"Apa maksudmu, Mas? Aku datang hanya untuk mengambil barang-barangku, jangan memulai pertengkaran baru," ujar Nisa lemah, bahkan untuk tersentak karena dikagetkan oleh suaminya pun sudah tidak mampu.
"Lelaki itu yang di rumah sakit tadi, kan? Selingkuhanmu yang berpura-pura menjadi penabrakmu padahal dia sedang menjengukmu, kan?" ujar Rif'at lagi dengan bersemangat sambil menunjuk ke arah mobil Ferdi yang parkir di depan rumahnya."Teruskan imajinasimu, Mas. Aku capek, kita sudah tidak punya hubungan lagi kan, Mantan?" sahut Nisa asal."Bilang saja kalau kamu senang sudah dicerai olehku. Sudah lalai menjaga anakku, sekarang malah terang-terangan menunjukkan selingkuhan di depanku," ujar Rif'at keras, tidak beranjak dari tempatnya berdiri sementara Nisa menyentuh kepalanya yang mulai berdenyut."Jangan melawak kamu, Mas. Putraku sakit karena asap rokokmu itu! Putra kita terkena radang pernapasan karena menjadi perokok pasif, Mas, karena menghirup asap rokokmu. Seharusnya kamu menurut dengan apa yang aku katakan, ganti bajumu dan cuci tangan sebelum menggendong anak kita, kalau perlu mandi sekalian!" jawab Nisa tidak kalah keras, dia sudah lelah dituduh macam-macam."Oh, sudah berani kamu ya melawan suami. Sekarang malah berani membawa selingkuhan ke rumah!" sahut Rif'at lagi setelah berhasil menguasai keterkejutannya karena Nisa berani bersuara keras, padahal tidak pernah.Tanpa dapat di cegah, Nisa tertawa terbahak-bahak namun dengan ekspresinya yang sedih. "Mantan, Mas. Kamu mantan suamiku, kamu sudah menceraiku kalau kamu lupa. Sekarang kalau aku minta antar jemput pacar baruku, kamu sudah tidak ada hak mencampurinya apalagi marah!" jawab Nisa membelalakkan matanya menantang ketika mengatakan kata terakhir.Saking kesalnya, Nisa mengiyakan saja tuduhan sang mantan suami kalau dia sudah memiliki pacar. Setelah dipikirkan, apa yang dikatakan Rif'at ada benarnya. Dia baru saja menyadari kalau dia merasa lega sudah bercerai dengan sang suami, entah kenapa dia merasa ikatan tak terlihat yang membelenggunya selama ini sudah terlepas. Dia bisa bernafas lega.Yang tadinya selalu menjaga lisannya di depan suami, sekarang dia bebas menunjukkan ekspresinya.Yang tadinya dia merasa suaminya itu terlihat berwibawa, sekarang nampak seperti lelaki yang hanya haus kehormatan.Yang tadinya dia merindukan sentuhan dan kasih sayangnya, sekarang baru disadari Nisa kalau selama ini dia tidak menikmati sentuhan itu bahkan dia merasa mual ketika lidah mereka beradu karena rasa nikotin dan tar sudah menempel erat di ludah suaminya."Tentu saja aku tidak lupa, Nisa. Kamu pikir aku siapa bisa melupakan ucapanku sendiri beberapa jam yang lalu?" ucap Rif'at menyindir Nisa yang sering melupakan pekerjaan rumah, bukan lupa tapi karena saking banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakannya, membuatnya kadang melewatkan sesuatu."Kamu Rif'at Al Mansyur, ayahnya M. Maulana. Perokok berat yang tidak pernah bisa membuat anaknya tersenyum ketika menangis. Apa kamu tidak menyesal karena tidak memiliki waktu yang banyak selama anak kita hidup, Mas?" Suara Nisa bergetar sambil menahan emosinya."Kamu mengenal aku, Nisa. Aku orang yang tidak suka dengan anak kecil, jadi jangan menuntutku melakukan yang bukan keahlianku.""Kalau kamu meminta aku memaklumimu seperti itu, kenapa kamu menuntutku melakukan sesuatu yang tidak aku bisa sebelumnya. Aku berusaha, Mas, dan ketika aku berhasil melakukannya, tidak ada pujian untukku," sahut Nisa keras karena Rif'at juga mengeraskan suaranya. Dia tidak perduli lagi kalau pertengkaran mereka didengar orang lain."Oh, ibu kamu harus mendengar ini. Kalau kamu tidak mengharap kehadiran anak, sementara beliau memaksa kamu memilikinya," lanjut Nisa lalu berjalan menjauh, memasuki kamar utama untuk membereskan pakaiannya.