Share

Kesan Pertama yang Tak Menggoda [3]

“Oke, saya berangkat sekarang, Mbak. Oh ya, saya bisa minta nomor ponsel Maxim?”

Rossa mengangguk cepat sambil menuliskan sederet angka di atas secarik kertas. “Semoga makan siangnya berjalan lancar. Kemarin Maxim bilang ada restoran yang enak di sekitar kantornya. Mudah-mudahan dia tidak bohong,” cetus Rossa, setengah berkelakar.

Senyum Kendra langsung lenyap begitu dia membalikkan tubuh untuk meninggalkan ruangan Rossa. Sebenarnya dia ingin sekali berteriak di depan perempuan itu agar tidak memintanya menggantikan siapa pun untuk makan siang. Apalagi dengan kondisi seperti saat ini, terlambat. Karena itu artinya, Kendra akan menghadapi kesulitan. Meski dia tak tahu seberapa besarnya.

Kendra tahu bahwa Rossa sedang sibuk, tapi dia tidak bisa membayangkan ada yang melupakan janji makan siang dengan cara seperti itu. Rossa bahkan tidak menunjukkan isyarat penyesalan karena harus menunda pertemuan. Bahkan boleh dibilang jika Rossa tidak ambil pusing apakah laki-laki bernama Maxim ini akan marah karenanya.

Kendra hanya melambai ketika Neala menanyakan sesuatu. Telinganya sedang enggan bekerja sama. Menolak untuk mendengarkan kata-kata di sekitarnya. Karena sedang berkonsentrasi pada monolog di benaknya sendiri yang riuh rendah.

Gadis itu tidak bisa melukiskan perasaannya yang kacau balau. Dia punya firasat bahwa dirinya akan berhadapan dengan kesulitan besar. Rasa pengar mendadak meninju kepala Kendra. Gadis itu hanya mampu melakukan satu hal di saat genting seperti itu, berdoa.

“Ya Tuhan, beri aku pertolonganMu agar hari ini tak terlalu mengerikan.”

Lalu, dia menghabiskan beberapa saat dengan mengajukan permohonan lain pada Tuhan. Berdoa supaya orang bernama Maxim itu adalah tipe lelaki super baik yang tidak keberatan dengan kehadiran Kendra yang menggantikan Rossa. Berdoa semoga Maxim tergolong penyuka jam karet yang selalu terlambat datang ke sebuah acara. Berdoa semoga Maxim mengajaknya makan di tempat yang menyediakan makanan lezat dan tidak langsung mengusirnya.

Sebelum menstarter mobil, Kendra memanfaatkan ponselnya untuk mencari data tentang pria bernama Maxim ini. Dalam sekejap internet menyajikan beragam informasi. Lelaki berkulit putih yang wajahnya mengingatkan Kendra pada Criss Angel tanpa aksesori itu, terlihat ramah. Setidaknya, itulah yang ditunjukkan oleh foto. Apalagi profesinya sebagai kepala departemen penjualan sekaligus salah satu perancang sepatu prewalker untuk Buana Bayi.

Nama Buana Bayi bukanlah nama yang asing untuk Kendra meski dia belum memiliki anak. Mendapati fakta kalau dia akan berhadapan dengan perancang sepatu bayi, rasanya jauh lebih melegakan. Dibanding jika harus menemui atlet atau bintang sinetron terkenal.

“Semoga si perancang sepatu ini punya hati yang lembut. Kalau tidak, mana mungkin tertarik dengan dunia bayi, kan?” Kendra menghibur diri sendiri seraya menyalakan mesin mobilnya. Pemikiran yang sangat aneh, tapi Kendra tidak sempat mengoreksinya.

Gadis itu merasa tegang sepanjang perjalanan. Untungnya kondisi jalan raya cukup bersahabat, tidak membuat dirinya kian panik. Hanya saja Kendra gerah dan berkeringat karena cuaca yang panas dan pendingin mobilnya yang tidak bekerja entah sejak kapan.

Kendra akhirnya agak lega saat menerima W******p dari Rossa yang memberitahukan bahwa Maxim sudah setuju akan menunda makan siang mereka hingga pukul satu. Juga nama restoran yang sudah dipilih lelaki itu. Ketika akhirnya Kendra memasuki halaman parkir gedung perkantoran yang dituju, rasa leganya sangat luar biasa.

Kendra berusaha menerapkan prinsip Rossa yang ingin serba cepat itu hingga cukup menyesatkan dan membuat lelah. Seperti biasa, segala yang serba cepat justru tidak sesuai dengan dirinya. Kendra seorang yang ceroboh. Dia terpaksa kembali ke tempat parkir karena ponselnya tertinggal di mobil.

