Share

Bab 2 Kalangan Bawah

Author: Dama Mei
last update Huling Na-update: 2025-01-21 11:41:01

Bab 2 Kalangan Bawah

“Siapa kau?” tanya pria itu dengan suara berat.

Pria itu tinggi. Dengan setelan hitam yang sempurna membungkus tubuhnya. Matanya yang tajam seperti menyelidik ke dalam jiwa Belle. Aura kekuasaan dan dominasi memancar dari setiap gerakan pria itu.

“Saya Isabella Monaghan. Asisten Pak Whitmore,” jawab Belle polos. Seperti anak kecil ketika berhadapan dengan pria tinggi itu. “Dan Anda siapa?”

Pria itu tersenyum tipis. “Apa Nate tidak bilang padamu tentang aku?” Dia kemudian melirik Nate. “Perkenalkan, aku Dante Hudson. Sudah tahu?”

Belle menelan ludah. Dia tidak tahu siapa Dante Hudson. Yang dia tahu, Dante pasti sama saja dengan Nate dan orang-orang kaya lain.

 “Tentu saja,” jawab Belle, tidak ingin terintimidasi. “Anda adalah orang kaya yang merasa berhak memandang rendah orang-orang seperti saya,”

Dante mendekati Belle perlahan, postur tubuhnya tegap seperti seorang raja. “Keberanianmu itu menarik. Tapi jadi bodoh jika tidak digunakan pada tempatnya,” 

Belle mengangkat dagunya. “Tempat saya?” Suaranya melengking. “Tempat saya adalah di mana saya memilih untuk berdiri. Dan saat ini, saya memilih untuk berdiri melawan Anda dan cara berpikir Anda yang merendahkan saya!”

Semua masih diam. Tidak ada yang berani menyela, sementara Dante terus menatap Belle tanpa berkedip.

“Kalau begitu, tunjukkan,” tantang Dante. “Apa yang kau punya selain mulutmu yang berani?”

Belle merasa wajahnya memanas. Berhadapan dengan lima orang berkuasa bukanlah hal yang mudah. Apalagi ada Nate di sana. Bosnya, yang bisa saja memecat Belle keesokan harinya.

“Saya bekerja keras. Bekerja untuk diri saya sendiri dan orang-orang di sekitar saya,” balasnya. “Itu lebih dari cukup dibandingkan Anda yang memiliki kekayaan … tapi saya yakin … itu bukan hasil kerja keras Anda sendiri,”

Dante mengepalkan tangan begitu erat. Ucapan Belle sedikit menyentuh bagian sensitif dalam hatinya. Hidungnya kembang kempis sesaat, merasa sangat tersinggung dengan ucapan Belle.

“Isabella, ya?” Pria lain maju. “Gadis ini berpikir dia bisa menjadi pahlawan untuk kaumnya,” komentarnya, lalu tertawa. Dia mendekat ke sisi Dante.

“Halo, Isabella, kenalkan aku Lex,” Dia mengulurkan tangan pada Belle. Lex menyeringai ke arah Belle, matanya penuh ejekan. “Dunia tidak peduli pada prinsipmu, Isabella. Dunia hanya peduli pada siapa yang punya kekuatan lebih besar,”

“Karena orang-orang seperti kalian yang menghancurkan prinsip itu!” balas Belle, makin keras.

Lex terdiam sejenak, tidak menyangka Belle akan melawan sekeras itu. Kemudian dia melirik Dante dengan seringaian licik.

“Kau pikir dengan bicara seperti itu, kau terlihat kuat?” balas satu-satunya wanita di antara mereka, sambil menatap Belle dari ujung kepala hingga kaki. “Kau hanya membuat dirimu terlihat bodoh. Tidak ada yang peduli pada prinsip bodohmu itu, apalagi di ruangan ini,”

Nice, Vicky!” seru Lex mengacungkan jempolnya pada si wanita yang dipanggil Vicky.

“Nate, sepertinya kau perlu mendisiplinkan wanita ini,” ucap Dante. Dia berjalan mendekati Belle, membungkuk untuk saling berhadapan. “Berapa harga tubuhmu? Aku yakin Nate bisa memberi harga yang pantas,” 

“Dante, hentikan. Dia asistenku,” Nate memalingkan wajah, merasa jijik saat menatap Belle.

