Home / Historical / Darah dan Takdir / Bab 14: Persiapan Perang

Share

Bab 14: Persiapan Perang

Author: A. Rani
last update Last Updated: 2025-05-31 00:37:16

Malam terasa lebih dingin dari biasanya. Di dalam perkemahan tersembunyi di balik Pegunungan Garba, para pemberontak duduk melingkar di sekitar api unggun, wajah mereka penuh ketegangan dan kelelahan. Mereka telah melarikan diri dari Benteng Rimba, namun perang belum berakhir—justru baru saja dimulai. Saraswati berdiri di tengah-tengah mereka, tangannya mengepal di sisi tubuhnya, pikirannya dipenuhi dengan strategi dan keputusan yang harus segera dibuat.

Raksa menghamparkan peta kasar di atas sebuah batu besar yang mereka gunakan sebagai meja. Garis-garis merah dan hitam tergambar di atasnya, menunjukkan jalur pergerakan pasukan kerajaan serta kemungkinan titik serangan. "Kita tidak bisa hanya bersembunyi," katanya dengan nada berat. "Raja tahu bahwa kita masih hidup, dan dia tidak akan berhenti sampai kita semua musnah."

Saraswati mengangguk, matanya menelusuri peta dengan saksama. "Itu berarti kita harus bertindak lebih dulu. Kita tidak bisa terus menjadi buruan. Kita harus menyeran
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Darah dan Takdir   Epilog

    Langit Tirta Mandala merona merah keemasan saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Angin lembut berembus melalui menara-menara istana, membawa aroma dupa dan bunga yang masih tersisa dari upacara syukuran yang diadakan siang tadi. Di bawah cahaya yang semakin temaram, ibu kota mulai berdenyut dengan kehidupan barunya—pedagang menutup kios-kios mereka, prajurit berpatroli di jalan-jalan utama, dan rakyat berjalan pulang dengan langkah ringan, membawa harapan akan masa depan yang lebih baik.Namun, di dalam dinding batu yang megah, seorang ratu duduk sendirian di ruang pribadinya, merenungi apa yang telah terjadi dan apa yang masih harus ia hadapi.Saraswati menatap ke luar jendela besar yang menghadap ke kota, kedua tangannya bertumpu di tepian kayu yang diukir dengan motif naga air, lambang kebesaran keluarganya. Rambut hitamnya tergerai, tidak lagi disanggul seperti saat upacara resmi. Ia telah menjalani berbagai pertempuran, baik di medan perang maupun di

  • Darah dan Takdir   Bab 92 - Siasat dalam Senyap

    Di luar ruang bawah tanah, angin malam berhembus, membawa serta bau tanah yang lembab dan dingin. Di tempat yang berbeda, Saraswati berdiri di balkon istana, menatap ke arah langit gelap yang tidak menjanjikan kedamaian. Di kejauhan, di sudut-sudut bayangan yang belum tersentuh cahaya, musuhnya telah mulai bergerak.Dini hari di Tirta Mandala, kabut masih menggantung rendah di atas atap-atap istana, menciptakan suasana hening yang menegangkan. Di dalam ruangan strateginya, Saraswatiberdiri di depan meja kayu besar yang dipenuhi peta dan dokumen, matanya menelusuri setiap titik yang telah ditandai oleh Raksa dan para penyelidik kerajaan.Di sisinya, Raka berdiri dengan tangan bertumpu pada gagang pedangnya, ekspresinya tegang tetapi tetap penuh kewaspadaan. Ayunda Kira

  • Darah dan Takdir   Bab 91 - Jerat Tak Kasat Mata

    Ayunda, yang selama ini hanya mendengarkan, akhirnya berbicara lagi. “Kita mulai dari yang paling sederhana. Kita cari tahu siapa saja yang paling diuntungkan dari semua kekacauan ini. Tidak ada konspirasi yang berjalan tanpa motif. Kita ikuti jejaknya, dan kita akan menemukan akar masalahnya.”Saraswati mengangguk setuju. “Aku tidak akan membiarkan bayangan ini terus mengendalikan kerajaanku. Jika mereka berpikir aku akan menjadi ratu yang bisa mereka kendalikan, maka mereka telah keliru.”Keheningan menyelimuti ruangan, tetapi kali ini bukan keheningan ketakutan, melainkan kehe

  • Darah dan Takdir   Bab 90 - Bayang-Bayang di Balik Takhta

    Fajar menyingsing di atas ibu kota Tirta Mandala, menghamparkan cahaya keemasan yang perlahan merayap melewati menara-menara istana yang megah. Udara masih dipenuhi sisa-sisa aroma dupa dan bunga dari upacara malam sebelumnya, menandai awal dari era baru bagi kerajaan yang telah melalui begitu banyak pertumpahan darah. Di alun-alun utama, ribuan rakyat berkumpul, memenuhi setiap sudut untuk menyaksikan peristiwa yang akan tercatat dalam sejarah.Di tengah kerumunan yang luas, Saraswati berdiri di atas panggung batu yang dikelilingi oleh para pembesar kerajaan, prajurit, dan rakyat yang menunggu dengan harapan bercampur kewaspadaan. Jubah kebesarannya menjuntai megah, tenunannya berwarna biru laut dengan sulaman emas yang melambangkan kejayaan Tirta Mandala. Sebuah mahkota perak, yang lebih sederhana dari yang dikenakan raja-raja sebelumnya, bertengger di kepalanya. Ia memilihnya dengan sengaja—bukan s

  • Darah dan Takdir   Bab 89 - Sebelum Cahaya Membakar

    Saraswati merasakan dadanya menghangat oleh perasaan yang sulit dijelaskan. Ia ingin mempercayai kata-kata itu, ingin percaya bahwa ia bisa memiliki keduanya—cinta dan kerajaan, hati dan takhta. Tetapi di lubuk hatinya, ia tahu bahwa dunia tidak pernah begitu murah hati.Ia menarik napas dalam, lalu mengangguk. “Terima kasih, Raka,” katanya pelan. “Untuk segalanya.”Mereka berdiri di sana dalam keheningan, membiarkan angin malam menjadi satu-satunya saksi dari janji yang tidak terucapkan.Di hutan lebat yang jauh dari perkemahan Saraswati, Adhiraj duduk di dalam tendanya, menunggu dengan sabar. Cahaya lentera yang redup menerangi wajahnya, memperlihatkan tatapan tajam yang penuh dengan rencana.Di hadapannya, seorang prajurit berpakaian serba hitam berlutut, mela

  • Darah dan Takdir   Bab 88 - Sebelum Badai Menyentuh Hati

    Malam semakin larut, tetapi keheningan yang melingkupi perkemahan terasa semakin pekat. Saraswati berdiri dalam pikirannya yang kalut, menimbang beban yang kini ia pikul di kedua bahunya—beban seorang pemimpin dan beban seorang perempuan yang dihadapkan pada pilihan antara hatinya dan tanggung jawabnya. Di satu sisi, ia tahu bahwa Raka telah menjadi seseorang yang lebih dari sekadar pelindung baginya. Ia adalah sahabat, pendamping, dan satu-satunya orang yang bisa memahami dirinya di balik gelar dan takhta yang kini ia sandang. Namun, di sisi lain, cinta bukanlah sesuatu yang bisa ia genggam tanpa konsekuensi.Saraswati memandangi langit yang bertabur bintang, mencoba menemukan jawaban

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status