Share

6. Sarapan Mie Instan

Author: Trioboy
last update Last Updated: 2024-03-08 08:47:50

"Ayo, Non. Ikuti bibi ke dalam," ucap Bi Nia setelah melihat orang yang dimaksud oleh Ferdi, menuruni mobil.

"Panggil saja Nisa, Bi. Gak usah pakai 'non'," balas Nisa merasa tidak enak.

Nisa memasuki kamar yang cukup besar untuk ukuran asisten rumah tangga. Bahkan memiliki kamar mandi sendiri, dia merasa seperti sedang mengkos ketika kuliah dulu.

"Ini kamar untuk saya sendiri, Bi?" tanyanya sopan karena lawan bicaranya sudah tua, seusia almarhumah ibunya.

"Iya, Nisa. Kamar aku ada di sebelah, panggil saja kalau ada yang dibutuhkan," ujar Bi Nia ramah, raut wajahnya menjadi lebih ramah, berbeda dengan yang pertama dilihat Nisa tadi, lebih waspada.

Kamar itu begitu berantakan karena bekas kamar pengasuh anak majikan yang tiba-tiba mengundurkan diri.

"Baik, Bi. Bibi istirahat saja, biar Nisa yang membereskan semua ini," ujar Nisa sambil menangkap tangan Bi Nia yang akan menarik seprai dan sarung bantal.

Lalu beliau mengambil seprai dan sarung bantal yang baru untuk Nisa. "Istirahatlah, besok bangunlah pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan untuk Tuan Ferdi. Aku akan pergi mencari pengasuh baru buat bos kecil kita nanti," ujar beliau.

"Iya, Bi."

*

Nisa sudah bangun sebelum jam 5 pagi. Kebiasaannya bangun ketika masih memiliki balita untuk memberikan asi untuk anaknya, sekarang kegiatan itu berganti dengan dia yang harus mengosongkan payudaranya.

Untungnya majikan baru Nisa yang ternyata duda beranak satu itu, terbiasa sarapan dengan roti isi dan kopi hitam. Pekerjaan mudah bagi Nisa yang tidak memiliki kepandaian dalam memasak.

Sarapan Ferdi sudah siap ketika dia menuruni lantai 3 rumahnya, jadi ketika lelaki itu duduk di meja makan, Nisa sudah sibuk dengan cuciannya di teras belakang.

Bi Nia dengan cekatan memberikan catatan untuk tugas Nisa di rumah itu, bahkan lengkap dengan jam berapa pekerjaan itu harus selesai dikerjakan terutama sarapan 2 beranak majikannya itu.

TENG!

Alarm di jam beker di dapur berbunyi, tanda dia harus menyiapkan sarapan untuk bos kecil. Yang sangat mengagumkan dikeluarga itu adalah penghuninya sangat tepat waktu dan sangat konsisten, bahkan anak berusia 5 tahun itu selalu bangun di jam delapan pagi.

Bos kecil itu bernama Lana Ahmad, mengingatkan Nisa dengan anaknya yang juga bernama Lana, Maulana.

"Eyakh! Makanan apa ini? Kucing?" teriak Lana sambil meludahkan makanan di mulutnya.

Sesuai instruksi, Nisa membuat Nasi goreng bayam untuk anak itu, tidak lupa dicampur dengan telor orek.

"Sarapan Den Lana, nasi goreng kesukaannya, kan?" ujar Nisa langsung melepas pekerjaannya menjemur pakaian begitu mendengar seruan menggelegar dari meja makan.

Nisa tidak hanya sendirian pembantu di rumah itu. Ada pembantu yang membersihkan rumah, ada yang bertugas merawat kebun dan halaman, belum lagi ada 2 satpam yang menjaga area rumah itu.

"Ini bukan makanan kesukaanku! Ini bubul kucing, lembek!" teriaknya melengking.

Tidak ada yang berani mendekati anak itu karena takut akan dipecat, sebab dikira sudah tidak becus menemani anak majikan.

"Siapa kamu? Mana Bi Nia yang beltugas memasak nasi goleng kesukaanku? Apa kamu mau dipecat juga, sepelti Yuni beloooo." Anak kecil yang bicaranya cadel itu melotot menyeramkan ke arah Nisa yang tergopoh-gopoh mendatangi meja makan.