*"Hem, tenang saja, Sayang. Dia datang hanya untuk mengambil pakaiannya. Tidak ada harta gono gini untuknya... tidak, dia tidak akan marah toh dia juga membawa pacarnya kesini... ya pacar yang pura-pura jadi penabraknya, lucu kan?... ya, dasar perempuan licik!" Rif'at berbicara di ponselnya dengan suara pelan.Nisa yang keluar untuk mengambil barang anaknya di kamar sebelah, mendengar pembicaraan itu karena Rif'at duduk di sofa ruang tamu yang artinya Nisa harus berjalan melewati tempat duduk mantan suaminya itu.Dengan santai Rif'at menyentakkan kepalanya ke atas saat melihat Nisa berjalan sambil meliriknya sekilas dengan wajah datarnya."Dasar lelaki tua. Manuduhku selingkuh, padahal dia yang memiliki peliharaan. Apa dia lupa kalau dia dulu yang mengemis cinta kepadaku, dasar akunya saja yang bodoh. Kenapa mau sama lelaki tua itu," gerutu Nisa yang memberekan barang anaknya yang ingin dibawanya sebagai kenangan.Wanita berusia Dua Puluh Tujuh tahun itu teringat kepala timnya dulu yang selalu mencoba mencuri perhatiannya. Lelaki norak yang lebih tua Empat tahun darinya itu adalah Rif'at, mantan suaminya.Rif'at yang kolot, tidak mau mangakui kehebatan rekan bisnisnya atau bawahannya sehingga dia selalu dihindari karyawan kantor, termasuk Nisa. Tapi entah kenapa, setelah mereka satu proyek dan selalu makan siang bersama dengan para staf, lama kelamaan mereka semakin dekat. Bagai dipelet, Nisa seperti tergila-gila dengan kepala timnya itu.Teman sekantor tidak habis pikir kenapa Nisa bisa kecantol dengan lelaki sepert Rif'at. Tatap matanya yang mesum, gampang dijilat meski sering membuat kesal."Baru kusadari. Mungkin aku memang benar-benar sudah kena peletnya. Untung aku masih bisa lepas darinya, terima kasih, ya Tuhan." Nisa membawa tas kecil yang berisi beberapa baju dan mainan anaknya.**Ferdi mendengar pertengkaran Nisa dan mantan suaminya. Meski jarak mobilnya beberapa meter dari rumah Rif'at karena diparkir di pinggir jalan di depan rumah, tetap saja kata perkata jelas terdengar oleh telinga lebarnya.Ferdi bisa mengerti perasaan Nisa yang kehilangan anak karena dia pun pernah hampir kehilangan anaknya, karena kebodohan mantan istrinya. Dia juga paham apa yang mereka rasakan saat ini karena dia sudah pernah mengalami perceraian.Ketika itu, Lana anaknya Ferdi sedang sakit dan sedang berada di rumah ibunya, yaitu mantan istri Ferdi.Anak itu mengalami dehidrasi parah, hanya bisa berbaring di sofa sambil menonton TV. Kadang matanya terpejam karena merasa terus mengantuk, lemah, letih, dan lesu.Ibunya yang tidak mengerti apa-apa mengira anaknya mengantuk berat sehingga meninggalkannya pergi berkencan, membiarkan anak berusia Tiga tahun sendirian di rumah dan dikunci.Mengingat kejadian itu saja membuat Ferdi kembali marah dan menyesal menikahi wanita itu. Artis figuran yang tidak laku, artis yang viral sesaat karena cantik imut tapi otaknya kosong.Ferdi marah besar ketika bertemu mantan istrinya itu makan di restoran bersama teman sesama artisnya. "Apa yang kamu lakukan disini?""Kamu tidak punya mata, ya? Tentu saja makan, berkencan," jawab wanita itu bangga membuat Ferdi melotot marah dan wanita itu dengan polosnya mengira mantan suaminya itu cemburu."Kenapa, Ferdi? Kamu cemburu, iya kah?" ucap senyum centil wanita itu."Kamu meninggalkan anak kecil yang sedang demam sendirian? Apa kamu gilaaa!" Murka Ferdi lalu berlalu pergi ke rumah wanita itu.Karena pintu terkunci, Ferdi mendobrak pintu itu dan mendapati anaknya terbaring tak berdaya di sofa, tanpa basa-basi lagi dia langsung membawa anaknya ke rumah sakit.Begitu pilu hatinya saat mendengar penjelasan dokter