Share

Bab 6 Persalinan

"Perayaan esok sore?" tanya Zenia. Dia dan nenek Shim berjalan menuju apartemen. Mereka baru saja berkeliling pantai.

"Bergabunglah bersama kami besok. Aku hampir tidak pernah melihat seorang pun datang mengunjungimu. Jadi aku berfikir kau mungkin kesepian."

Zenia miris. Memang benar bahwa dia tidak pernah kedatangan seseorang. Orang tua maupun teman-temanya tidak pernah sekalipun menanyakan kabarnya. Itu membuat hatinya sakit, tapi juga bersyukur.

"Kehamilanmu sudah memasuki sembilan bulan, bukan?"

Zeni mengangguk.

"Datanglah besok dan bergabunglah bersama kami para lansia. Aku jamin kau akan banyak tertawa." Nenek Shim tertawa kecil.

"Tertawa bisa membuat perasaanmu bagus dan itu sangat baik untuk anakmu." kata nenek Shim lagi.

Zenia menyutujui ajakan nenek Shim. Dia mengelus perutnya yang tertutupi jaket tebal berbulu. Udara sore ini sangat dingin.

•••

Matahari mulai terbenam dan bulan dengan pelan menunjukkan wujudnya. Zenia bergegas ke kamar mandi membersihkan diri. 

Sementara itu ....

Zein memasuki apartemen Zenia seperti pencuri. Dia berjalan ke arah dapur. Ada tiga buah mangkuk makanan di atas meja makan. Daging sapi dan beberapa jenis sayuran. 

Beberapa bulan ini dia selalu kebingungan mengenai makanan Zenia. Awalnya baik-baik saja, namun ketika makanan itu sudah di depan mulut barulah terdapat racun. Untung saja Zein dengan cepat menaruh bubuk penawar di dalam makanan sebelum gadis cantik itu menyantap makanannya.

Dalam kasus ini, Zein sudah punya satu orang yang patut dicurigai. Selanjutnya, dia akan mencoba menyelidiki lebih dalam lagi mengenai orang itu.

Zein dengan terkejut bersembunyi di bawah meja ketika Zenia baru saja keluar dari kamarnya. Gadis dengan balutan sweater rajut itu berjalan ke arah meja makan dan langsung memakan makanannya dengan lahap.

Berharap tidak ketahuan, Zenia justru menyadari kehadiran seseorang di bawah meja ketika kakinya tidak sengaja menyentuh rambut Zein.

Zenia tersentak. Walaupun takut dia tetap memberanikan diri untuk melihat ke bawah.

Zenia berfikir itu adalah pencuri atau mungkin penggemar yang diam-diam datang ke apartemen, tapi nyatanya dia tidak menemukan apa-apa di bawah sana. 

Udara dingin mengelus lehernya. Zenia berbalik dan mendapati jendela yang sudah terbuka. "Aku rasa aku sudah menutupnya." 

Zenia akhirnya terpaksa meninggalkan makanannya sebentar untuk menutupi jendela apartemennya. 

Sedangkan Zein yang berlari menuju pantai menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke belakang. Tersenyum kecil ketika melihat Zenia yang sedang menutup jendela sambil menggerutu kesal. 

•••

09:00

Sejam yang lalu nenek Shim sudah berangkat ke supermarket membeli keperluan untuk sore nanti.

Zenia yang baru saja sarapan memutuskan untuk menyusul nenek Shim. Dia juga ingin membeli beberapa bahan makanan untuk dimasak. Dia tidak enak kepada nenek Shim yang setiap hari membawakannya makanan.

Zenia bergegas mengganti pakaian tidurnya dengan baju kaos sepanjang betis. Karena cuaca yang dingin, dia melapisi bajunya dengan jaket tebal berbulu. Zenia juga memakai sepatu musim dingin yang berbulu beserta masker dan kacamata, tentu saja. Sebelum pergi Zenia mengambil tas kecilnya yang berisi uang dan ponsel.

Kawasan supermarket yang ramai membuat Zenia sedikit gugup. Sebelum turun dari mobil, dia menyempatkan untuk memperbaiki letak masker dan kacamata di wajahnya. 

"Aku tidak yakin apakah ini benar-benar membuat orang-orang tak bisa mengenaliku, tapi aku harap ini membantu."

Zenia memasuki supermarket, mencari keberadaan nenek Shim yang katanya sedang memilih sayur-sayuran. Namun, dia tidak menemukan keberadaan wanita paruh baya itu. Sebelum mencari lagi, Zenia memutuskan untuk mengambil keranjang dorong, dia akan membeli beberapa bahan makanan untuk dimasak besok.

