Maxim bisa menangkap kekagetan di mata gadis itu. Kendra, begitu nama yang tadi didengarnya, nyaris tidak bernapas selama beberapa detik. Matanya terbelalak memandang ke arah lelaki itu. Tentu saja ucapan Maxim tadi sudah mengejutkan gadis ini.
“Bapak ... yang tadi berada di dalam mobil keren itu? Eh ... maksud saya di Chevrolet Colorado?” Meski agak tersendat, gadis itu berhasil juga menuntaskan kalimatnya.
Maxim mengangguk. “Ya, itu saya.” Lalu dia menambahkan, “Jangan panggil saya ‘Bapak’! Cukup nama saja.”
“Baik,” kata Kendra sembari mengangguk.
Lelaki itu tidak berniat menjelaskan bahwa dia baru saja hendak membuka pintu dan keluar dari kendaraannya ketika mendadak ada seorang gadis yang memilih untuk berkaca di jendela mobilnya. Maxim tadi meninggalkan Buana Bayi untuk bertemu sebentar dengan ibunya yang sedang berada di rumah sakit, tidak jauh dari kantornya. Tentunya setelah Rossa menelepon tentang penundaan makan siang mereka. Juga seseorang yang menggantikan perempuan itu untuk menemui Maxim.
“Oh, ini benar-benar memalukan.” Gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Namun posisi itu hanya bertahan kurang dari tiga detak jantung. Karena setelahnya Kendra menegakkan tubuh dan menurunkan tangannya. “Maaf, tadi itu memang kejadian yang konyol,” ucapnya dengan wajah memerah.
Maxim tidak tertarik untuk berbasa-basi saat ini. Terutama setelah apa yang dilakukan Rossa. Namun dia tetap harus memiliki sedikit sopan santun. Menurut tebakannya, Kendra pasti belum sempat mengisi perut.
“Kamu mau pesan apa?” Maxim menyodorkan buku menu yang berada di dekatnya. “Silakan pilih yang kamu suka. Saya yang akan mentraktirmu,” tegasnya. Lelaki itu kemudian sibuk membaca daftar makanan yang tersedia. Ketika sudah memantapkan pilihan, pria itu memanggil pramusaji.
Maxim memesan satu porsi lontong medan dan caramel ice blended coffee. Sementara Kendra jelas terlihat tidak nyaman meski berusaha keras untuk menutupinya. Tadinya Maxim bahkan mengira jika gadis itu tidak akan memesan apa-apa. Akan tetapi, Kendra ternyata punya keberanian juga untuk memilih tekwan dan milkshake cokelat almond.
“Apa Mbak Rossa sudah menjelaskan kalau saya yang akan menggantikannya hari ini?” tanya Kendra. Gadis itu jelas tidak ingin Maxim memandangnya seperti orang aneh.
“Sudah,” balas Maxim pendek. Tamunya tampak tidak puas dengan jawaban singkatnya. Meski demikian, Maxim tidak peduli. Sebab, hal itu sama sekali bukan masalahnya. Kendra dan Rossa yang harus menyelesaikan persoalan itu.
“Sebelumnya, saya benar-benar minta maag karena datang terlambat. Saya akan mulai menjelaskan tentang Dating with Celebrity. Acara ini....”
“Stop! Saya lebih suka jika saat ini kita makan dulu dengan tenang,” sergah Maxim cepat. “Barulah setelah itu kita akan membahas masalah yang sudah membuat saya dan kamu harus berada di sini.”
Meski tampak tidak nyaman, Kendra akhirnya hanya mengangguk. Dan itu cukup melegakan Maxim. Saat ini dia sudah kelaparan dan tidak akan bisa bertoleransi mendengar penjelasan Kendra tentang acara reality show itu. Sehebat apa pun penjelasannya. Apalagi dia tahu bahwa cita rasa makanan yang sudah dipesannya tidak akan memuaskan. Namun kadang orang harus mengesampingkan selera pribadi demi tujuan tertentu, kan? Itulah yang sedang dilakukan Maxim saat ini.
Keduanya berdiam diri dan disibukkan dengan pikiran masing-masing hingga lebih sepuluh menit setelahnya, menunggu pesanan mereka tiba. Maxim sebenarnya tidak terlalu suka makan di tempat itu. Menurutnya, makanan di restoran itu sama sekali tidak enak. Akan tetapi, kali ini adalah pengecualian. Semacam hukuman untuk Kendra yang sudah berani datang terlambat. Meski sebenarnya Maxim lebih suka jika dia bisa menghukum Rossa yang sudah membatalkan janji seenaknya.
