Share

Poisoning Marriage

Angel mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan mansion yang baru saja ia tapaki setelah pergi bermalam di hotel. Senang? Jelas, karena ini permulaan untuknya balas dendam. Pakaiannya hari ini adalah levis biru dongker panjang sobek bagian lurus dengan atasan kaus dipadukan kemeja kotak-kotak yang ia tali bagian bawahnya. Mungkin semua orang akan mengira Angel adalah preman pasar yang akan malakin orang-orang. Sengaja, itu maunya. 

Angel mengangkat bibir kirinya ke atas. Dia tahu, banyak keluarga Damian tidak menyukainya. Jelas, ketika melaksanakan perjodohan, ada dua perempuan, lebih cantik, dan sopan, terutama baik, tetapi inilah kenyataannya. Angel yang kini menjadi istri Damian. Mungkin juga ayahnya setuju karena dia kaya. Munafik memang, lihatlah tidak ada sesi penyambutan. Rasanya Angel sedang berada di ruang penuh AC. Hawanya dingin, persis saat mereka menatap datar Angel. Bodo amat siapa yang peduli? Angel hanya mengangkat kedua bahunya lalu berlalu, tidak sopan juga sebenarnya. Mau bagaimana lagi, dianggapnya mertua juga tidak. 

"Ini tempat kita. Kamu bisa taruh barang-barang di situ, kebetulan sudah dibersihkan sama asisten, tapi setelah ini, kamu yang akan bereskan semuanya, oke?" 

"Gue? Lo nyuruh gue kaya lagi nyuruh pembantu aja. Gue nggak mau, lagi pula gue nggak banyak ngelakuin aktifitas yang buat tempat ini berantakan," bantah Angel. 

"Tapi kamu istri saya. Kamu akan buatkan sarapan, makanan buat saya. Mencuci baju juga menyapu, mengepel lantai," ujar Damian. Laki-laki itu mengeluarkan baju-bajunya satu persatu. Sementara Angel—gadis itu menatap tajam punggung Damian. Ingin sekali menikamnya dengan pisau! 

"Lo lupa? Gue pernah bilang lakuin apapun masing-masing. Jadi, gue akan makan untuk makanan gue sendiri, nyuci untuk baju gue sendiri. Urusan lo biar lo yang urusin, gue nggak ada hak. Jangan paksa, gue nggak suka orang pemaksa." 

Angel, perempuan itu mendengar helaan napas berat dari Damian. Namun, enggan mengerti. "Kamu bisa masak?" Damian, laki-laki ini benar-benar cerewet sekali. Haruskah Angel bilang dia gadis dewasa yang sama sekali belum bisa masak? Bahkan sekedar telur dadar saja tidak bisa. Angel mendelik lalu berujar ketus, "Nggak, kenapa, mau marah lo? Gue banyak uang untuk delivery!" 

"Angel, kamu memang banyak uang. Tapi apa kamu nggak coba menghitung berapa uang yang akan dikeluarkan ketika kamu sibuk delivery? Saya nggak keberatan istri saya tidak bisa masak. Saya bisa masak untuk makan kita," cetus Damian. 

"Pilihan lo, gue nggak nyuruh."

"Iya, em ... ngomong-ngomong baju kamu begini semua?" Angel berkerut bingung. Damian tiba-tiba datang dan melihat semua pakaian Angel. 

"Gimana si?"

"Terlalu terbuka, orang-orang akan fokus pada area yang seharusnya kamu tutupi demi saya." 

"Gue nyaman, kalau lo nggak suka nggak usah liat. Nggak usah dipersulit." 

"Sebentar, saya keluar dulu." Damian pergi entah mau ke mana, Angel juga tidak menggubrisnya. Gadis itu justru memainkan ponselnya sambil menaikkan satu kaki ke atas kaki lain. Sudah seperti putri raja yang tengah menunggu hidangan dari para dayang. 

Angel mendongak saat tangan panjang, kekar itu memberikan sesuatu padanya. "Apa ini?" Totebag yang Angel sendiri tidak tahu isinya. Apa sebuah bom nuklir? Kalajengking beracun? Atau bahkan ular anaconda? 

"Baju, kamu lebih cocok dan akan terlihat cantik dengan baju itu. Hanya satu, ini saya ambil dari lemari samping. Tapi, besok kita bisa ke butik untuk membeli baju. Saya tidak suka pakaian kamu itu. Simpan saja." 

"Suka atau nggak sukanya lo itu bukan urusan gue. Apa ini? Gue nggak minat pake baju terusan panjang," tolak Angel dengan nada kesal. 