"Itu dia, Zenia Mecca. Astaga ... dia benar-benar tidak punya malu. Aku tidak percaya dia seberani ini muncul di keramaian dengan perut besar seperti itu."

"Dia terlihat bangga dengan hasil perzinahannya."

"Dia sangat pintar menghancurkan dirinya sendiri."

"Dia tidak pernah melakukan klarifikasi mengenai kehamilannya hingga membuat semu orang bertanya-tanya. Kalian tahu, aku tidak pernah menyalakan televisiku lagi ketika semua siaran berita memberitakan tentang dia."

"Itu benar. Setiap hari dia selalu diberitakan di berbagai media. Itu membuatku muak. Dan ketika aku melihat dia secara nyata seperti sekarang ini membuatku jijik."

Ejekan beberapa pengunjung membuat langkah Zenia terhenti. Dia sadar kalau mereka sudah mengenali dirinya. Zenia tidak bisa berbuat apa-apa, dia melanjutkan kembali langkahnya.

"Anaknya pasti akan sama buruknya dengan dia, benarkan?" Mereka kemudian tertawa terbahak-bahak. 

Kesabaran Zenia sudah habis. Dia mengambil sekaleng susu lalu melemparkannya ke salah satu pengunjung wanita.

"Kau gila-- aaakh!" Wanita itu kembali meringis ketika sebungkus saos tomat membanjiri rambutnya. 

 "Kau pikir aku tidak tahu siapa dirimu? Dasar jalang penakut!" Nyali wanita itu seketika menciut saat Zenia menarik kerah bajunya dengan kuat.

"Kalian semua punya banyak aib juga seperti aku, hanya belum terbuka saja. Jadi, jangan sombong dengan menghakimi seseorang seolah-olah kalian adalah insan yang mulia."

"Dan kau ...!" Cengkraman Zenia semakin erat. "bagaiamana jika ayahku tahu wanita selingkuhannya ini mempermalukan putrinya di depan umum, dia akan membuangmu ke tempat sampah lagi."

"Lalu dia akan memungutku kembali." Wanita setinggi leher Zenia itu tersenyum licik, memaksakan keberaniannya untuk kembali berbicara, tapi terlambat ketika tubuhnya didorong paksa hingga jatuh menghantam lantai.

"Akan ku pastikan itu hanya mimpimu!"

Zenia kembali mendorong keranjangnya yang sudah berisi beberapa bahan makanan ke meja kasir. Membayar beberapa lembar dollar sebelum meninggalkan kawasan supermarket. Dia ingin segera pulang tanpa menunggu nenek Shim, lagipula nenek tua itu tidak terlihat sama sekali, jadi Zenia berfikir kalau dia sudah pulang.

"Masker dan kacamata ini tidak berguna, aku masih saja bisa dikenali, benar-benar hari yang buruk." Zenia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dalam hati, dia benar-benar akan membalas wanita selingkuhan ayahnya tadi. 

"Aku tidak bisa lupa kalau kau adalah salah satu alasan ayah mengusirku dari rumah. Aku akan membuatmu menjadi sampah setelah ini." 

Lampu merah pada perempatan jalan membuat Zenia terpaksa menghentikan mobilnya. Dia harus menunggu selama 60 detik baru bisa melanjutkan perjalanan.

3 2 1

Lampu hijau menyala. Zenia segera melajukan kembali mobil merahnya. 

Namun ....

Brak!

Kecelakaan tak dapat dihindarkan. Sebuah mobil hitam entah sengaja atau tidak menambrak Zenia begitu keras. 

Semua pengendera tentu terkejut. Mereka segera menghampiri mobil merah Zenia yang sudah dalam keadaan terbalik.

Entah kemana mobil yang menabrak tadi. Menghilang begitu cepat tanpa jejak sedikitpun.

Segera salah satu pengendara menghubungi ambulans. Mengeluarkan tubuh Zenia yang berlumuran darah di sana. 

"Bayiku ...." Mata Zenia berair. Disisa-sisa kesadarannya dia mengelus perut besarnya. Berharap nyawa itu dapat bertahan hingga kelahirannya tiba.

Ambulans tiba dan Zenia segera diangkat dengan tandu. Beberapa mobil polisi juga tiba untuk memasang garis batas polisi.

Zenia kehilangan kesadarannya tepat setelah masker oksigen dipasang.

Dalam perjalanan, sebuah mobil sport kuning mengikuti laju ambulans hingga menciptakan beberapa kendaraan lain hampir saling menabrak. 

