Home / Romansa / Damian untuk Angelia / Kecemburuan Tiada Berujung

Share

Kecemburuan Tiada Berujung

Author: Acha Shafa
last update Last Updated: 2021-04-13 11:45:02

Angel mengenakan dress yang ketat warna hitam tentu itu akan mencuri perhatian banyak orang. Iya, malam ini Angel setuju menemui Gerald di sebuah klub malam yang ada di sana. Tanpa izin Damian? Benar sekali, lagi pula pria itu belum pulang dari kerjanya. 

Angel menyelop kakinya di sepatu hak tinggi, itu akan memudahkannya interaksi dengan orang-orang yang bertubuh lebih tinggi darinya.

Sejujurnya ini akan sulit, tapi bukan Angel namanya jika tidak tahu. Dia akan lewat pintu belakang, Gerald sudah menunggunya di gerbang belakang. Sulit, iya, tetapi jika Angel memilih lewat depan akan berdampak buruk dengan ribuan pertanyaan orang-orang.  

Sial! Angel jatuh. Gadis itu melihat lututnya. Berdarah. Ck, inilah akibatnya jika melompat dari jendela. Lututnya luka sedikit, Angel tidak peduli. 

Gerald Pamungkas. Laki-laki itu langsung memeluk Angel. Begitu merindukan gadisnya. Sudah tahu hubungan mereka berakhir, tetapi Gerald juga tahu itu hanya keterpaksaan tidak kemauan Angel. 

"Aku merindukanmu, My Angel. Bagaimana dengan suamimu? Apa dia lebih tampan dan membuatmu bahagia daripada aku?" Gerald bertanya, tetapi pertanyaannya itu membuat Angel tertawa. 

"Dia tidak ada apa-apanya. Cuma pembunuh yang bersembunyi dibalik topeng senyum palsunya."

"Maaf aku tidak bisa membantumu. Ke sini, aku hanya melepas rindu, lusa aku kembali ke Amerika," ujar Gerald. 

Angel tersenyum tipis lalu menjawab, "Tak apa. Aku yang harusnya minta maaf. Aku meninggalkanmu, menikah dengan pria lain. Aku janji, ketika semuanya selesai, kita akan menikah seperti janji kita dulu." 

"Yes, Honey. Malam ini kamu cantik, ayo kita menghabiskan waktu bersama!" Gerald menarik tangan Angel di genggamannya lalu segera menjalankan mesin mobilnya. 

Lampu berkedip heboh, dentuman musik begitu mendebarkan dada. Remang-remang, semuanya memakai pakaian yang begitu seksi untuk para wanita. 

"Angel, aku takut kamu mencintai suamimu itu." Gerald membuka suara. Kini keduanya tengah duduk menikmati suasana. 

"Gerald. Sudah aku katakan bukan, bahkan sampai napas terakhirku, aku akan tetap membenci dirinya." 

"Tapi, benci dan cinta beda tipis. Bagaimana jika kamu benar-benar melupakan aku?"

"Nggak akan, Ge. Percaya sama aku. Di sini tugasku hanya melihat kehancuran mereka, setelah itu aku bisa pergi." 

"Boleh aku minta lebih, Honey?" Angel mengerutkan keningnya. Apa yang dimaksud 'lebih' dari Gerald ini. 

"Apa?" 

"Aku mau aku orang pertama yang milikin kamu. Kamu dan dia belum melakukan hal itu kan?" Angel membeku. Maksudnya Gerald sedang menyentil statusnya sekarang? 

"Aku bukan wanita murahan, Gerald. Aku iblis memang, tapi untuk harga diri aku tetap menjaganya." Suara Angel terdengar dingin. Rasanya tiba-tiba saja kesal Gerald baru saja mengeluarkan kalimat yang menurutnya sesensitif ini. 

"Ngel, kamu mencintaiku kan?" 

"Ge, sejak kapan kamu bernafsu seperti ini? Aku tidak menyukai obrolan ini. Lupakan," pinta Angel.

"Karena dengan ini aku bisa miliki kamu seutuhnya, Ngel! Aku takut suatu saat aku tidak lagi merasakan menjadi orang pertama. Atau ... kamu menolaknya karena memang tidak—" 

Plak! 