"Bi Nia sedang keluar sebentar, jadi sarapan ini saya yang membuatnya," ujar Nisa begitu sudah sampai ke meja makan. "Apa Den Lana tidak menyukainya?" tanya Nisa lembut ketika melihat wajah mungil yang mendeliknya itu.

"Makan aja sendili!" Anak itu mendorong piring makannya menjauh.

Nisa memakan sedikit hasil buatannya, memang terasa menggelikan karena terlalu lembek, apalagi sudah dingin. "Euh, benar, rasanya menggelikan," ujar Nisa menjulurkan lidahnya dengan mata terpejam sebelah, ekspresi yang disukai anaknya dahulu.

Anak itu memang meliriknya dengan tertarik, tapi masih dengan sikap sangar yang ditunjukkannya. "Buatkan makanan yang lain, aku lapalll."

"Of course, tentu saja, Tuan Muda. Makanan ini sudah tidak layak, saya akan membuatkan Anda makanan terenak di dunia," ujar Nisa dengan gaya Uncle Muthu di salah satu kartun.

Wajah anak itu sudah mulai lemas dan memperhatikan Nisa yang sibuk di depan kompor. "Hei, aku gak boleh makan mie itu," serunya ketika Nisa membuka bungkus mi instan.

"Serius gak mau ini?" Nisa menunjukkan bungkus itu yang sudah terbuka separo.

Anak itu jadi ragu, wajahnya menunjukkan kalau sebenarnya dia mau. Nisa meletakkan telunjuknya di depan bibir dan berbisik, "Ssst, asal Den Lana gak bilang-bilang, saya akan memberikan mie ini sedikit."

"Aku mau semuanya," ucapnya tanpa pikir panjang.

"Umm... oke," ujar Nisa dengan gaya berpikir keras.

Mie intan itu direbusnya dengan 2 telur dan dicampur sedikit sawi. Nisa menyajikan mie itu di mangkuk besar dan sepiring nasi.

"Makanlah dengan nasi biar kenyang, kalau gak habis biar saya yang menghabiskannya," ucap Nisa penuh kemenangan karena melihat binar bahagia di mata bos kecilnya.

"Kamu mau kemana, kamu halus disini menyuapiku. Bagaimana kalau kuah panas ini membakal lidahku, apa kamu mau beltanggung jawab. Bantu tiup!" Perintah pria kecil itu begitu Nisa berbalik akan kembali ke belakang. Wajahnya kembali sangar dan kaku.

Nisa kembali dan duduk di samping Lana. Meniup mie instan itu dan menyuapinya. Begitu anak itu menyukainya, Nisa menyendok sedikit nasi dan memasukkan sendok itu ke mangkuk agar kuah mie itu sangkut ke dalam sendok.

"Mie nya juga," ucap Lana menunjuk mangkuk begitu anak itu cuma melahap nasi dan kuah, meminta Nisa menyuapkan mie nya ke mulut mungilnya.

Nisa mengingat momen ketika anaknya yang masih berusia 7 bulan memakan mie goreng, anaknya itu suka makan sendiri dan Nisa membiarkannya meski makanannya berceceran ke pipi atau mengotori bajunya.

Mata Nisa mulai berembun lalu berkaca-kaca karena anak majikannya itu mengingatkannya kepada almarhum anaknya.

"Jangan menghubungiku, apalagi tentang masa lalu. Tapi kalau kamu memohon untuk rujuk, aku bisa mempertimbangkannya." Ucapan Rif'at sebelum Nisa keluar rumah dengan menyeret koper besar, tiba-tiba mampir di kepalanya.

"Jangan terlalu banyak berharap, Mas. Hutang perawatan rumah sakit putra kita juga tidak akan aku pinta darimu, aku yang akan membayarnya lunas," jawab Nisa saat itu tanpa menoleh ke arah mantan suaminya.

Dia tahu, Rif'at hanya ingin Nisa memohon ampun dan merasa bersalah. Pria itu terbiasa diagungkan seperti yang dilakukan oleh bawahannya di kantor dan dia suka ketika Nisa selalu bergantung padanya.

