Perlahan Callista mulai membuka matanya, dia merintih kesakitan pada bagian bawahnya. Namun, dia berusaha untuk menahan rasa sakit di bagian bawahnya. Tatapan Callista kini teralih melihat sosok pria yang masih tertidur pulas di sampingnya. Seketika senyum di bibir Callista terukir mengingat kejadian tadi malam. Sentuhan Daniel, tatapan pria itu yang begitu memuja tubuhnya. Bahkan sepanjang malam, Daniel selalu terus menginginkannya. Pria itu tidak henti memuji dirinya. Tadi malam, adalah hal terindah dalam hidup Callista. Dimana dia memberikan hal yang paling berharga dari dirinya, untuk pria yang dia cintai.
Callista membawa tangannya menyentuh dengan lembut wajah Daniel. Rahang t
“Nanti sore aku akan menemputmu,” ucap Daniel saat tiba di lobby rumah sakit. Rasanya begitu berat melepas kekasihnya itu. Padahal sebelumnya, Daniel sudah meminta Callista untuk tidak bekerja. Tapi tentu Callista menolaknya. Bisa saja Daniel memaksa Callista untuk tidak bekerja, tapi Daniel memilih untuk menuruti keinginan kekasihnya itu. Ini lebih baik, demi menghindar berdebat dengannya.Callista mendesah pelan. “Apa kau itu tidak bekerja? Kau selalu menjemputku. Bukan tidak ingin dijemput, tapi aku tidak ingin kau kelelahan harus menjemputku.”
Callista melangkah keluar dari ruang operasi. Setelah berada di ruang operasi hampir tiga belas jam berada di ruang operasi, membuatnya begitu lelah. Callista melirik arloji, kini sudah pukul delapan malam. Tanpa menunda, Callista langsung menuju ruang kerjanya, mengganti pakaiannya dan bersiap-siap untuk pulang. Sebelumnya, dia mengirimkan pesan pada Daniel, untuk tidak menunggunya. Bukan tidak ingin dijemput, tapi Callista hanya tidak ingin Daniel kelelahan harus menjemputnya. Tentu Callista mengerti, kesibukan Daniel sudah menyita banyak waktu kekasihnya itu. Dia tidak ingin merepotkan kekasihnya. Terlebih jarak dari perusahaan Daniel ke Queen Hospital tidaklah dekat.
Daniel turun dari mobilnya, dia membanting kasar pintu mobilnya, kemudian melangkah masuk ke dalam penthousenya. Callista turun dari mobil, dia berlari mengejar Daniel yang sudah lebih dulu masuk ke dalam penthousenya. “Daniel, tunggu, kita harus bicara..” Callista menahan lengan Daniel, hingga membuat langkah kaki Daniel terhenti. “Callista, aku lelah. Lebih baik kau langsung istirahat.” Daniel melepaskan tangan Callista yang menyentuh lengannya itu.
Daniel menyandarkan punggungnya di kursi. Dia memejamkan mata lelah. Sudah tiga hari ini, dia tidak berkomunikasi dengan Callista. Sebenarnya, dia ingin sekali menghubungi Callista, tapi ego yang ada di dalam dirinya mengalahkan keinginannya. Tidak bisa dipungkiri, dia masih begitu marah melihat Callista dekat dengan Mike. Ya, meski dia sudah mendapatkan informasi, jika benar Callista menggantikan Viktor menangani pasien yang mengalami kerusakan jantung, tapi tetap saja Daniel tidak suka Callista harus dekat dengan Mike. Hal yang membuat Daniel marah, adalah ketika saat Callista membiarkan Mike menemaninya di lobby, padahal sejak awal, Daniel sudah mengatakan jangan pernah dekat dengan Mike.
Callista turun dari mobilnya, dia melangkah masuk ke dalam apartemen. Dia langsung menuju lift. Setelah pulang dari rumah sakit, Callista memutuskan untuk ke salah satu restoran favoritenya dengan Olivia. Ya, sejak dulu Callista akan menghabiskan waktu berdua dengan Olivia, jika dia memiliki masalah. Terutama kali ini, pikirannya masih begitu kacau karena masalahnya dengan Daniel. Sudah tiga hari ini, mereka tidak saling berkomunikasi. Callista pun membiarkan Daniel mengambil keputusan yang pria itu inginkan. Meski sebenarnya, Callitsa begitu merindukannya.Ting
Callista menggeliat, perlahan dia mulai membuka matanya—mengerjap beberapa kali. Seketika kening Callista berkerut, dia memijat pelan pelipisnya kala dia melihat kamar yang yang terasa begitu asing. Callista mengedarkan pandangannya memastikan keberadaan dirinya. Tapi tunggu, seketika Callista merasa berada di atas awan. Dengan cepat Callista turun dari ranjang, dia hendak berjalan keluar. Namun, ketika Callista ingin melangkah keluar, langkahnya terhenti saat melihat Daniel masuk ke dalam kamar seraya membawakan nampan yang berisikan makanan.“Good morning..” Daniel meletakan nampan yang bersikan pasta carbonara dan orange juice ke atas meja. Lalu dia mengecup sin
Tokyo, JapanPesawat yang membawa Daniel dan Callista telah mendarat di Bandara Internasional Haneda, Tokyo. Setelah menempuh perjalanan dua belas jam, akhirnya Daniel dan Callista tiba di Tokyo. Kini Daniel dan Callista melangkah keluar dari pesawat. Sebelumnya, Daniel sudah meminta pelayan untuk membawakan barang-barang miliknyanya dan Callista ke dalam mobil. Tampak Callista yang sejak tadi terus memeluk lengan Daniel, begitu kelelahan.Ya, tentu Callista kelelahan akibat ulah Daniel yang tidak bisa membuatnya tidur. Kekasihnya itu menginginkannya lagi dan lagi.
Suara dering alarm terdengar, Callista yang tengah tertidur pulas, langsung terbangun. Perlahan dia mulai membuka matanya, mengerjap beberapa kali. Dia melihat ke jam dinding, kini sudah pukul delapan pagi. Kemudian, Callista mengalihkan pandangannya ke samping, dia melihat Daniel masih tertidur pulas.“Daniel,” Callista menyentuh bahu kekasihnya itu, lalu menggoyang pelan. “Apa kau tidak ada meeting hari ini?” ucapnya yang berusaha membangunkan kekasihnya itu. “Aku meeting siang, seka