Share

3 Ekspresi Yang Alami

“Kamu apaan sih, kok namparnya benaran?” tanya Senja.

“CUT! Ada apaan sih? Lagi seru-serunya juga!” tanya sutradara memberengut kesal.

“Kamu tampar Senja benaran, Daf?” tanya sang sutradara lagi.

“Sorry, aku terlalu menghayati karakter. Lupa kalau ini cuma akting.”

“Ya sudah, mulai lagi.”

Disa mengangkat tangan kanannya dan melayangkannya pada Adrian. Adrian memegang tangan kanan Disa dan PLAK ... Disa menamparnya dengan tangan kiri.

“WOOOIIII ...!” teriak Senja.

“CUT! Kalian ini kenapa sih?” sutradara semakin kesal karena harus berhenti lagi.

“Bukan salah aku. Dia tiba-tiba pegang tangan aku. Aku jadi refleks pakai tangan kiri.” Dafa membela diri, tentu saja tidak ingin disalahkan.

“Kamu kenapa sih, Ja? Kan enggak ada adegan kamu menahan tangan Dafa.”

“Lagian dia kayak mau nampar benaran.” Senja terlihat sangat kesal kepada perempuan yang menjadi kawan mainnya itu.

“Cobalah yang benar, kalian ini!”

Yes yes yes ... rasain tuh, tamparan aku. Ahayyyy!

Dafa menunduk, tersenyum senang. Dia memang sengaja mengerjai Senja sebagai pembalasan karena sudah menceburkan dia berkali-kali ke dalam kolam renang.

Syuting masih terus berlanjut hingga menjelang subuh. Para kru sudah terlihat sangat lelah namun tetap terlihat semangat. Canda dan tawa mengisi waktu istirahat mereka. Antara para kri dan pemain, semua berbaur tanpa rasa sungkan.

“Kamu pasti sengaja, kan. Enggak usah nahan senyum gitu, deh.” Senja menatap Dafa dengan tatapan ingin menelan hidup-hidup.

Ya elah, baru segitu saja sudah kesal banget. Aku saja sering kena pukul dan tendangan benaran dari semua film yang aku mainkan, tapi enggak baper tuh kayak dia. Lebay deh.

🍂

“Untung saja hari ini aku tidak ada jadwal syuting. Nan, tolong telepon Bude Ning, dong, suruh ke sini. Badan aku pegel-pegel bangat.” Satu jam kemudian, Bude Ning, tukang urut langganan Dafa datang. Sudah beberapa tahun dia menjadi tukang urut Dafa.

“Mbak Dafa lagi syuting film baru?” tanyanya sambil mengolesi minyak di tangan artis muda itu.

“Iya, Bude.”

“Kok senang bangat sih main film berantam-berantem gitu?”

“Hehehe ... hobi sih, dan menantang.”

“Main film sama siapa?”

“Mila Yusuf dan Senja Purnama.” Dafa menyebutkan nama Senja Purnama dengan malas-malasan.

“Senja Purnama yang penyanyi dan model itu?" tanya bude dengan antusias.

“Iya.”

“Dia idolanya cucu bude, loh. Setiap hari pasti yang dinyanyikan lagu-lagunya Senja. Ganteng juha sih ya, orangnya ....” Bude terus saja bicara soal Senja, bikin Dafa jadi mengantuk.

“Tapi, mbak Dafa kok mau main film sama Senja, kan gosipnya enggak akur?”

“Itu mah hanya gosip saja, Bude.” Dafa hanya cengar-cengir. Padahal aslinya, Dafa dan Senja memang tidak pernah akur.

“Kirain benaran. Soalnya cucu bude itu sebel bangat sama mbak Dafa.”

“Kenapa?”

“Iya, katanya, Senja kan baik, ganteng, orangnya enggak sombong, suaranya bagus, lagu-lagunya enak didengar, kok bisa enggak akur sama Dafa. Pasti Dafa yang bermasalah. Sombong bangat itu si Dafa. Sok cantik bangat.”

WHAT?! SIALAN! Kenapa Senja yang dipuja-puja, aku yang dicela-cela? Dia enggak tahu apa, neneknya tukang urut langganan aku? Aishh...kalau bukan karena urutan neneknya yang enak, enggak bakalan lagi aku pakai jasa nih nenek.

“Hehehe, bisa saja Bude.”

“Terus, hari ini enggak syuting?”

“Enggak. Sekarang jadwalnya Mila dan Senja.”

“Oya mbak Dafa, bude minta tanda tangannya Senja ya. Buat cucu bude. Sebentar lagi dia ulang tahun.”

Dih, malas banget.

“Iya Bude, nanti aku minta sama Senja.”

Emang dasar tuh Senja. Lewat fansnya saja dia tetap mau ngerjain aku.

🍂

Semakin hari Dira dan Adrian semakin dekat. Ada hubungan apa sebenarnya di antara mereka? Ini membuat Disa semakin kesal, terutama pada Adrian.

“Kamu suka dengan Adrian?” tanya Disa pada Dira.

