Share

Chapter 3

"Apa? Bapak menerima saya magang di sini sebagai OG?" Vanilla nyaris tidak mempercayai pendengarannya sendiri.

"Saya diinterview oleh tiga petinggi perusahaan yang konon katanya mencari karyawan yang pemberani, kreatif dan inovatif hanya untuk ditempatkan pada posisi OG?" Semburnya emosi. Vanilla merasa darahnya sudah terkumpul di ubun-ubun sekarang. Berbanding terbalik dengan dirinya yang rasanya sudah ingin makan orang, si boss setan ini hanya menaikkan satu alisnya. Ekspresi wajahnya lempeng saja. Ia mengetuk-ngetukkan jarinya pada meja kaca dengan ekspresi tidak sabar. Membuat Vanilla jadi kepengen mengunyahnya  saja.

"Jadi kamu berharap ditempatkan di mana? Jadi admin, sekretaris atau asisten pribadi saya? Ekspektasi kamu ketinggian, La." Sahut Altan datar.

"Begini saja, supaya adil, saya akan mengetest kamu selama sebulan ini sebagai OG. Kalau prestasi  kamu bagus dan semua orang yang kamu layani  puas, kamu akan mendapatkan reward sebagai staff adminstrasi. Tapi kalau tidak, kamu akan tetap menjadi OG di sini selama tiga bulan penuh. Bagaimana La, berani menerima tantangan saya?" Tukas Altan dengan ekspresi mengejek. 

In hale ex hale, sabar. Vanilla berusaha menenangkan kepalanya terlebih dulu sebelum menjawab. Sebenarnya ia tidak keberatan jika ia harus menjadi seorang OG atau pekerjaan yang dinilai orang rendah sekali pun, asalkan halal. Masalah cuci mencuci, bersih-bersih dan membuatkan minuman itu bukanlah hal yang baru lagi baginya. Toh di rumah ia juga sering dibabuin oleh bundanya. Menurut bundanya, segala jenis pekerjaan di dunia ini selama itu halal adalah sah-sah saja. Bundanya saja pada suatu masa pernah bekerja dua shift menjadi seorang ART. Hal itu dilakoni bundanya demi menyambung hidup anak-anak panti Kasih Bunda dan sejengkal perutnya. 

Hidup ini keras dan penuh dengan tantangan, Nak. Kelak kamu harus bisa menaklukkan semua situasi dan kondisi di dalam hidupmu. Kehidupan yang happily ever after, itu cuma ada di novel dan film saja. Hanya saja ingatlah, apa pun yang terjadi jangan sampai kamu melepaskan dua tambang utama kehidupan. Yaitu harapan dan keyakinan.

Nasehat bundanya kembali terngiang-ngiang di kepalanya. Baiklah, ia akan membuktikan kalau ia tidak seperti apa yang ada dipikiran om setan ini. Ia kan all out kalau sudah memutuskan sesuatu. Kalau ia harus menjadi seorang OG, ia akan berusaha menjadi OG terbaik. Minimal sekota inilah. Masa ia kalah dengan  poni anti badainya? 

"Baik, Pak Altan. Saya terima jabatan maha penting ini. Saya akan menunjukkan kemampuan terbaik saya sebagai seorang OG. Puas? Saya permisi dulu. Di pantry pasti banyak pekerjaan maha penting yang memerlukan kehadiran saya." Sahut Vanilla takzim. Ia menundukkan sedikit kepalanya dan berlalu begitu saja. Ia menerapkan peribahasa berakit-rakit ke hulu berenang-berenang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, baru balas dendam kemudian. Hehehe.

Di pantry Vanilla menjumpai seorang wanita paruh baya yang biasa dipanggil dengan nama Bu Surti. Vanilla dengan sopan menjelaskan tentang tujuannya mencari si ibu. Sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh Altan, Vanilla memperkenalkan dirinya sebagai OG baru. Si ibu sempat tidak percaya bahwa ia adalah seorang OG. Menurut Bu Surti ia lebih cocok mengikuti casting sebagai bintang iklan dari pada seorang OG. Vanilla pun beralasan kalau ia tidak mengenyam pendidikan yang memadai. Makanya ia hanya bisa menjadi OG. Lihatlah betapa all out actingnya.

Setelah berganti seragam, Vanilla mendengarkan  instruksi-intruksi dari Bu Surti mengenai tugas-tugas utamanya di pantry. Sejurus kemudian masuk dua orang OG perempuan dan satu orang OB laki-laki. Di bagian OG, Vanilla mempunyai dua rekan kerja perempuan  yaitu Yati dan Mirna. Sedangkan OB laki-laki  yang usianya sepertinya masih remaja itu dipanggil dengan Darma. Inilah rekan-rekan seperjuangannya dalam sebulan ke depan kalau ia lulus menjalankan tugas sebagai OG. Kalau Altan tidak puas akan hasil kerjanya, berarti ia akan tiga bulan lamanya terbenam di pantry ini.