bahwa anaknya itu dehidrasi parah, sudah level merah. Sehingga perlu penanganan lebih.Ingin rasanya mencekik mantan istrinya itu, tapi apalah daya semua sudah terjadi.Lamunannya buyar setelah terasa ada yang membuka pintu mobil, Nisa membawa koper dan barangnya masuk ke dalam mobil."Apa kalian akan rujuk?" tanya Ferdi, tidak tahan untuk tidak menanyai Nisa ketika wanita itu masuk ke dalam mobil. Seandainya mereka rujuk, tentu tawaran pekerjaannya tidak berlaku lagi."Tidak, tentu saja tidak, Tuan," jawab Nisa setelah berhasil mengatasi keterkejutannya atas pertanyaan mendadak itu.Nisa memuji di dalam hati ketika mereka sudah sampai di sebuah rumah di kompleks perumahan elit. Ferdi menghentikan mobilnya di depan rumah berpagar tinggi yang langsung dibuka oleh satpam yang sudah baya."Malam sekali pulang, Tuan. Den Lana sudah tidur setelah lama menunggu Tuan." Tiba-tiba datang seorang wanita dengan gelung rambut yang ketat menyambut kedatangan Ferdi."Antar Nisa ke kamar belakang, Bi. Dia akan bekerja disini mulai besok, membantu Bi Nia," ujar Ferdi sambil lalu, lelaki itu mendahului masuk ke dalam rumah. Dia sudah tidak sabar lagi ingin mandi, karena tubuhnya sudah terasa lengket dan baju basahnya jadi setengah kering di badan.Wanita itu yang dipanggil Bi Nia oleh Ferdi, menatap Nisa dari bawah hingga ke atas dengan tatapan menyelidik. Nisa merasa terintimidasi dengan perlakuan beliau sebelum Bi Nia berucap, "Ayo, ikuti saya."Sesuai janjinya kepada Bi Nia, Nisa membawa Lana untuk berjalan-jalan ke taman. Sesuai usul Mang Kardi, Nisa pun juga memanggil ojek online untuk membawa mereka pergi ke tempat tujuan yang jaraknya tidak terlalu jauh.“Hati-hati, Mbak. Kalau ada apa-apa, telpon saja Amang.” Pesan Mang Kardi ketika mereka sudah siap berangkat.“Siap, Mang,” jawab Nisa lalu motor yang membawa mereka mulai berjalan.Nisa memutuskan tetap membawa majikan kecilnya jalan-jalan sore itu, sesuai dengan pesan Bi Nia, meski dia tau kemungkinan kalau mereka sedang diawasi.Setelah sampai di taman, wanita itu tidak menyesal dengan keputusannya setelah melihat Lana yang begitu senang dan mencoba semua permainan yang ada di taman itu. Memang anak itu kalau setiap hari sabtu sore, selalu ke tempat itu, tapi tidak membuatnya membuatnya puas dengan semua permainan itu. Dia akan bermain mandi bola, memancing ikan dan menaiki odong-odong.Dan setelah satu jam mereka berada di taman, Nisa kembali melihat ada lelaki ting
Seperti biasa, Nisa membawa Lana pulang dengan berjalan kaki karena jarak antara sekolah dan rumahnya hanya berjarak 2 kompleks perumahan."Bagaimana, Mbak. Mau tidak jadi mamaku?" tanya Nisa sebel;um mereka sampai di rumah bertingkat 3."Apa ayahmu yang menyuruhmu, Den?""Jangan panggil aku Aden lagi.""Aku masih pengasuhmu lho, Den Lana," ujar Nisa tertawa."Aku hanya tidak ingin mereka memecatmu. Kalau kamu jadi mamaku, tentu mereka tidak akan berani memecatmu." Lana berlari masuk ke dalam pagar yang sudah dibuka Mang Kardi saat melihat mereka berjalan mendekat."Ngambek lagi, Mbak? Majikan kecil kita?" tanya Mang Kardi saat Nisa melewati beliau."Iya, Mang. Mungkin dia kecapekan," ujar Nisa beralasan.Nisa melongokkan kembali kepalanya melewati pagar setelah kakinya melangkah ke dalam, mengintip ke arah kedatangannya bersama Lana tadi.“Ada apa, Mbak?” tanya Mang Kardi heran melihat tingkah Nisa yang seperti anak kecil main petak umpet.“Ada yang membuntuti kita dari tadi, Mang,”
