Share

Bab 110 Ingin Bicara

Author: Dama Mei
last update Last Updated: 2025-06-16 15:20:17

Belle memundurkan langkah, tapi punggungnya kini sudah menempel pada pagar besi. Tidak ada jalan keluar, dan tidak ada orang lewat. Dan dia tidak bisa berteriak—Ryder berdiri cukup dekat untuk menutup mulutnya dalam satu gerakan.

“Aku tidak mencintaimu,” ucap Belle pelan. “Dan aku tidak akan pernah mau kembali ke masa itu,”

Ryder mencondongkan tubuh, menyandarkan satu tangannya di pagar, tepat di samping kepala Belle. Sorot matanya tajam, seperti sedang menelanjangi luka lama yang ingin Belle sembunyikan.

“Kau hidup terlalu nyaman sekarang. Bersama pria kaya, tinggal di penthouse. Bahkan memakai cincin berlian di jari. Tapi jangan lupa, Belle… aku tahu siapa dirimu sebelum semua itu,”

Belle mencoba tetap tenang. “Kalau kau menyentuhku lagi, Dante tidak akan tinggal diam,”

“Ah, jadi itu nama kekasihmu, huh?,” gumam Ryder dengan nada sinis. “Pria yang punya segalanya, tapi tidak tahu masa lalu tunangannya,”

“Jangan bawa-bawa dia,”

Ryder tersenyum dingin. “Terlambat,”

Belle masih berdiri
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 118 Harus Dihadapi

    Cahaya lampu gantung kristal di lantai paling atas kantor Hudson Group memantul pelan di dinding kaca yang menghadap ke gemerlap kota. Malam sudah lama turun, namun ruangan itu tetap hidup. Dengan cahaya putih lembut dan denting halus dari jam dinding antik yang terus berdetak.Dante Hudson berdiri membelakangi pintu, kedua tangannya terselip di saku celana. Dia menatap kosong ke arah jendela besar yang menghadap lanskap malam. Di mejanya, lembaran laporan bertumpuk rapi, tetapi tidak satu pun disentuh.Pikirannya berada jauh di luar ruangan ini—di desa kecil tempat Belle menghilang membawa separuh jiwanya.Pintu diketuk pelan.“Masuk,”Fabian Reiter, asisten pribadinya yang setia, melangkah masuk dengan berkas di tangan. Wajahnya tampak lelah, tapi ada percik kegembiraan yang ditahan di matanya. Dia menutup pintu perlahan dan berdiri tegak.“Tuan Hudson, kami menemukan sesuatu,”Dante menoleh. Sorot matanya menyipit. “Richard Grentham?”Fabian mengangguk. “Belum sepenuhnya pasti. Tap

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 117 Arogansi

    Eddie berdiri di sisi pintu, menatap halaman belakang yang mulai ramai. “Setelah aku membantu restoran ini agar bisa berdiri kuat, aku tahu waktunya untuk mundur perlahan. Restoran ini bukan tempat yang harus kupegang selamanya,”“Kau membantu banyak, Ed. Kami tidak akan bertahan musim lalu tanpamu,” timpal Belle.Eddie menoleh dan tersenyum, tapi ekspresinya berubah sedikit serius. “Dan sekarang... aku membuka sesuatu yang baru,”Belle menaikkan alis. “Maksudmu... bisnis baru?”“Ya.” Eddie mengangguk. “Toko bunga kecil di pojok jalan dekat sekolah dasar. Aku menyewa tempat itu bulan lalu. Dan renovasinya sudah selesai kemarin,”Belle terpana. “Toko bunga?”“Ya,” katanya ringan. “Aku ingat, dulu kau pernah cerita kalau kau merindukan mengurus toko bunga keluargamu di kota. Waktu aku melihat tempat itu... entah kenapa, aku langsung teringat kau,”Belle perlahan melangkah mendeka. “Tunggu… jadi, kau membuka toko bunga… karena aku?”Eddie mengangguk. “Bukan hanya karena kau. Tapi juga un