Angel menampar Gerald. Begitu keterlaluan! Angel, menahan gejolak merah padam di hatinya. Darahnya mengalir hebat, bisa-bisanya pria yang Angel cintai seperti ini. Apa layak Gerald berbicara itu pada seorang gadis? Kurasa itu begitu kurang ajar!

"Kamu menamparku? Aku jadi bingung, kamu mencintaiku, tetapi tidak mau aku ajak begitu," ujar Gerald tetap tidak merasa bersalah. 

"Hah, Ge. Cinta nggak begini, kamu kenapa? Jangan karena rasa takutmu kamu buat aku hancur. Cukup Damian dan keluarganya yang jahat di sini, jangan kamu juga. Tolong bersabar, semakin kamu begini, aku semakin menilai bahwa kamu juga buruk di mataku."

"Mau ke mana, Ngel!" Gerald mencekal tangan Angel ketika gadis itu hendak pergi. Salah, ini salah. Apa Gerald sedang terpengaruh alkohol? Namun, tetap saja, Gerald menyakitinya. 

"Lepasin, Ge. Kamu benar-benar melewati batas." 

"Apa yang melewati batas, Ngel? Kita akan menikah kan nantinya? Bedanya aku mau mencicipi kamu sekarang!" 

Angel menatap tajam penuh penekanan pada Gerald. Serius, ucapannya benar-benar membuat Angel ingin merobek mulutnya. 

"Lepas!" Memberontak. Angel berhasil lepas dan berlari keluar dari tempat buruk itu. Bahkan matanya memanas, Angel mencintai Gerald, sungguh. Namun, apa ini menjadi patokan untuk merelakan mahkotanya? Tidak, Gerald benar-benar menyakiti dirinya. 

***

"Jujur saya cemburu melihat kamu dekat dengan pria lain di dalam sana." Angel diam. Sepertinya ada suara yang teramat Angel hindari. Posisinya saat ini duduk menekuk lutut, di pembatas jalan. 

"Saya cemburu, Angel." Angel mendongak, suara itu datang lagi, tetapi bersamaan dengan ukuran tangannya. 

Damian? Sejak kapan pria ini di sampingnya? Bahkan berdiri sedikit membungkuk, mengulur tangan sembari memperlihatkan senyuman palsu itu. 

"Lo? Ngapain lo ke sini?" Angel menepis tangannya. Berdiri, memasang tangan di atas dada. Melirik sekilas dengan tajam pada Damian. 

"Saya cemburu. Dia siapa?" Damian mengulangi kata 'cemburu' untuk ketiga kalinya. Angel memutar bola matanya dengan rasa kesal. Menghela napas kasar lalu menjawab, "Dia pacar gue. Lagi pula, lo ngapain si ke sini?"

"Angel, tempat ini nggak baik. Hal apapun akan terjadi, saya takut kamu kenapa-kenapa. Saya berhak khawatir dan saya di sini untuk menjemput istri saya. Namanya Angelia Yofanka." 

"Memang tempat ini nggak baik, dan gue bukan orang baik. Jadi, pantas aja gue di sini." Dasar munafik. Dia bahkan lebih bejat daripada Angel sendiri. Bisa saja, tempat lebih mewah bergerumun wanita-wanita bayaran di sana. Euh, mungkin juga Damian sudah tidak perjaka lagi! 

"Ayo pulang." Damian meraih tangan kiri Angel.

"Awh ...." Angel meringis pelan saat Damian baru saja berjalan beberapa langkah. Ringisannya membuat Damian menoleh, berkedip menatap Angel yang melepas genggaman tangan dengan kasar. 

"Ada apa dengan kaki kamu?" tanya Damian. Pria itu membungkuk kembali, mensejajarkan diri dengan Angel. 

"Jatuh, lagi pula apa peduli lo si? Pulang duluan saja. Gue naik taksi aja!" 

"Tunggu sebentar, aku ambil sesuatu di dalam mobil." 

Angel mengipasi luka di lututnya. Sialan, kenapa perih sekali dengan luka sekecil ini? Angel melihat Damian datang lagi. Kini dirinya membawa kotak obat. Hah, sok peduli! 

