Share

Kecemburuan Tiada Berujung

Angel mengenakan dress yang ketat warna hitam tentu itu akan mencuri perhatian banyak orang. Iya, malam ini Angel setuju menemui Gerald di sebuah klub malam yang ada di sana. Tanpa izin Damian? Benar sekali, lagi pula pria itu belum pulang dari kerjanya. 

Angel menyelop kakinya di sepatu hak tinggi, itu akan memudahkannya interaksi dengan orang-orang yang bertubuh lebih tinggi darinya.

Sejujurnya ini akan sulit, tapi bukan Angel namanya jika tidak tahu. Dia akan lewat pintu belakang, Gerald sudah menunggunya di gerbang belakang. Sulit, iya, tetapi jika Angel memilih lewat depan akan berdampak buruk dengan ribuan pertanyaan orang-orang.  

Sial! Angel jatuh. Gadis itu melihat lututnya. Berdarah. Ck, inilah akibatnya jika melompat dari jendela. Lututnya luka sedikit, Angel tidak peduli. 

Gerald Pamungkas. Laki-laki itu langsung memeluk Angel. Begitu merindukan gadisnya. Sudah tahu hubungan mereka berakhir, tetapi Gerald juga tahu itu hanya keterpaksaan tidak kemauan Angel. 

"Aku merindukanmu, My Angel. Bagaimana dengan suamimu? Apa dia lebih tampan dan membuatmu bahagia daripada aku?" Gerald bertanya, tetapi pertanyaannya itu membuat Angel tertawa. 

"Dia tidak ada apa-apanya. Cuma pembunuh yang bersembunyi dibalik topeng senyum palsunya."

"Maaf aku tidak bisa membantumu. Ke sini, aku hanya melepas rindu, lusa aku kembali ke Amerika," ujar Gerald. 

Angel tersenyum tipis lalu menjawab, "Tak apa. Aku yang harusnya minta maaf. Aku meninggalkanmu, menikah dengan pria lain. Aku janji, ketika semuanya selesai, kita akan menikah seperti janji kita dulu." 

"Yes, Honey. Malam ini kamu cantik, ayo kita menghabiskan waktu bersama!" Gerald menarik tangan Angel di genggamannya lalu segera menjalankan mesin mobilnya. 

Lampu berkedip heboh, dentuman musik begitu mendebarkan dada. Remang-remang, semuanya memakai pakaian yang begitu seksi untuk para wanita. 

"Angel, aku takut kamu mencintai suamimu itu." Gerald membuka suara. Kini keduanya tengah duduk menikmati suasana. 

"Gerald. Sudah aku katakan bukan, bahkan sampai napas terakhirku, aku akan tetap membenci dirinya." 

"Tapi, benci dan cinta beda tipis. Bagaimana jika kamu benar-benar melupakan aku?"

"Nggak akan, Ge. Percaya sama aku. Di sini tugasku hanya melihat kehancuran mereka, setelah itu aku bisa pergi." 

"Boleh aku minta lebih, Honey?" Angel mengerutkan keningnya. Apa yang dimaksud 'lebih' dari Gerald ini. 

"Apa?" 

"Aku mau aku orang pertama yang milikin kamu. Kamu dan dia belum melakukan hal itu kan?" Angel membeku. Maksudnya Gerald sedang menyentil statusnya sekarang? 

"Aku bukan wanita murahan, Gerald. Aku iblis memang, tapi untuk harga diri aku tetap menjaganya." Suara Angel terdengar dingin. Rasanya tiba-tiba saja kesal Gerald baru saja mengeluarkan kalimat yang menurutnya sesensitif ini. 

"Ngel, kamu mencintaiku kan?" 

"Ge, sejak kapan kamu bernafsu seperti ini? Aku tidak menyukai obrolan ini. Lupakan," pinta Angel.

"Karena dengan ini aku bisa miliki kamu seutuhnya, Ngel! Aku takut suatu saat aku tidak lagi merasakan menjadi orang pertama. Atau ... kamu menolaknya karena memang tidak—" 

Plak! 

Angel menampar Gerald. Begitu keterlaluan! Angel, menahan gejolak merah padam di hatinya. Darahnya mengalir hebat, bisa-bisanya pria yang Angel cintai seperti ini. Apa layak Gerald berbicara itu pada seorang gadis? Kurasa itu begitu kurang ajar!

"Kamu menamparku? Aku jadi bingung, kamu mencintaiku, tetapi tidak mau aku ajak begitu," ujar Gerald tetap tidak merasa bersalah. 