Amarah begitu terlihat di wajah pria yang menjadi pengendara mobil sport kuning itu. Dia melampiaskan emosinya dengan beberapa kali melemparkan makian.

"Aku tidak akan mengampuni orang-orang yang mencoba membunuh anakku dan ibunya," geram Zein.

Tidak hanya seorang, ternyata Zein juga bersama dengan Naomi. 

"Hentikan kendaraan putih itu!" 

Zein mengangguk. Dia melajukan mobilnya pada kecepatan tinggi.

Ambulans terhenti secara mendadak ketika mobil Zein berhasil menghentikan mereka tepat di depan.

Seorang perawat lelaki keluar dari mobil ambulans. Pria berseragam putih itu menghampiri Zein sambil melemparkan banyak makian dan omelan. Namun, belum juga menyelesaikan omelannya, dia malah ambruk di atas aspal jalanan. Zein menggunakan kekuatannya lagi.

Sementara itu, Naomi sudah berada di dalam ambulans setelah berhasil membuat kedua perawat yang menemani Zenia pingsan. 

"Ayo jalan, aku akan mengikutimu dari belakang," kata Naomi yang sudah siap dengan sabuk pengaman.

Zein mengangguk, lalu menjalankan kembali mobilnya entah kemana. Sedangkan Naomi yang menjadi pengendara ambulans mengikutinya dari belakang.

•••

Zenia, Zein, dan Naomi tiba di sebuah kuil Buddha kuno yang berdiri di tengah-tengah hutan lebat Washington. Di dalam kuil berusia 1500 tahun itu telah menunggu 8 orang tabib istana kerajaan Axton. Mereka sengaja di bawa ke masa depan untuk membantu proses kelahiran Zenia. 

Zenia yang berada dalam gendongan Zein terbangun, tapi tidak sepenuhnya membuka matanya. Dia melihat Zein samar-samar.

"Perutku sakit ..." rintihan Zenia membuat Zein panik. Laki-laki berjaket levis biru itu segera membawa Zenia masuk ke dalam kuil.

Zein meletakkan tubuh lemas Zenia di atas kasur putih yang sudah disiapkan para tabib. 

"Sudah pembukaan dua. Kita akan menutup luka wanita ini sambil menunggu pembukaan lengkap," kata pemimpin tabib. 

Tabib-tabib yang lain segera membawakan air dan beberapa lembar kain. Mereka membersihkan luka pada kepala dan tangan Zenia terlebih dahulu sebelum menutupnya.

Zein meninggalkan Zenia bersama para tabib. Dia keluar menghampiri Naomi yang tengah duduk di tangga kuil. 

"Kau seharusnya ada di dalam." Naomi memetik bunga anggrek di sampingnya.

"Bagaimana hari peringatan kematian adikmu, berjalan lancar?"

"Seperti biasa ... ibuku akan menangis sepanjang malam karena merindukan Felicia. Bagaimana pun juga kami masih tidak bisa menerima kematian Felicia yang tragis. Aku bersumpah akan membunuh Leviathan," desis Naomi. Jiwanya selalu dibalut amarah ketika mengingat bagaimana kejinya Leviathan membunuh Felicia malam itu.

'Akulah yang akan membunuh Leviathan, Naomi. Aku akan membunuhnya dengan cara paling menyedihkan dibanding dia membunuh Felicia. Sedikit lagi ... kekuatanku semakin dekat.' Zein mengepalkan tangannya. 

Zein dan Naomi mengakhiri percakapan mereka ketika tabib memanggil mereka.

"Sudah pembukaan lengkap," kata tabib.

Mereka berdua bergegas masuk. Teriakan pilu Zenia menyambut mereka. Mulut dan mata wanita itu sudah tertutup kain putih. Kedua kakinya dilebarkan, masing-masing tangannya ditekan ke lantai oleh tabib. Selimut putih menutupi tubuh Zenia.

"Aaaaaa ...!" Pecahnya teriakan Zenia membuat Zein kegugupan. Dia dan Naomi bediri menyaksikan perjuangan hidup mati Zenia. Mereka berdua hanya terdiam.

"Sedikit lagi ... ayo!" 

"Aku tidak bisa," kata Zenia disela-sela kesakitannya. 

Zenia rasanya hampir mati. Air matanya membasahi kain yang menutupi matanya. 

"Tarik nafas melalui hidung, lalu keluarkan dari mulut, setelah itu berkuat lagi."

Zenia melakukan apa yang diinstruksikan oleh tabib. Dia mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengeluarkan sebuah nyawa, walaupun ini sangat-sangat menyakitkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status