Lelaki itu menyembunyikan senyumnya diam-diam saat melihat Kendra hanya mampu menelan tiga sendok tekwan sebelum akhirnya menyerah. Sementara Maxim sendiri harus berjuang keras menghabiskan setengah porsi makanan yang dipilihnya.
“Sudah bisa saya mulai sekarang? Sekali lagi, saya mohon maaf karena datang terlambat. Mbak Rossa berhalangan hadir karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan dan sama sekali tidak bisa ditinggalkan,” Kendra mulai bicara. Maxim yakin perempuan itu sedang berimprovisasi mencari alasan. “Sekarang, saya akan menjelaskan tentang acara Dating with Celebrity yang akan Anda ikuti.
“Tidak perlu!”
Bibir Kendra terbuka mendengar ucapan Maxim. “Maaf, maksudnya?”
Maxim menegakkan tubuh, menghapus segala ekspresi ramah yang bisa dibaca oleh manusia dari wajahnya. Matanya menatap Kendra dengan tajam. Ekspresi itu sudah dilatihnya selama bertahun-tahun dan selama ini sukses besar untuk mengintimidasi seseorang.
“Saya tidak ingin mendengar penjelasan apa pun tentang kencan konyol yang digagas oleh bosmu itu,” sahut Maxim dengan nada dinginnya yang sudah terkenal itu.
“Hah?” Bibir Kendra terbuka. Pupil mata gadis itu pun membesar.
“Apanya yang ‘hah’? Kamu sudah mendengar dengan jelas apa yang saya ucapkan tadi. Kamu sama sekali tidak salah dengar. Saya memang tidak tertarik dengan kencan dengan bantuan makcomblang yang kalian usahakan itu.”
Maxim menyaksikan Kendra menggigit bibir dengan gugup. Dia berani bertaruh jika gadis itu sedang bertarung dengan dirinya sendiri. Antara ingin menumpahkan protes di depan Maxim atau berusaha untuk bersabar.
“Pak Maxim....” Kendra berusaha bersikap formal.
“Maxim saja,” tegas lelaki itu. “Dan tak perlu pakai ‘Anda’.”
“Begini ... Maxim....” Kendra mulai bicara lagi, agak kaku saat menyebut nama lelaki itu.. “Saat ini di kantor saya sedang ada masalah. Katakanlah, chaos. Cukup merepotkan dan agak berbahaya. Dan orang yang bisa menyelesaikannya hanya Mbak Rossa. Karena sedang banyak hal yang harus diurus, mungkin Mbak Rossa lupa menghubungi kamu tepat waktu. Setelahnya, saya terpaksa diminta menggantikan beliau di saat-saat terakhir. Semuanya bisa dibilang serba mendadak.” Kendra berdeham pelan. Maxim melipat kedua tangan di depan dada dan bersandar senyaman mungkin.
“Lalu? Apa hubungannya dengan saya?” Maxim memandang Kendra.
Gadis itu terkesan tidak nyaman diperhatikan seperti itu. Terbukti, Kendra bergerak-gerak di tempat duduknya. Mungkin berusaha mencari posisi paling nyaman baginya.
“Ini situasi pelik yang tidak bisa dihindari. Saya tahu kalau kamu pasti merasa kesal. Karena terpaksa menunda makan siang. Selain itu, Mbak Rossa malah mengutus orang lain. Tapi, saya bisa memberi penjelasan yang cukup detail.” Gadis itu membuka messenger bag-nya yang cukup besar dan mengeluarkan setumpuk kertas dari dalamnya.
“Simpan saja kertas-kertasmu itu! Saya tidak akan tertarik.” Maxim menggeleng.
Kendra mengabaikan kata-kata Maxim. “Dating with Celebrity ini salah satu acara reality show yang sangat sukses. Sejak pertama ditayangkan, ratingnya stabil. Meskipun sampai saat ini belum ada pasangan yang berhasil bertahan hingga menikah. Tapi saya rasa acara ini sudah....”
“Kamu tidak mendengar kata-kata saya tadi, ya? Saya sama sekali tidak tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang acara yang tidak bermanfaat seperti itu. Apalagi sampai harus terlibat di dalamnya. Sama sekali tidak!” ucap Maxim dengan nada tegas. “Apa pun yang kamu katakan, takkan bisa membuat saya berubah pikiran.”