"Kamu tidak bisa membantah, saya suami kamu." 

"Hah, itu lo, gue beda lagi. Gue nggak nganggep lo suami tu. Sayang banget, lo kalau mau main di belakang atau terang-terangan silakan aja. Gue juga gitu soalnya." 

"Maksud kamu? Jangan main-main dengan pernikahan Angel, kamu tahu Tuhan bisa marah karena ikatan suci ini." 

Hah apa tadi? Dia berbicara seolah dia orang suci yang tidak pernah mau melakukan dosa. Ingat Damian, Angel orang yang keluarga kamu sakiti dengan membunuh keluarganya. 

"Simpelnya gue nggak cinta sama lo. Puas kan sama maksud gue? Bos dari perusahaan besar tidak sebodoh itu untuk ngertiin ucapan gue," ucap Angel. Rasanya mulut itu baru saja dimasukkan bon cabe level 100! 

Tersenyum lagi? Damian melengkungkan bibirnya membentuk bulan sabit lalu berujar, "Saya cukup mengerti. Terima kasih, ya. Saya lupa jika hanya saja yang jatuh cinta di sini."

"Tuh sadar. Banyakin sadar deh, apalagi yang semalem lo bilang bakal buat gue cinta sama lo. Jangan ngarep!" 

"Iya, tapi saya tetep nunggu itu terjadi. Saya mau mandi, kamu bisa bereskan barang-barang. Kamu tidur di kasur dan saya akan di sofa." 

***

'Selamat pagi, Sayang. Saya sudah siapkan nasi goreng di meja. Dimakan ya, saya kerja dulu. Jangan rindu.' 

Angel memasang wajah jijik. Dia baru bangun jam delapan pagi, matahari sudah benar-benar bersinar cerah. Kertas yang baru saja ia temui di tempelan pintu kulkas itu langsung ia remas lalu buang di kotak sampah. Tidak mutu, siapa juga yang akan merindukannya? Tidak ada! 

Mengusap perut, lapar, serius. Semalam dia tidak makan ketika Damian menggoreng telur untuknya. Berjalan mendekat pada meja makan, yang kecil muat untuk tiga orang saja. Sepiring nasi goreng, dengan tomat, timun, telur juga saus yang membentuk senyuman. Terakhir, ada note kecil lagi. Angel mengambilnya, membacanya perlahan. 'Semoga suka. Saya membuatnya dengan cinta. Selamat sarapan.' 

Angel menciumnya perlahan. Takut, siapa tahu Damian akan memberikan racun di dalam nasi gorengnya. Bisa saja kan? Orang membunuh selalu punya segala cara untuk membohongi mangsanya.  

Ingin menolak, tetapi gemuruh di perutnya bergejolak ingin dimasukkan asupan gizi. Tubuhnya bisa mati kurus kering tidak makan. Ah sudahlah, Angel tidak menemukan hal janggal di nasi gorengnya. 

Satu suap. Angel terpejam, takut rasanya tidak enak. Namun, justru pemikirannya salah. Nasi goreng ini sukses membuat mulut Angel bergetar menari-nari. Enak, serius. Damian bisa masak juga. "Gue cuma ngehargai masakan lo aja nggak lebih. Lagi pula gue yakin ini cuma pancingan lo doang." 

Angel memasuki kamar mandi. Sepertinya hidupnya akan monoton. Seperti terperangkap di penjara besi. Tidak ke mana-mana. 

Selesai mandi, dia mendudukkan dirinya di kursi goyang. Ruangan ini begitu luas. Di dalam mansion sudah memiliki ruangan sendiri-sendiri.  Di ruangan milik Damian, ada banyak rak buku tertata rapi. Angel enggan mendekat, itu bukan hobinya. Mungkin saja Damian hobi membaca. 

Gerald [I'm in Indonesia, Honey. I'm waiting at this place.] 

Angel terbelalak membaca pesan dari Gerald. Iya, Gerald kekasih yang amat Angel cintai, ditinggalkan demi Damian laki-laki tidak menahu diri itu. Di situ, Gerald bilang dia datang ke Indonesia. Memberikan lokasi tempat yang Angel begitu kenal. Itu klub malam, tempat yang Angel paling rindukan ketika ia di luar negeri  bersenang-senang bersama temannya. 

Oke, ini benar-benar menyenangkan hati Angel. Gadis itu merindukan Gerald. Ingin sekali memeluk juga mencium pipinya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status