“Menikahlah denganku.” Ucapan Ferdi terus terngiang dalam benak Nisa.Dia tidak mampu berkata-kata saat di dalam ruang kerja lelaki itu, pikirannya berlarian kesana kemari. Sekarang pun masih, dia sedang berada di dapur dan sedang herpikir, 'kenapa bos kerennya itu bisa tertarik dengan janda seperti dirinya?'Sementara Ferdi juga sedang galau di ruangannya, dia merasa seperti kehilangan kharismanya.“Bagaimana kalau dia menolakku, aku tidak akan punya keberanian lagi untuk bertemu dengannya. Bodoh bodoh bodoh.” Ferdi memukul kepalanya seiring dengan umpatan yang dia lontarkan.“Seharusnya aku melakukan pendekatan terlebih dahulu. Dia pasti terkejut dengan pernyataanku tadi kan.” Ferdi menggaruk belakang kepalanya dengan kasar, sehingga rambut bagian belakangnya mencuat berantakan. Teringat ucapan kaki tangan sekaligus orang yang memberikan petuah cinta, begitu teman sekaligus bosnya curhat tentang seorang wanita. Lelaki seusia Ferdi yang bernama Herdiansyah. Lelaki yang dianggap sama
Merasa mendapat penolakan, membuat Ferdi diam sepanjang jalan. Sedangkan Nisa sering melirik ke samping, ke tempat Ferdi duduk di belakang kemudi, khawatir kalau lelaki itu marah atas sikapnya yang tanpa pikir panjang menampik perhatian majikannya yang tidak biasa.Ferdi menutup erat mulutnya, bahkan kalau perlu menahan nafasnya juga. Dia tidak pernah mendapat penolakan dari wanita manapun karena dia memang tidak pernah membuka hatinya kepada lawan jenis, setelah dikhianati oleh gebetannya sewaktu kuliah dulu.Bahkan ketika sampai ke rumah pun, Ferdi masih tetap tidak mau membuka mulutnya, padahal biasanya dia akan bicara walau tanpa ekspresi, “harus sudah stand by jam 8 pagi besok di mobil, setelah mengantar Lana sekolah lanjut ke kantor.”“Apa dia marah karena ku tolak papahannya tadi? Huh, kekanak-kanakan sekali. Lagian mana mungkin aku mau digandeng oleh bosku sendiri sementara banyak mata yang memperhatikan kami, apa dia tidak memikirkan reputasinya?” gumam Nisa bertanya-tanya sa
"Apa Mbak Nisa dan ayah berpacaran?" tanya Lana ketika mereka sudah sampai di mall dengan diantar oleh sopir kantor."Kenapa Den Lana bisa berpikir begitu?" tanya Nisa terkejut karena anak sekecil itu bisa tau mengenai pacaran."Sama seperti ibu yang sering bawa lelaki ke rumah. Ibu bilang itu pacar ibu, mereka sering makan malam bersama. Mbak bakal pergi makan malam dengan ayah, kan?" ujar Lana, masih menggengam tangan Nisa yang menggandengnya dari ketika mereka turun dari mobil, karena anak itu sering berlari-lari hingga Nisa kesulitan mengejarnya."Kami bukan hanya makan berdua saja, Lana. Tapi juga ada klien Tuan Ferdi." Nisa memilih menjawab Lana dengan gaya dewasa, karena dia yakin dengan gaya anak itu mungkin bisa mengerti."Kalau klien perusahaan, kenapa tidak bertemu di kantor saja, Mbak. Kenapa harus makan malam?" Tuh kan, anak itu sedikit banyaknya sudah mengerti."Iya kalau klien kantor, tapi ini klien Tuan Ferdi dan beliau sedang merayakan ulang tahunnya yang ke - 70.""W
"Maaf, Mbak. Mbaknya ngomong sama siapa, ya?" Tiba-tiba seorang pemuda menyapa Nisa yang berbicara sendiri. Dari raut pemuda itu terlihat waspada sambil mengedarkan matanya di sekeliling Nisa."Saya pikir, Mbak tadi bicara dengan ponsel, tapi saya liat-liat lagi, tidak ada headset di lubang telinganya." Pemuda itu menatap Nisa dengan ketakutan.Nisa yang juga terkejut, heran melihat reaksi pemuda itu. "Oh, maaf mengagetkanmu. Saya hanya sedikit stres dengan pekerjaan hari ini," ujar Nisa beralasan."Oh, syukurlah." Pemuda itu menghembuskan nafasnya lega, karena sempat mengira kalau Nisa sedang berbicara dengan makhluk tak kasat mata."Pegawai baru, ya?" tanya Nisa yang merasa lucu melihat pemuda itu membuang keteganganya."Iya, Mbak. Baru 2 bulan, masih masa percobaan," jawabnya santai kemudian."Semoga betah, ya." Setelah Nisa mengatakan itu, lift yang akan turun ke lantai dasar berhenti di lantai 3."Duluan, ya," lanjut Nisa yang diangguki sopan oleh pemuda tadi.Nisa mendengar keri