“Emang enggak boleh? Dia baik kok, enak diajak ngobrol. Coba deh, kamu ngobrol sama dia.” Disa meletakkan minumannya dan meninggalkan Dira. Disa berpapasan dengan Adrian namun tidak menghiraukannya.

“Tunggu! Sepertinya latihan untukmu harus lebih ditingkatkan lagi. Seharusnya kamu bisa seperti Dira. Perkembangan dia jauh lebih baik dari kamu.”

“Cih! Jangan kira karena papa percaya padamu dan sekarang Dira juga menyukaimu, terus aku bakalan ikut menyukaimu. Kau itu menyebalkan, dasar penjilat!”

Ekspresi Disa benar-benar terlihat alami, seolah sangat membenci Adrian. Ya, mungkin pengaruh dunia nyata, yang aslinya mereka memang tidak pernah akur. Entah apa alasannya.

“Aku heran, kenapa kamu tidak menyukaiku. Bukan aku yang meminta tuan Alex untuk menjadi bodyguard kedua anak perempuannya. Kamu itu juga menyebalkan. Sombong dan kekanakan.”

Ekspresi Adrian juga tidak kalah alaminya. Benar-benar membuat orang-orang yang melihat akting mereka ini berdecak kagum, ikut terbawa suasana.

“Tutup mulutmu! Tahu apa kamu tentang aku.”

“Tidak banyak. Tapi sejauh ini yang aku lihat adalah kamu itu tidak bisa menghargai orang. Tuan Alex menyuruhku melatih kalian agar kalian lebih bisa menjaga diri. Beliau sangat mengkhawatirkan keselamatan kalian. Tapi sayang sekali, anak bungsunya bersikap seperti ini, selalu mengeluh dan tidak mau menilai sesuatu dari segi positifnya.” Adrian pergi meninggalkan Disa begitu saja sebelum Disa sempat mengatakan apa-apa. Sedangkan Disa hanya mengepalkan tangannya erat-erat dengan raut wajah menahan emosi.

Dasar cowok sialan, diucapkan oleh dia kepribadian, yaitu Disa dan Dafa.

Hari berganti minggu, dan berganti bulan. Malam itu berita mengejutkan sampai di telinga Dira dan Disa. Papa mereka tiba-tiba saja masuk rumah sakit karena serangan jantung. Mereka berdua ditemani oleh Adrian menuju rumah sakit. Alvin, orang kepercayaan tuan Alex mengatakan bahwa papa mereka mengalami serangan jantung setelah mendengar berita bahwa perusahaannya dituduh telah menggelapkan dana sebesar sepuluh milyar yang saat ini tengah diselidiki oleh KPK.

Tidak hanya itu, beberapa investor menarik investasi mereka, pemegang saham ada yang menjual saham mereka dengan harga yang murah, menyebabkan nilai saham semakin anjlok. Pemilik tanah yang menjual tanahnya untuk proyek selanjutnya juga menuntut pembayaran segera dilunasi sebesar lima milyar, padahal kenyataan yang sebenarnya, pembayaran tersebut sudah dilunasi tiga bulan yang lalu. Ditambah lagi tanah yang baru-baru ini dibeli dan sudah dilunasi ternyata bermasalah. Dira dan Disa tidak habis pikir, bagaimana bisa masalah ini datang sekaligus. Selama ini mereka tahu, papa mereka bekerja dengan sangat hati-hati, bagaimana bisa jadi seperti ini?

“Pasti ada pengkhianat!” Disa mengatakannya dengan penuh emosi.

“ Betul. Licik sekali mereka, menyerang papa dengan bertubi-tubi seperti ini.”

“Alvin, apa kami bisa mempercayaimu?”

“Tentu saja nona Disa. Aku akan mendedikasikan hidupku untuk keluarga tuan Alex dan perusahaan.”

“Baiklah kalau begitu, selidiki direktur keuangan dan tuan Juan. Perintahkan pada Peter untuk memeriksa aliran dana mereka dan semua anggota keluarga mereka. Siapa saja orang-orang yang akhir-akhir ini mereka temui. Selidiki juga orang-orang yang terlibat dalam pembelian tanah bermasalah itu. Oya, juga perusahaan XM DnC.”

“Baik, Nona Disa.”

“Apa rencanamu?” tanya Dira.

“Menurutmu apa lagi? Aku melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Kau juga jangan lupa dengan tugasmu, jangan hanya sibuk dengan bodyguard kesayanganmu itu.”

“Kau ini, jangan terlalu sinis seperti itu.”

“Nona, kalian berdua juga sebaiknya berhati-hati. Inilah yang tuan Alex khawatirkan, beliau juga berpesan pada saya untuk mengingatkan kalian, jika saat seperti ini terjadi, kalian harus lebih waspada dengan orang-orang di sekitar kalian, jangan percaya dengan siapa pun.”

“Benar sekali. Jangan percaya pada siapa pun, termasuk dirimu,” kata-kata Disa tajam dan menusuk.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status