"Hati-hati, perempuan itu jelek kalau punya luka di bagian tubuhnya. Tahan sedikit, ini sedikit perih, tapi dingin tenang saja." Angel bergeming, sementara Damian meneteskan alkohol pada kapasnya dan segera menaruh di lutut Angel.

Sungguh, ternyata memang perih. Angel sampai meringis sendiri. "Jangan datang ke tempat itu lagi. Saya tidak suka. Satu lagi, jangan berhubungan dengan orang lain. Kita ini suami istri, tolong jika tidak bisa mencintai saya, tolong hargai saya." 

"Ogah sekali menghargai orang yang nggak punya hati kaya lo!" Ingin sekali Angel mengutarakannya pada Damian. Namun, ucapan itu tertahan di dalam hatinya.

"Cepat sembuh, jangan buat istri saya kesusahan berjalan karena kamu." Damian mencium lutut Angel dengan lembut. Angel, menatap Damian jijik. Perlakuan palsunya memang pantas diberikan predikat tertinggi. Luar biasa aktingnya! 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Damian untuk Angelia   Menjalani Hidup Masing-masing

    Angelia. Di London namanya benar-benar sudah tidak disebut lagi oleh semua orang. Damian tidak pernah mendengarnya, Damian tidak pernah melihatnya. Bahkan, yang paling mengejutkan Damian. Ketika mengajak Delvira mengunjungi Skala, rumah itu sudah dikontrakkan oleh orang lain. Wanita itu benar-benar seperti orang yang tak sengaja bertemu di jalan. Damian bertanya pada Yolanda, pada teman-temannya yang lain. Nihil. Semua seolah menutup mulut. Layaknya mereka memang orang-orang yang tak saling mengenali.Sudah satu bulan, Damian menjalani kehidupannya yang baru bersama istri tercintanya—Delvira. Meski Delvira tidak seperti wanita di luaran sana, tetapi Damian begitu bangga. Setidaknya, Delvira tidak manja. Untuk memakaikan dasi, memberi nasi dan lauk di piring Damian, serta hal-hal sederhana lainnya masih ia lakukan sebagaimana istri sebenarnya. Satu bulan, pernikahannya, Damian dan Delvira belum berhubungan. Delvira menolak untuk melakukannya, lantaran dia b

  • Damian untuk Angelia   Berakhir Tidak Semestinya (Season Dua)

    Angel memandang surat gugatan cerai yang dirinya kirim pada Damian silam. Awalnya Damian yang bersikukuh untuk tidak menceraikannya, tetapi sekarang, justru menandatangani surat itu. Angel hancur. Apa ini balasan untuk wanita jahat sepertinya? Hidup dalam lubang kepedihan. Kalaupun iya, Angel berharap jangan bawa anak-anaknya. Jangan bawa Skala putra manisnya. Jangan bawa calon bayi mungilnya. Ini sungguh rumit. Tanpa alasan, tanpa penjelasan Damian benar-benar memutuskannya sepihak. Padahal Damian orang yang menyakinkan Angel jika mereka berdua harus memiliki kesempatan kedua. Memperbaiki keadaan. Menjalin hidup bahagia bersama buah hatinya.Hatinya remuk. Sama seperti dadanya yang sesak. Air matanya meluruh begitu saja, membasahi pipi mulusnya. Wajahnya kian pucat akibat hamil muda. Ditambah masalah begini, Angel rasanya ingin mati saja. Sejak di mana Damian mengusirnya mentah-mentah, Angel tak lagi bisa bertemu dengannya. Di kantor, Angel dihadang satpam. Di rumah, ger

  • Damian untuk Angelia   Awal Luka (Season I selesai)