Nisa menghembuskan nafasnya kasar melalui hidung lalu mendenguskan tawa. Mengingat penampilan mantan suaminya yang biasa saja, tanpa jas mengkilapnya Rif'at hanya terlihat seperti lelaki biasa yang tidak terurus, seluruh tubuhnya bau asap rokok dan matahari karena belum mandi padahal siang telah berganti dengan malam.

"Apa kamu sudah gila? Aku tidak mau diulus oleh olang gila," seru Lana tiba-tiba yang melihat Nisa tertawa sambil meneteskan airmata.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dari Asisten Dinikahi Bos Keren   28. Bi Nia dan si Lelaki Misterius

    Sesuai janjinya kepada Bi Nia, Nisa membawa Lana untuk berjalan-jalan ke taman. Sesuai usul Mang Kardi, Nisa pun juga memanggil ojek online untuk membawa mereka pergi ke tempat tujuan yang jaraknya tidak terlalu jauh.“Hati-hati, Mbak. Kalau ada apa-apa, telpon saja Amang.” Pesan Mang Kardi ketika mereka sudah siap berangkat.“Siap, Mang,” jawab Nisa lalu motor yang membawa mereka mulai berjalan.Nisa memutuskan tetap membawa majikan kecilnya jalan-jalan sore itu, sesuai dengan pesan Bi Nia, meski dia tau kemungkinan kalau mereka sedang diawasi.Setelah sampai di taman, wanita itu tidak menyesal dengan keputusannya setelah melihat Lana yang begitu senang dan mencoba semua permainan yang ada di taman itu. Memang anak itu kalau setiap hari sabtu sore, selalu ke tempat itu, tapi tidak membuatnya membuatnya puas dengan semua permainan itu. Dia akan bermain mandi bola, memancing ikan dan menaiki odong-odong.Dan setelah satu jam mereka berada di taman, Nisa kembali melihat ada lelaki ting

  • Dari Asisten Dinikahi Bos Keren   27. Jadilah Mamaku

    Seperti biasa, Nisa membawa Lana pulang dengan berjalan kaki karena jarak antara sekolah dan rumahnya hanya berjarak 2 kompleks perumahan."Bagaimana, Mbak. Mau tidak jadi mamaku?" tanya Nisa sebel;um mereka sampai di rumah bertingkat 3."Apa ayahmu yang menyuruhmu, Den?""Jangan panggil aku Aden lagi.""Aku masih pengasuhmu lho, Den Lana," ujar Nisa tertawa."Aku hanya tidak ingin mereka memecatmu. Kalau kamu jadi mamaku, tentu mereka tidak akan berani memecatmu." Lana berlari masuk ke dalam pagar yang sudah dibuka Mang Kardi saat melihat mereka berjalan mendekat."Ngambek lagi, Mbak? Majikan kecil kita?" tanya Mang Kardi saat Nisa melewati beliau."Iya, Mang. Mungkin dia kecapekan," ujar Nisa beralasan.Nisa melongokkan kembali kepalanya melewati pagar setelah kakinya melangkah ke dalam, mengintip ke arah kedatangannya bersama Lana tadi.“Ada apa, Mbak?” tanya Mang Kardi heran melihat tingkah Nisa yang seperti anak kecil main petak umpet.“Ada yang membuntuti kita dari tadi, Mang,”

  • Dari Asisten Dinikahi Bos Keren   26. Bimbang

    “Menikahlah denganku.” Ucapan Ferdi terus terngiang dalam benak Nisa.Dia tidak mampu berkata-kata saat di dalam ruang kerja lelaki itu, pikirannya berlarian kesana kemari. Sekarang pun masih, dia sedang berada di dapur dan sedang herpikir, 'kenapa bos kerennya itu bisa tertarik dengan janda seperti dirinya?'Sementara Ferdi juga sedang galau di ruangannya, dia merasa seperti kehilangan kharismanya.“Bagaimana kalau dia menolakku, aku tidak akan punya keberanian lagi untuk bertemu dengannya. Bodoh bodoh bodoh.” Ferdi memukul kepalanya seiring dengan umpatan yang dia lontarkan.“Seharusnya aku melakukan pendekatan terlebih dahulu. Dia pasti terkejut dengan pernyataanku tadi kan.” Ferdi menggaruk belakang kepalanya dengan kasar, sehingga rambut bagian belakangnya mencuat berantakan. Teringat ucapan kaki tangan sekaligus orang yang memberikan petuah cinta, begitu teman sekaligus bosnya curhat tentang seorang wanita. Lelaki seusia Ferdi yang bernama Herdiansyah. Lelaki yang dianggap sama