"Tugas pertama lo hari ini adalah buatin kopi untuk Pak Boss, tamu Pak Boss yang baru aja dateng dan satu teh rendah kalori untuk Bu Winda gesrek," terang Yati.

"Bu Winda gesrek? Kok namanya begitu sih, Yat?" Vanilla menjungkitkan alisnya. Nama depan sih oke. Winda. Lah ujungnya gesrek. Kagak padu amat."

"Hehehe. Gesrek itu adalah gelar kesayangan dari kami semua, para OG dan OB. Soalnya Bu Winda ini setiap ngomong, kita jadi pengen nabok saking nyelekitnya. Makanya kami beri julukan khusus gesrek. Padahal ini orang cuma mahasiswa magang. Tapi belagunya, beugh ngalah-ngalahin yang punya perusahaan. Lo sabar-sabar aja ntar ngadepinnya ya, La?" Imbuh Yati lagi.

"Siap. Gue akan pakai jurus pura-pura tuli aja setiap Bu Winda komplain." Sahut Vanilla enteng. 

"Cakep," Yati menunjukkan jempolnya dan berlalu dari pantry. Vanilla mulai meracik kopi untuk Altan dan tamunya. Dua sendok kopi dan satu sendok gula. Khusus untuk Bu Winda, Yati tadi berpesan agar gulanya diganti dengan gula diet rendah kalori dengan gambar jagung di kemasannya. Setelah semua beres, Vanilla mengantar kopi Altan terlebih dahulu ke ruangannya, baru ia akan mengantarkan kopi Bu Winda.

Vanilla mengetuk pintu ruangan Altan tiga kali. Saat terdengar sahutan masuk, Vanilla mendorong pintu dengan bantuan siku kanannya. Vanilla terpaku ketika pandangannya bersirobok dengan tamu Altan. Bumi Persada Prasetya. Vanilla terpesona. Ia sampai melupakan tugasnya. Ia hanya berdiri mematung. Memandangi pada sosok idolanya dengan tangan masih memegang baki. Demi apa coba pagi-pagi seperti ini ia telah diberi anugerah pemandangan makhluk Tuhan paling macho ini? Deheman Bumi yang mungkin risih karena terus ia pelototi menyadarkannya.

"Selamat pagi, Om eh Pak Bumi. Apa kabar, Pak?" Sapa Vanilla ramah. Dengan sigap ia meletakkan dua cangkir kopi di atas meja. Terbiasa memanggil Bumi dengan sebutan om, membuatnya nyaris terpeleset lidah. Tidak pas rasanya memanggil om pada Bumi saat sedang berada di kantor.

"Pagi. Baik."

Ai mak, dijawab sapaannya! 

Vanilla mendadak pengen joget india seraya mengintip-ngintip di antara satu kursi dengan kursi lainnya.

Pak, bisa ngeliat ke sini sebentar nggak, Pak? Dedek lemes ini, Pak.

Bumi, ya begini ini orangnya. Bicaranya irit. Kalimat-kalimat yang keluar dari bibir seksinya itu mahal. Seperti memakai kuota setiap kata perkatanya.

"Kamu ngapain masih berdiri di sini? Tugas kamu kan masih banyak!" Salakan pertama. Vanilla mengerucutkan bibirnya. Dasar boss lucknut. Tidak bisa melihat orang senang.

"Tugas saya membuatkan minuman memang sudah selesai, Pak. Cuma--"

"Kalau begitu kamu cari kesibukan yang lain dong. Entah itu menyikat kamar mandi dengan sikat gigi, mengepel lantai dengan sapu tangan, atau apa kek. Yang penting tidak makan gaji buta. Ini malah jadi patung. Sana balik kanan!" Salakan jilid kedua. Ini manusia sebiji emang bener-bener ngeselin ya? Kagak bisa liat orang senang dikit, elah.

"Masih belum mau bergerak juga? Sana balik ke pantry lagi!" Altan menggerakkan kepalanya ke arah pintu sambil berkacak pinggang. Subhanallah ini orang akhlaknya ketinggalan di pesantren kali, ya? Galaknya natural.