Benda berukuran kecil tapi terbukti sangat vital untuk segala aktivitasnya itu sangat sering tertinggal. Dalam waktu setahun terakhir ini, Kendra bahkan sudah mengganti ponsel hingga tiga kali. Gadis yang sedang terburu-buru itu kembali panik saat menyadari bahwa dia bahkan belum melihat penampilan teranyarnya.

Dengan udara yang panas, keringat yang menyerbu, dan sudah berjam-jam silam dia menyapukan bedak di wajah, Kendra sudah bisa menebak performanya. Tidak ingin kembali ke mobilnya yang sudah ditinggalkan cukup jauh, Kendra mendekat ke sebuah mobil double cab yang terparkir tidak jauh dari pintu masuk.

Sesaat, perempuan itu terperangah saat menyadari bahwa mobil itu adalah favoritnya, Chevrolet Colorado yang gagah. Mobil impian yang sangat ingin dimilikinya untuk menggantikan sedan butut yang umurnya tak akan panjang itu.

“Semoga suatu hari aku mendapat rezeki nomplok yang memungkinkan untuk memiliki mobil ini,” gumam Kendra dengan suara lirih.

Setelah melihat ke segala penjuru dan memastikan tidak ada yang memperhatikan tingkahnya, Kendra membungkuk. Dia baru saja hendak merapikan rambutnya dengan bantuan kaca jendela si Colorado yang gelap itu. Tiba-tiba, kaca jendela itu malah bergerak turun, membuat Kendra melompat mundur saking kagetnya. Astaga, mobil itu ternyata berpenumpang!

“Apa kamu tidak bisa masuk ke toilet dan berdandan di sana?” tegur orang yang berada di dalam mobil. Lelaki itu hanya menurunkan kaca jendelanya beberapa sentimeter hingga Kendra tak bisa melihat wajahnya. Itu adalah keputusan yang luar biasa bijak bagi gadis itu.

Kendra belum pernah merasa malu separah itu. Dia buru-buru menunduk, menggumamkan kata maaf yang tidak jelas, sambil buru-buru kabur dari tempat itu. Gadis itu setengah berlari menuju pintu masuk. Sesuai saran pemilik Chevrolet Colorado tadi, Kendra menuju toilet. Mencuci muka dan merapikan rambutnya di sana mungkin bisa meluruhkan rasa malunya juga.

Setelah merasa penampilannya tidak terlalu mengerikan, Kendra akhirnya ke luar dari toilet. Gadis itu sekali lagi membaca alamat restoran yang diberikan Rossa. Restoran yang menyediakan makanan Indonesia itu berada di lantai lima. Kendra pun bergegas menuju lift.

Saat melewati pintu masuk restoran, Kendra menjadi bingung karena ada beberapa orang pria sedang duduk sendirian. Meski dia sudah melihat sekilas wajah Maxim di internet, tapi Kendra tidak berani memastikan seperti apa tampilan asli pria itu. Tidak punya jalan lain, Kendra hanya bisa menelepon.

“Halo, selamat siang. Saya Kendra, dari The Matchmaker. Saya....”

“Saya ada di meja nomor dua puluh dua,” balas sebuah suara datar. Setelahnya hubungan telepon diputus begitu saja tanpa basa-basi. Kendra melongo dan cuma mampu menatapi layar ponselnya untuk sesaat. Memastikan bahwa pria bernama Maxim itu memang sudah mematikan telepon dengan tidak sopan.

Kendra menghela napas, terpenggal antara kesal dan tidak berdaya. Namun dia memantapkan hati, menyadari ini sudah menjadi tugasnya. Pramusaji mengantar Kendra ke meja yang dimaksud. Seorang pria jangkung segera berdiri di depannya sambil mengulurkan tangan. Kendra menyambutnya seraya memperkenalkan diri.

“Silakan duduk!” kata Maxim dengan suara yang sama sekali tidak ramah. Mendadak, Kendra meyakini itu menjadi semacam firasat buruk. Sepertinya tidak ada sosok pria ramah yang menjadi perancang sepatu prewalker yang ada di benaknya tadi. Maxim yang asli adalah pria jutek yang jauh dari sikap menyenangkan.

“Kamu terlambat tujuh menit. Tapi saya berusaha maklum. Karena sepertinya kamu benar-benar ke toilet untuk berdandan.”

Kata-kata Maxim membuat benak Kendra kosong untuk sesaat. Dan ketika akhirnya memorinya kembali, Kendra sangat ingin ada gempa bumi dahsyat yang membuatnya punya alasan untuk meninggalkan pria itu. Dan segera berlari menuju pintu darurat.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
wkwkkw mati kutu langsung Ken
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status