  • Dari Asisten Dinikahi Bos Keren   25. Menikahlah Denganku

    Merasa mendapat penolakan, membuat Ferdi diam sepanjang jalan. Sedangkan Nisa sering melirik ke samping, ke tempat Ferdi duduk di belakang kemudi, khawatir kalau lelaki itu marah atas sikapnya yang tanpa pikir panjang menampik perhatian majikannya yang tidak biasa.Ferdi menutup erat mulutnya, bahkan kalau perlu menahan nafasnya juga. Dia tidak pernah mendapat penolakan dari wanita manapun karena dia memang tidak pernah membuka hatinya kepada lawan jenis, setelah dikhianati oleh gebetannya sewaktu kuliah dulu.Bahkan ketika sampai ke rumah pun, Ferdi masih tetap tidak mau membuka mulutnya, padahal biasanya dia akan bicara walau tanpa ekspresi, “harus sudah stand by jam 8 pagi besok di mobil, setelah mengantar Lana sekolah lanjut ke kantor.”“Apa dia marah karena ku tolak papahannya tadi? Huh, kekanak-kanakan sekali. Lagian mana mungkin aku mau digandeng oleh bosku sendiri sementara banyak mata yang memperhatikan kami, apa dia tidak memikirkan reputasinya?” gumam Nisa bertanya-tanya sa

  • Dari Asisten Dinikahi Bos Keren   24. Mulai Tertarik

    "Apa Mbak Nisa dan ayah berpacaran?" tanya Lana ketika mereka sudah sampai di mall dengan diantar oleh sopir kantor."Kenapa Den Lana bisa berpikir begitu?" tanya Nisa terkejut karena anak sekecil itu bisa tau mengenai pacaran."Sama seperti ibu yang sering bawa lelaki ke rumah. Ibu bilang itu pacar ibu, mereka sering makan malam bersama. Mbak bakal pergi makan malam dengan ayah, kan?" ujar Lana, masih menggengam tangan Nisa yang menggandengnya dari ketika mereka turun dari mobil, karena anak itu sering berlari-lari hingga Nisa kesulitan mengejarnya."Kami bukan hanya makan berdua saja, Lana. Tapi juga ada klien Tuan Ferdi." Nisa memilih menjawab Lana dengan gaya dewasa, karena dia yakin dengan gaya anak itu mungkin bisa mengerti."Kalau klien perusahaan, kenapa tidak bertemu di kantor saja, Mbak. Kenapa harus makan malam?" Tuh kan, anak itu sedikit banyaknya sudah mengerti."Iya kalau klien kantor, tapi ini klien Tuan Ferdi dan beliau sedang merayakan ulang tahunnya yang ke - 70.""W

  • Dari Asisten Dinikahi Bos Keren   23. Kebimbangan Ferdi

    "Maaf, Mbak. Mbaknya ngomong sama siapa, ya?" Tiba-tiba seorang pemuda menyapa Nisa yang berbicara sendiri. Dari raut pemuda itu terlihat waspada sambil mengedarkan matanya di sekeliling Nisa."Saya pikir, Mbak tadi bicara dengan ponsel, tapi saya liat-liat lagi, tidak ada headset di lubang telinganya." Pemuda itu menatap Nisa dengan ketakutan.Nisa yang juga terkejut, heran melihat reaksi pemuda itu. "Oh, maaf mengagetkanmu. Saya hanya sedikit stres dengan pekerjaan hari ini," ujar Nisa beralasan."Oh, syukurlah." Pemuda itu menghembuskan nafasnya lega, karena sempat mengira kalau Nisa sedang berbicara dengan makhluk tak kasat mata."Pegawai baru, ya?" tanya Nisa yang merasa lucu melihat pemuda itu membuang keteganganya."Iya, Mbak. Baru 2 bulan, masih masa percobaan," jawabnya santai kemudian."Semoga betah, ya." Setelah Nisa mengatakan itu, lift yang akan turun ke lantai dasar berhenti di lantai 3."Duluan, ya," lanjut Nisa yang diangguki sopan oleh pemuda tadi.Nisa mendengar keri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status