"Saya ini kan OG profesional, Pak. Tugas saya adalah membuat tamu merasa nyaman hingga seolah-olah sedang berada di rumah tangga eh rumah sendiri. Ya siapa tahu Pak Bumi memerlukan bantuan saya untuk meniup-niup kopi supaya lebih cepat dingin barangkali?" Jawab Vanilla pura-pura polos.

"Kamu jangan berharap kalo  Bumi akan baper karena rayuan gombal tidak bermutu kamu itu ya? Asal kamu tahu, Bumi ini sebentar lagi akan menikah. Kamu tidak mau jadi seorang pelakor kan?" Pungkas Altan dengan raut wajah mengejek. 

Vanilla terpaku. Yang tadinya ia seperti melayang-layang di udara dengan baling-baling bambu dora emon, sekarang mendadak baling-baling bambunya seperti menyangkut di pohon jambu. Ia sesak napas saat menyadari bahwa sebentar lagi idolanya ini akan dimiliki oleh wanita lain.

"Be--bener begitu, Pak. Bapak udah mau nikah ya? Dengan siapa sih, Pak?" Tanya Vanilla lesu. Ia sedih dan kecewa. Niat utamanya yang ingin membuat Altan ilfeel dan akhirnya menendangnya keluar dari perusahaan ini, pupus sudah. Goalsnya akan segera digoalskan wanita lain. Apalagi saat ia melihat Bumi menganggukkan kepalanya. Pupuslah sudah harapannya. Tanpa mengatakan apapun lagi Vanilla segera berlalu dari ruangan Altan. Hatinya bergetar pilu menyenandungkan lagu gugur bunga.

Kesialannya berlanjut saat Bu Winda yang dijuluki gesrek oleh Yati ternyata adalah Winda Santosa, musuh besarnya. Untung saja pagi tadi menu sarapannya tadi adalah nasi goreng yang lumayan berat karbohidratnya. Coba kalau ia tadi hanya minum segelas susu. Pasti ia sudah KO diterjang berbagai masalah.

"Hellow, tuan putri sekelas Vanilla Putri Mahameru ternyata jadi OG di kantor gue? Dunia memang selucu ini ya, La? Lo jadi kacung gue sekarang?"

In hale, ex hale. Sabar. Inget lo tadi bilang mau pura-pura tuli kan? Yo wes. Abaikan saja dia, La.

"Lo yang biasanya pake dress Chanel sekarang make seragam OG murahan," dengus Winda jijik. "Coba  liat diri lo di kaca sekarang? Udah nggak ada cantik-cantiknya lagi. Lo dan seragam OG memang bener-bener pas. Pas kayak orang susah." Berondongan ejekan Winda membuat sisa kesabarannya benar-benar habis!

"Gue udah nggak ada cantik-cantiknya lagi lo bilang? Eh garukan sampah. Gue dipandang dari Zimbabwe pake sedotan kopi sekalipun, tetap jelita mempesona luar biasa walau cuma make seragam OG doang. Kagak kayak lo, muka aja lo boek-boek, tapi mulut lo busuk kayak jamban dan hati lo item kayak pantat penggorengan. Sampah lo!" Sembur Vanilla geram. Sifat toxic Winda ini tidak  berubah dari sejak mereka berseragam putih biru. Winda selalu menebarkan  virus kebencian di mana-mana. Ia tidak pernah  bahagia setiap melihat orang lain bahagia. 

"Nih gue buatin teh rendah kalori buat lo. Semoga setelah lo minum manisnya bisa mengurangi sedikit kepahitan dalam hidup lo." Vanilla meletakkan teh di atas meja dan meninggalkan Winda dengan dada berombak-ombak. Kalau tidak ingat ini adalah kantor, sudah ia bejek-bejek itu si nenek lampir. Saking suntuknya ia sampai menelepon Pandan Wangi. Ia membutuhkan sedikit wejangan agar ia kuat melalui sisa hari ini. Bumi akan menikah, dan ia satu kantor dengan Winda. Demi apa ia coba, pagi-pagi ia mendapat dua cobaan hidup maha berat.

"Ya, La. Ada apa? Tumben-tumbenan lo nelpon gue pagi-pagi begini?"

Mendengar suara santai Pandan Wangi membuat hati Vanilla yang sebelumnya mendung, menjadi sedikit tenang. Pandan ini orangnya panjang akal. Curhat dengan Pandan itu worth it karena biasanya ia selalu punya solusi.

"Ndan, gimana caranya supaya kita terlihat kuat di depan orang lain? Apa gue harus pake cosplay wonder women dulu?"

"Nggak perlu sampai segitunya, La. Lo cukup makan biskua* aja kayak iklan di tipi. Semua bisa jadi macam. Aummm!

Sialan!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status