dante Hudson, mengenakan setelan abu gelap dengan dasi hitam tipis. Matanya tajam menyapu wajah-wajah di sekitarnya. Di balik ketenangan itu, dia menyimpan kekacauan pribadi—kepergian Belle, keterlibatan ibunya dalam rencana kotor, dan sekarang... krisis proyek yang bisa mengguncang Hudson Group.Dante membuka rapat tanpa basa-basi. "Kita akan langsung masuk ke pokok permasalahan. Proyek Sentral Prime District—sektor lahan strategis di pusat kota yang menjadi inti ekspansi Hudson Group tahap ketiga, masih tidak bergerak. Sudah tiga tahun kita menunggu akses,

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 115 Ambisius

    Udara desa selalu berbeda dari kota. Dingin yang menusuk di malam hari bukan berasal dari pendingin udara, melainkan dari kelembaban tanah, dari pepohonan yang membisik, dari kabut tipis yang menggantung rendah di ladang. Di bawah langit yang diselimuti bintang samar dan awan tipis, sebuah mobil berhenti perlahan di depan rumah sederhana bercat putih gading, dengan pagar kayu yang sudah mulai berjamur di bagian bawahnya.Belle turun dari mobil. Dia mengenakan jaket panjang dan membawa tas kecil di bahu. Hanya satu koper di bagasi.Rumah itu berdiri tenang, jendela-jendelanya tertutup rapat, lampu teras menyala remang. Tak ada suara selain gesekan daun kering yang tertiup angin. Ayah dan ibunya pasti sudah tidur. Belle tahu mereka tidak mengunci pagar, dan memang tidak perlu. Ini desa yang damai.Belle tidak langsung masuk. Dia berjalan pelan ke anak tangga kayu berderit yang mengarah ke teras kecil. Lalu dia duduk. Belle melipat lutut dan memeluknya. Matanya menatap kosong ke depan,

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 114 Sementara

    Pagi itu, langit kota tampak pucat. Tapi di lantai paling atas Hudson Group—lantai yang tak pernah dibuka untuk umum, udara lebih dingin dari biasanya. Ruang kerja Dante Hudson berada di ujung koridor yang sunyi, dinding kaca menghadap kota dengan tirai otomatis yang setengah terbuka. Di dalam ruangan luas itu, Dante berdiri membelakangi pintu. Mengenakan kemeja putih tanpa jas, kedua tangannya dimasukkan ke saku celana saat dia memandangi horizon yang diselimuti kabut. Kopi di atas mejanya sudah dingin, berjam-jam tak disentuh.Ketukan ringan terdengar dari arah pintu.Tanpa menoleh, Dante bersuara pelan. “Masuk,”Pintu terbuka, dan Jamie melangkah masuk. Dia mengenakan kemeja hitam polos dan celana senada. Di tangannya, ada sebuah map tipis berwarna abu-abu.Jamie menutup pintu perlahan, lalu berjalan melewati lantai kayu yang bergema. Dia berdiri di depan meja kerja Dante dan meletakkan map itu tanpa berkata-kata.Dante menoleh. “Sudah?”Jamie mengangguk pelan. “Sudah. Ryder mau bi

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 113 Benci

    Lex mengangguk. “Iya. Aku malas pakai jalur hukum sekarang. Polisi terlalu lambat, dan Ryder terlalu licik. Kita butuh orang yang tahu caranya menekan,”Jamie memasukkan tangannya ke saku jaket. Dia menatap Ryder tanpa ekspresi. “Kalau begitu, beri aku sepuluh menit. Dan satu ruangan kosong,”Dante bangkit dari ranjang, wajahnya menegang. “Kau yakin bisa buat dia bicara?”Jamie mengangguk, matanya masih menatap Ryder. “Yakin. Karena tidak seperti kalian, aku dibesarkan di keluarga yang menganggap kekerasan sebagai warisan budaya,”Hening menggantung di udara. Semua orang tahu siapa Jamie dan reputasinya, yang membawahi hampir semua bisnis gelap bawah tanah di negara in

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status