Share

2 Melawan Musuh

Satu bulan sudah Adrian melatih Dira dan Disa. Dan selama satu bulan ini mereka mencari cara bagaimana agar Adrian dipecat oleh papa mereka.

“Jangan dikira kamu bisa seenaknya, hanya karena papa percaya sama kamu.”

Adrian menatap tajam pada Disa.

“Aku bisa melatih kalian dengan cara aku sendiri. Pak Alex sudah mengizinkannya. Sekarang jangan banyak bicara, kita mulai lagi latihannya.” Adrian menggendong Disa dan BYURR

...

“CUT!” kata sutradara.

“Sen, aku kan belum kasih aba-aba. Itu si Dafa jangan langsung dilempar ke kolam renang,” lanjutnya.

Dafa naik ke sisi kolam renang. Beberapa kru mencoba membantu Dafa yang terlihat kesusahan dan memberikan gadis itu handuk untuk mengeringkan badan.

“Bukannya tadi sudah?” tanya Senja.

“Belum! Sudah, kita ulang lagi. Itu si Dafa keringkan dulu semuanya,” perintah sang sutradara.

Setelah semuanya kering dan penampilan Dafa sudah normal lagi, pengambilan adegan dimulai lagi. Senja menggendong Dafa dan BYURR ....

“CUT!”

“Sorry, tanganku kesemutan. Lagian si Dafa berat bangat,” katanya kepada sutradara.

Senja senyum-senyum kepada Dafa.

Pasti sengaja deh. Lagian apa katanya tadi, berat? Body langsing kaya gini dibilang berat? DASAR AMATIRAN, MODAL TAMPANG TAPI TIDAK BISA APA-APA, batin Dafa.

Setelah itu Dafa dikeringkan lagi.

Astaga! Film ini membawa penderitaan untukku, ucap Dafa dalam hatinya.

Sepertinya gadis itu akan sering mengumpat dalam hati.

“Jangan sampai salah lagi!” ucap sutradara mewanti-wanti.

Senja menggendong Dafa dan BYUR ... melempar Dafa yang berperan sebagai Disa ke kolam renang dengan sangat keras.

“Kamu apaan sih?”

“Latihan kekuatan dalam air. Sekarang kamu latihan menendang dan memukul di situ. Cepat, kalau tidak mau terlalu lama di dalam kolam.”

🍂

“Ya ampun, masuk angin nih pasti,” keluh Dafa pada Nani, asistennya. Dia memberikan Dafa teh hangat yang tidak terlalu manis.

“Nyebelin banget tuh si Senja. Dia pasti sengaja, nyeburin aku sampai tiga kali ke kolam renang.” Rony hanya melihat Dafa tanpa mengatakan apa-apa.

Dih dasar, manager enggak punya perasaan. Untung kamu sepupu aku, kalau enggak sudah aku pecat dari dulu.

“Aku sudah berapa kali main film laga, tapi tidak pernah sampai sepegel ini. Padahal ini baru tiga hari syuting loh Ron,” kata Dafa terus menerus.

“Sudah, jangan kebanyakan mengeluh. Nikmati aja. Namanya juga main film. Yang penting 'kan bayarannya mahal. Rekening kamu bisa over dosis,” Roni hanya cekikikan dengan celotehannya sendiri yang tidak berprikemanusiaan tersebut.

Dafa melemparkan bantal kursi, tepat mengenai wajahnya yang pas-pasan itu, cenderung minus malahan.

“Aku bukannya mengeluh. Tapi ini fakta. Lain kali, dibayar berapa pun, aku enggak bakalan mau lagi main film sama cowok menyebalkan itu. Kamu dengar aku, kan?” Rony hanya menghela nafas, seolah sedang menahan sabar. Kan seharusnya Dafa yang harus banyak bersabar dengan manager yang suka seenaknya ini, mentang-mentang masih keluarga.

🍂

Adrian menangkis tangan Disa. Disa berusaha menendangnya, tapi dia juga berhasil mengelak. Disa mengeluarkan seluruh kemampuannya. Tendangan dan pukulan terus tertuju pada Adrian. Wajah Disa basah karena keringat, begitu juga dengan Dira. Adrian menarik tangan Disa dan menguncinya. Disa berusaha menyikut Adrian, tapi sia-sia saja. Dira berusaha menolong Disa. Adrian mendorong Disa ke arah Dira sehingga mereka berdua terjatuh.

“Istirahat sepuluh menit. Setelah itu tendang sarung pasir ini hingga hancur.” Dira dan Disa berpandangan dan langsung merebahkan diri. Nafas mereka tidak teratur. Deru jantung mereka berdetak tak teratur. Antara lelah dan kesal.

“Dia ... bukan ... manusia,” kata Disa ngos-ngosan.