"Hah, Ge. Cinta nggak begini, kamu kenapa? Jangan karena rasa takutmu kamu buat aku hancur. Cukup Damian dan keluarganya yang jahat di sini, jangan kamu juga. Tolong bersabar, semakin kamu begini, aku semakin menilai bahwa kamu juga buruk di mataku."

"Mau ke mana, Ngel!" Gerald mencekal tangan Angel ketika gadis itu hendak pergi. Salah, ini salah. Apa Gerald sedang terpengaruh alkohol? Namun, tetap saja, Gerald menyakitinya. 

"Lepasin, Ge. Kamu benar-benar melewati batas." 

"Apa yang melewati batas, Ngel? Kita akan menikah kan nantinya? Bedanya aku mau mencicipi kamu sekarang!" 

Angel menatap tajam penuh penekanan pada Gerald. Serius, ucapannya benar-benar membuat Angel ingin merobek mulutnya. 

"Lepas!" Memberontak. Angel berhasil lepas dan berlari keluar dari tempat buruk itu. Bahkan matanya memanas, Angel mencintai Gerald, sungguh. Namun, apa ini menjadi patokan untuk merelakan mahkotanya? Tidak, Gerald benar-benar menyakiti dirinya. 

***

"Jujur saya cemburu melihat kamu dekat dengan pria lain di dalam sana." Angel diam. Sepertinya ada suara yang teramat Angel hindari. Posisinya saat ini duduk menekuk lutut, di pembatas jalan. 

"Saya cemburu, Angel." Angel mendongak, suara itu datang lagi, tetapi bersamaan dengan ukuran tangannya. 

Damian? Sejak kapan pria ini di sampingnya? Bahkan berdiri sedikit membungkuk, mengulur tangan sembari memperlihatkan senyuman palsu itu. 

"Lo? Ngapain lo ke sini?" Angel menepis tangannya. Berdiri, memasang tangan di atas dada. Melirik sekilas dengan tajam pada Damian. 

"Saya cemburu. Dia siapa?" Damian mengulangi kata 'cemburu' untuk ketiga kalinya. Angel memutar bola matanya dengan rasa kesal. Menghela napas kasar lalu menjawab, "Dia pacar gue. Lagi pula, lo ngapain si ke sini?"

"Angel, tempat ini nggak baik. Hal apapun akan terjadi, saya takut kamu kenapa-kenapa. Saya berhak khawatir dan saya di sini untuk menjemput istri saya. Namanya Angelia Yofanka." 

"Memang tempat ini nggak baik, dan gue bukan orang baik. Jadi, pantas aja gue di sini." Dasar munafik. Dia bahkan lebih bejat daripada Angel sendiri. Bisa saja, tempat lebih mewah bergerumun wanita-wanita bayaran di sana. Euh, mungkin juga Damian sudah tidak perjaka lagi! 

"Ayo pulang." Damian meraih tangan kiri Angel.

"Awh ...." Angel meringis pelan saat Damian baru saja berjalan beberapa langkah. Ringisannya membuat Damian menoleh, berkedip menatap Angel yang melepas genggaman tangan dengan kasar. 

"Ada apa dengan kaki kamu?" tanya Damian. Pria itu membungkuk kembali, mensejajarkan diri dengan Angel. 

"Jatuh, lagi pula apa peduli lo si? Pulang duluan saja. Gue naik taksi aja!" 

"Tunggu sebentar, aku ambil sesuatu di dalam mobil." 

Angel mengipasi luka di lututnya. Sialan, kenapa perih sekali dengan luka sekecil ini? Angel melihat Damian datang lagi. Kini dirinya membawa kotak obat. Hah, sok peduli! 

"Hati-hati, perempuan itu jelek kalau punya luka di bagian tubuhnya. Tahan sedikit, ini sedikit perih, tapi dingin tenang saja." Angel bergeming, sementara Damian meneteskan alkohol pada kapasnya dan segera menaruh di lutut Angel.

Sungguh, ternyata memang perih. Angel sampai meringis sendiri. "Jangan datang ke tempat itu lagi. Saya tidak suka. Satu lagi, jangan berhubungan dengan orang lain. Kita ini suami istri, tolong jika tidak bisa mencintai saya, tolong hargai saya." 

"Ogah sekali menghargai orang yang nggak punya hati kaya lo!" Ingin sekali Angel mengutarakannya pada Damian. Namun, ucapan itu tertahan di dalam hatinya.

"Cepat sembuh, jangan buat istri saya kesusahan berjalan karena kamu." Damian mencium lutut Angel dengan lembut. Angel, menatap Damian jijik. Perlakuan palsunya memang pantas diberikan predikat tertinggi. Luar biasa aktingnya! 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status