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 116 Menimbang Lama

    Cahaya matahari pagi menembus kaca-kaca tinggi gedung Hudson, memantulkan kilau ke meja oval panjang di ruang rapat eksekutif lantai tertinggi. Suasana ruangan pagi itu terasa tegang. Tak seperti biasanya, semua direksi hadir lengkap, mengenakan jas formal dengan berkas tebal di hadapan mereka. Sejumlah dokumen berserakan, grafik nilai investasi menurun, dan rencana proyek besar yang tertunda tanpa kepastian.Di ujung meja duduk Dante Hudson, mengenakan setelan abu gelap dengan dasi hitam tipis. Matanya tajam menyapu wajah-wajah di sekitarnya. Di balik ketenangan itu, dia menyimpan kekacauan pribadi—kepergian Belle, keterlibatan ibunya dalam rencana kotor, dan sekarang... krisis proyek yang bisa mengguncang Hudson Group.Dante membuka rapat tanpa basa-basi. "Kita akan langsung masuk ke pokok permasalahan. Proyek Sentral Prime District—sektor lahan strategis di pusat kota yang menjadi inti ekspansi Hudson Group tahap ketiga, masih tidak bergerak. Sudah tiga tahun kita menunggu akses,

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 115 Ambisius

    Udara desa selalu berbeda dari kota. Dingin yang menusuk di malam hari bukan berasal dari pendingin udara, melainkan dari kelembaban tanah, dari pepohonan yang membisik, dari kabut tipis yang menggantung rendah di ladang. Di bawah langit yang diselimuti bintang samar dan awan tipis, sebuah mobil berhenti perlahan di depan rumah sederhana bercat putih gading, dengan pagar kayu yang sudah mulai berjamur di bagian bawahnya.Belle turun dari mobil. Dia mengenakan jaket panjang dan membawa tas kecil di bahu. Hanya satu koper di bagasi.Rumah itu berdiri tenang, jendela-jendelanya tertutup rapat, lampu teras menyala remang. Tak ada suara selain gesekan daun kering yang tertiup angin. Ayah dan ibunya pasti sudah tidur. Belle tahu mereka tidak mengunci pagar, dan memang tidak perlu. Ini desa yang damai.Belle tidak langsung masuk. Dia berjalan pelan ke anak tangga kayu berderit yang mengarah ke teras kecil. Lalu dia duduk. Belle melipat lutut dan memeluknya. Matanya menatap kosong ke depan,

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 114 Sementara

    Pagi itu, langit kota tampak pucat. Tapi di lantai paling atas Hudson Group—lantai yang tak pernah dibuka untuk umum, udara lebih dingin dari biasanya. Ruang kerja Dante Hudson berada di ujung koridor yang sunyi, dinding kaca menghadap kota dengan tirai otomatis yang setengah terbuka. Di dalam ruangan luas itu, Dante berdiri membelakangi pintu. Mengenakan kemeja putih tanpa jas, kedua tangannya dimasukkan ke saku celana saat dia memandangi horizon yang diselimuti kabut. Kopi di atas mejanya sudah dingin, berjam-jam tak disentuh.Ketukan ringan terdengar dari arah pintu.Tanpa menoleh, Dante bersuara pelan. “Masuk,”Pintu terbuka, dan Jamie melangkah masuk. Dia mengenakan kemeja hitam polos dan celana senada. Di tangannya, ada sebuah map tipis berwarna abu-abu.Jamie menutup pintu perlahan, lalu berjalan melewati lantai kayu yang bergema. Dia berdiri di depan meja kerja Dante dan meletakkan map itu tanpa berkata-kata.Dante menoleh. “Sudah?”Jamie mengangguk pelan. “Sudah. Ryder mau bi

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 113 Benci

    Lex mengangguk. “Iya. Aku malas pakai jalur hukum sekarang. Polisi terlalu lambat, dan Ryder terlalu licik. Kita butuh orang yang tahu caranya menekan,”Jamie memasukkan tangannya ke saku jaket. Dia menatap Ryder tanpa ekspresi. “Kalau begitu, beri aku sepuluh menit. Dan satu ruangan kosong,”Dante bangkit dari ranjang, wajahnya menegang. “Kau yakin bisa buat dia bicara?”Jamie mengangguk, matanya masih menatap Ryder. “Yakin. Karena tidak seperti kalian, aku dibesarkan di keluarga yang menganggap kekerasan sebagai warisan budaya,”Hening menggantung di udara. Semua orang tahu siapa Jamie dan reputasinya, yang membawahi hampir semua bisnis gelap bawah tanah di negara in

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status