Sementara yang lain tertawa sangat keras. Tubuh Belle panas dingin mendapatkan penghinaan dari Dante. Tawa mereka terdengar begitu menyakitkan di telinga Belle.

Plak! 

Tanpa sadar, Belle sudah menampar wajah Dante. Napasnya memburu, penuh dengan kemarahan. Sementara Dante memegangi pipinya yang panas, tak menyangka akan ditampar oleh wanita rendahan seperti Belle.

“Kau … “ Dante sampai kehilangan kata-kata.

“Berani-beraninya kau!” teriak Vicky kencang, lalu dengan gerakan cepat, dia menyiramkan isi gelas di tangannya ke tubuh Belle.

Hening menyelimuti ruangan. Nate membeku di tempat, sementara Lex tampak terhibur. Dante tidak peduli. Dia menatap Belle datar.

“Dasar wanita rendahan! Berani-beraninya kau menampar Dante!” maki Vicky.

“Vicky, cukup,” kata Dante pelan. 

Dia menatap Belle dingin. Membuat semua orang tidak ada yang berani bergerak, bahkan seakan menahan napas.

“Ini lebih menarik dari yang kubayangkan,” kata Dante pelan, senyum tipis di bibirnya. “Kau benar-benar tahu cara membuat orang marah,”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 95 Murka Dante

    Lampu-lampu kristal menggantung megah dari langit-langit ballroom hotel bintang lima, memantulkan cahaya yang berkilau di seluruh ruangan. Karpet merah terbentang, kamera-kamera media sosial kalangan elite berdetak tanpa henti, menangkap setiap tamu penting yang datang malam itu.Pintu besar ballroom terbuka perlahan, mengundang perhatian para tamu saat Dante Hudson melangkah masuk bersama seorang wanita yang tampak sangat asing bagi dunia mereka.Belle berdiri anggun di sisi Dante, mengenakan gaun midnight blue yang membingkai tubuhnya dengan cantik. Tatapannya tenang meski jantungnya berdegup cepat. Di tangan kirinya, jari-jemari Dante menggenggam erat seolah bangga memiliki Belle.Sorot mata dan bisikan mulai bermunculan. Tapi Dante tetap tenang. Dia mengedarkan pandangan dan langsung menangkap dua sosok familiar di antara kerumunan. Lex dan Jamie.Lex, seperti biasa, berdiri dengan postur malas namun penuh percaya diri. Rambutnya agak acak, dasi longgar, dan senyum liciknya muncul

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 94 Menghindari Valeria

    Matahari sore menggantung rendah di langit kota saat Belle masuk ke dalam minimarket kecil di sudut blok, mencari beberapa kebutuhan sederhana—sabun, camilan, dan satu atau dua botol jus kesukaan Dante.Saat dia menoleh ke rak bumbu, langkahnya terhenti. “Lila?” serunya pelan, nyaris tak percaya.Lila menoleh, juga tampak terkejut. Meski senyumnya muncul beberapa detik setelahnya. “Belle! Astaga... sudah lama, ya?” ujarnya sambil menghampiri.Mereka berpelukan singkat. Tapi Belle bisa merasakan pelukan itu tidak sehangat biasanya. Entah karena Lila lelah setelah kerja, atau karena hal lain.“Aku senang kita bisa bertemu lagi,” ucap Belle. “Apa kau masih sibuk di firma itu?”Lila tertawa kecil. “Masih. Tapi ya begitulah dunia orang dewasa, kan?”Belle mengangguk. “Dan kau… masih kelihatan elegan seperti biasa,”Lila mengambil sebotol air dari rak pendingin. “Bagaimana hidup di desa?”Belle tertawa pelan. “Seperti biasa. Aku bertengkar dengan Liam, lalu bertengkar dengan Liam, dan—”“He

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 93 Memikirkan Diri Sendiri

    Di lantai atas mansion keluarga Hudson yang luas dan megah, Valeria berdiri tegak di ruang kerja pribadinya. Tangannya yang terbalut sarung tangan tipis dari satin memegang secarik laporan. Matanya menyapu tiap baris informasi dengan tatapan tajam.“Ulangi, Lawrie,” perintah Valeria dengan nada yang nyaris seperti bisikan. “Supaya aku tahu aku tidak salah dengar,”“Dengan izin Anda, Nyonya Valeria,” ujar Lawrie sopan, “Tuan Dante telah melamar Belle. Di rumah keluarga mereka,”Valeria tidak berkata apa-apa selama beberapa detik. Kemudian, dia tertawa. Pendek, penuh sinisme.“Patrick Monaghan,” ucap Valeria. “Pemilik bengkel kecil yang hampir bangkrut sebelum Dante menolong anak gadisnya. Dan Emily... toko bunga di gang sempit dekat stasiun kota. Itu latar belakang calon menantuku?”Lawrie menunduk sedikit, tidak berani menjawab.Valeria memutar tubuh, menatap jendela besar yang menampilkan pemandangan taman belakang mansion. Matanya menyipit, sorotnya tajam seperti pisau.“Aku sudah k