“Aku pasti bisa mencari cara biar dia bisa dipecat sama papa.” Kebencian Disa dan Dira kepada Adrian semakin meningkat. Sementara papa kedua gadis itu berada di luar kota, Adrian semakin melancarkan kekejamannya pada Disa dan Dira.

Dira dan Disa berjalan-jalan malam harinya. Mencari kesempatan di saat Adrian tidak ada untuk menyelidiki suatu masalah yang diperintahkan langsung oleh papa mereka.

Sebuah mobil jip menghadang mobil mereka. Beberapa pria berbadan kekar turun dari mobil itu. Wajah mereka ditutupi, namun aura kejam tampak dari mata mereka. Mereka memecahkan kaca mobil dan memaksa kedua wanita itu untuk keluar dari mobil. Disa menendang pria yang berdiri paling dekat dengannya, sedangkan Dira menonjok salah satu pria yang berdiri di hadapannya. Pria berambut gondrong mengeluarkan pisau dan menghunuskannya kepada Disa. Untung saja Disa berhasil menghindar. Dira juga sudah memulai perkelahian dengan melawan dua orang sekaligus.

Jumlah yang tidak seimbang membuat Dira dan Disa kualahan. Sebuah mobil sedan berhenti di dekat mereka. Disa melihat sosok yang turun dari mobil itu. Adrian langsung menyerang salah satu dari mereka. Tendangannya bertubi-tubi. Tidak lama bagi Adrian untuk berhasil mematahkan tangan salah satu dari mereka. Pria yang tangannya dipatahkan itu berteriak kesakitan. Lalu Adrian menyerang pria yang memegang pisau. Pisau itu berpindah tangan. Adrian lalu menusukkan pisau itu ke paha pria berambut gondrong itu. Sekarang baru seimbang, tiga lawan tiga.

Pertarungan masih berlanjut. Adrian memelintir tangan lawannya dan membenturkan kepalanya ke kaca mobil hingga pecah. Darah segar mengalir dari kepala pria itu.

“Kabur!” kata pria yang melawan Disa, karena merasa merekalah yang akan kalah. Pria yang pahanya ditusuk, dipapah oleh temannya. Adrian langsung mengambil ponsel dan memfoto mobil itu dan plat nomornya. Dira menghampiri Disa dan memeluknya.

“Ini akibatnya kalau kalian pergi diam-diam. Mulai sekarang tingkatkan lagi latihan kalian!”

Dira dan Disa hanya diam saja, tidak berani protes. Mau ditingkatkan gimana lagi, latihannya?

Sesampainya di rumah, Adrian memberikan Disa dan Dira obat. Disa mengambil obat dari tangan Adrian dengan kesal. Rasanya, Disa sudah tidak sanggup lagi mendengar ceramah dari Adrian.

🍂

Pertempuran beberapa hari yang lalu telah mengubah banyak hal. Adrian semakin keras melatih Dira dan Disa. Pak Alex juga semakin percaya kepada Adrian.

“Kenapa sih, dia melatih kita seolah kita anggota wajib militer. Ya disuruh gelindingan lah, merangkak, panjat tembok, menahan nafas, menembak. Dan yang paling menjijikkan, kita disuruh makan serangga. Oya, sama pegang ular. Dihhh ... aku sampai mau pingsan dan enggak nafsu makan sampai berhari-hari.” Disa mengucapkannya dengan berapi-api.

“Ya sudahlah, gapapa. Masih untung, kan, kita dilatih sama dia.”

“Maksudnya?” Disa nampak bingung dengan perkataan kakaknya itu. Tapi bukannya menjawab, Dira malah senyum-senyum.

“Kamu senyum-senyum kenapa sih?”

“Dia kan ganteng, si Adrian itu.” Disa sang adik mengernyitkan keningnya.

Ya ampun, jangan-jangan Dira suka sama Adrian. Kalau dipikir-pikir, akhir-akhir ini sikap Dira memang agak beda sama Adrian. Lebih menurut dan ramah. Padahal sebelumnya kelihatan benci banget, sama kayak aku.

Bukan hanya Dira yang berubah, tapi sikap Adrian juga beda ke Dira. Lebih sering mengobrol dan tersenyum. Akhirnya, hanya Disa sendiri yang merasa tersiksa oleh pelatihan ini.

“Kenapa sih, kamu susah sekali dikasih tahu? Aku kan sudah berkali-kali bilang kalau latihan itu harus serius.”

“Dengar ya Mr. Bodyguard, jangan mentang-mentang papa percaya sama kamu, dan sekarang Dira juga sudah menurut kata-kata kamu, kamu bisa seenaknya.”

“Memang susah ya, ngadepin cewek manja kayak kamu.”

PLAK ... Disa menampar Adrian dengan sekuat tenaga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status