    Angel membocorkan haru pada alat tes kehamilan yang di genggamnya. Benar-benar tidak percaya jika dirinya akan hamil kembali. Tanpa sadar air jatuh begitu saja. Entah harus bagaimana entah bagaimana. Apa Tuhan ingin mereka memperbaiki keadaan. Di sela-selanya, Angel kabar kabar Damian. Sudah seminggu-laki itu tidak lagi film diri. Seperti hilang ditelan bumi. Malaikat benar-benar tidak tahu dengan perasaannya. Seperti dirinya itu plin-plan. ingin ingin segalanya. Namun sekarang melihat, melihat dirinya mengandung anak Damian kembali, Angel jadi membayangkan mau Damian kemarin. Mau Damian jika mereka memang harus diberi kesempatan untuk berulang kali lagi. Mengulangi hal-hal yang manis tanpa ada racun."Ibu! Apakah kamu baik-baik saja?" Malaikat sampai lupa, Skalanya untuk menunggu di luar sana. Angel melacak air matanya, lalu keluar dari kamar mandi.Dilihatnya bocah mungil itu, berdiri sambil mengemuti permen lolipop. Wajahnya merah kesal k

  • Damian untuk Angelia   Permintaan Skala

    "Harusnya kamu tidak perlu beli ini semua untuk Skala, Mas." Angel membocorkan banyak sekali mainan yang baru dikirim oleh pekerja Damian. Angel sudah melarangnya. Namun, Damian itu kekeh. Dia tetap mau pada keinginannya untuk membeli Skala mainan yang banyak agar mendapat perhatian dari anak kecil itu—putranya sendiri."Angel, please. Beri saya kesempatan. Saya ingin menjalin hubungan baik dengan putra saya sendiri," balas Damian.Angel membocorkan Damian lekat. Tidak ada senyuman yang menghampiri dirinya. Lalu Angel bertanya, "Kenapa kamu bisa percaya kalau skala anak kamu? Bahkan kamu belum buktiin itu semua.""Tidak ada lagi yang perlu dibuktikan. Maaf, saya pernah hampir memaki. Saya begitu menyesal. Apa di sini sakit?" Damian menyentuh hati Angel. Malaikat hanya diam. Damian menatapnya dengan sendu, lalu memeluknya erat. "Beri saya kesempatan untuk memperbaiki semuanya.""Ja

  • Damian untuk Angelia   Dua Manusia yang Beda Tujuan

    Damian membuka matanya yang begitu terasa lengket. Dia masih mengantuk, tetapi cahaya matahari membuatnya harus bangun sekarang. Damian bangun. Kepalanya terasa begitu berat. Bahkan Damian memukul pelan kepalanya. Dia mengingat-ingat kejadian semalam. Saat sepenuhnya Damian sadar, laki-laki itu langsung berdiri dan berbalik menatap kasurnya.Ini bukan kasurnya? Benarkah dia ada di tempat Angelia? Seingat Damian, semalam dia pergi ke bar dan mabuk saat perjalanan pulang."Kalau Anda benar-benar tulus dengan Angelia. Saya akan memberi tahu di mana dia." Fanya akhirnya memberi peluang Damian untuk menebus kesalahannya."Ya, saya benar-benar tulus padanya," kata Damian.Fanya duduk. Dia menulis alamat di mana Angel tinggal selama ini. Lalu, Fanya memberikan sobekan kertas itu pada Damian. "Saya minta Bapak jaga Angelia. Ingat, Pak. Sesuatu yang salah tidak kemungkinan bisa dimaafkan. Sa

  • Damian untuk Angelia   Sulit dimaafkan

    Damian tidak menerbitkan senyuman sependek pun pada pegawainya di kantor. Sejak dia masuk, dia hanya berjalan angkuh dan melirik begitu tajam pada mereka yang justru sibuk memandangi penampilannya. Cih, begitu membuat Damian risih."Maaf, Pak. Ada satu berkas yang dari kemarin belum Bapak tanda tangani juga. Berkas itu sangat penting. Jika Bapak tidak menandatangi segera, kantor ini akan kehilangan untung besar.""Kamu sedang mengajari saya?" Fanya terlonjak saat Damian bertanya padanya. Yang justru pertanyaannya, membuat Fanya ketakutan. Tatapan Damian seakan membunuhnya. Sialan. Jika bukan bosnya saja, Fanya sudah melemparkan tatapan yang sama. Melayangkan satu pasang sepatu yang dirinya pakai. Modal bos saja sombong sekali. Padahal dulu, banyak karyawan yang memujanya. Baik dari mana eh? Fanya bahkan akhir-akhir ini hanya dibentaknya saja."Ma-maaf, Pak. Saya hanya sekadar bicara. Kalau begitu ini be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status