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 92 Berbahaya

    Dante menarik Belle pelan ke arahnya, mengangkat tubuh mungil itu hingga kini duduk di atas pangkuannya. Mereka saling berhadapan, tubuh mereka hanya dipisahkan oleh sisa ruang sempit antara dada dan napas yang semakin berat.Jari-jari Dante menyusuri punggung Belle, menarik tubuhnya lebih dekat. Sementara Belle, meski masih sedikit ragu, membiarkan dirinya terbuai dalam dekapan pria itu.“Belle…” bisik Dante di antara kecupan lembut di lehernya, “kau sadar apa yang sedang kita lakukan?”Belle menggigit bibir, menatap Dante dari jarak sangat dekat. “Ya,”“Kita di dalam mobil,” bisik Dante lagi.Belle menggeleng. “Tidak masalah... jika ini denganmu,”Dante menarik napas panjang, menahan hasrat yang mulai membakar batas logika. Dia mengecup bahu Belle, lalu kembali ke bibirnya, kali ini lebih dalam. Jari-jarinya meremas halus pinggang Belle, sementara tangan Belle melingkar di leher Dante, menyerahkan diri sepenuhnya pada momen yang tak bisa lagi dibendung.Mobil melaju stabil, menembus

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 91 Tidak Akan Menyerah

    Langkah kaki Dante terdengar mantap menapaki anak tangga satu per satu. Dari arah dapur, Emily hendak memanggilnya kembali, namun Patrick hanya menggeleng pelan."Biarkan," katanya pelan. "Mereka butuh bicara,"Di lantai atas, Liam berjalan dengan malas menuju kamarnya. Mendorong pintu tanpa tenaga dan membiarkannya terbuka. Dia melempar tubuh ke kasur, membenamkan wajah di bantal.Suara ketukan halus membuatnya mendongak. Belum sempat Liam menanggapi, Dante sudah muncul di ambang pintu. Berdiri dengan tubuh tegak. Tatapannya netral, tapi ada sedikit sorot khawatir di sana.“Boleh bicara sebentar?” tanya Dante.Liam tidak langsung menjawab. Dia hanya berbalik ke sisi ranjang dan duduk sambil menyilangkan tangan, menatap Dante tidak ramah.Dante melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Dia berdiri beberapa langkah dari Liam. “Kau tidak suka aku melamar Belle. Aku mengerti,”Liam mengangkat satu alis. “Kau pikir aku hanya tidak suka? Aku muak,”Dante tetap tenang. “Kenapa?”Lia

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 90 Menjemputmu

    Sebuah mobil mewah berwarna hitam mengilat—Rolls-Royce Ghost berhenti perlahan di depan rumah keluarga Belle. Suara mesinnya nyaris tak terdengar, tapi kehadirannya langsung menarik perhatian warga sekitar. Beberapa orang melongok dari jendela, sebagian lain menyapukan pandang kagum.Dante keluar dari mobil. Penampilannya tetap rapi—setelan jas abu gelap, rambut tersisir sempurna, dan aura dingin yang melekat padanya seperti bayangan. Tapi hari ini ada sedikit perubahan. Sorot matanya tak setajam biasanya. Ada sesuatu yang lebih lunak, lebih dalam—sebuah rasa rindu.Dia berdiri beberapa saat di depan pagar rumah sederhana itu. Memandang pintu kayu yang sudah mulai termakan waktu. Rumah ini tidak ada apa-apanya dibanding properti-properti milik Dante. Tapi di dalam rumah inilah Belle menemukan tawa, ketenangan, dan cinta.Pintu terbuka. Belle muncul mengenakan blouse putih sederhana dan celana jeans. Rambutnya diikat longgar ke belakang, dan di tangannya masih tergenggam lap dapur. Dia

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status