Kendra yang malang itu pun mengerjap. “Tapi....”Maxim menggeleng tanpa ragu. “Dua hari yang lalu, kakak saya memang berhasil membujuk sehingga saya bersedia mengikuti acara ini. Setelahnya, saya bicara dengan Rossa di telepon. Bosmu itu sudah memastikan kalau hari ini kami akan bertemu untuk membahas soal itu sekaligus makan siang. Tapi apa yang terjadi kemudian?” tanya Maxim dengan gaya dramatis. “Kita sama-sama tahu, kan?”Kendra tidak terlihat benar-benar terintimidasi. Setidaknya, gadis itu masih mampu memberi balasan. “Saya tadi sudah menjelaskan situasinya. Di kantor...”“Itu bukan alasan!” suara Maxim agak meninggi. “Saya adalah orang yang sangat menghargai janji dan waktu. Tapi sepertinya Rossa tidak melakukan hal yang sama. Dia seenaknya memundurkan janji hanya beberapa menit sebelum pukul dua belas siang. Selain itu, dia malah mengutus orang lain. Nah, kalau dia saja tidak menganggap pe
Ibunya memang tergolong orang yang sangat menjaga kesehatan. Secara rutin, Cecil Arsjad mengunjungi dokter langganannya yang berpraktik di sebuah rumah sakit top, tidak terlalu jauh dari gedung perkantoran tempat Buana Bayi berada. Dan biasanya, Maxim berusaha menemani ibunya meski mendapat protes dari berbagai pihak. Termasuk dari Cecil sendiri. Akan tetapi, tidak ada yang mampu membuat Maxim berhenti melakukan itu.“Max, Mama bisa ke dokter sendiri. Toh ada Rita yang menemani ke mana-mana. Mending kamu fokus bekerja,” ucap Cecil berulang kali.“Tidak apa-apa, Ma. Aku tetap bisa fokus bekerja, kok! Aku kan cuma mengantar Mama ke dokter sesekali, bukan setiap hari,” Maxim beralasan. “Tolong, jangan larang aku.”Maxim memasuki ruangan yang menjadi tempatnya bekerja selama beberapa tahun terakhir ini. Dia sama sekali tidak pernah menduga jika bisa begitu menyukai pekerjaannya saat ini.Sebenarnya, keluarga besar ayahnya s
Kendra memandangi teleponnya dengan bibir terbuka. Seakan ada makhluk ajaib yang siap melompat dari dalam benda itu. Gadis itu masih sulit percaya jika teleponnya baru saja ditutup dengan tidak sopan oleh Maxim. Lagi. Apakah lelaki itu memang terbiasa mengakhiri perbincangan via telepon dengan kasar?Sepanjang ingatannya, Kendra belum pernah bersua dengan makluk angkuh seperti Maxim. Lelaki itu sepertinya cuma bisa marah dan melontarkan kata-kata yang sama sekali tak enak didengar. Bagaimana bisa ada orang segalak itu?Jika menuruti kata hati dan harga dirinya yang terluka, Kendra sangat ingin merontokkan gigi Maxim. Supaya lelaki itu tidak bisa lagi memamerkan gigi rapinya. Atau sekalian saja memotong lidahnya agar takkan mengeluarkan kata-kata yang menyakiti hati orang lain. Akan tetapi, risikonya terlalu besar. Kendra tak mau mempertaruhkan masa depannya karena lelaki itu. Dia tak sudi jika harus menghabiskan hidupnya yang berharga itu di dalam hotel prodeo.
“Oh ya? Kenapa?” Neala tampak lebih dari sekadar tertarik untuk membicarakan masalah itu.“Laki-laki bernama Maxim itu marah karena Mbak Rossa memundurkan janji. Apalagi karena dia baru dihubungi hanya beberapa menit sebelum jam dua belas, janji makan siang mereka berdua. Lalu, masih ditambah karena Mbak Rossa malah memintaku yang menggantikannya untuk bertemu Maxim. Alhasil, Maxim menolak untuk terlibat dalam acara Dating with Celebrity. Sementara di lain pihak, aku menjadi orang yang tersudutkan. Aku dianggap sebagai orang yang tidak bisa melakukan tugas sederhana seperti itu,” keluhnya.“Dan aku sudah bisa menebak kelanjutannya.” Neala bersimpati. “Kamu harus membujuk Maxim supaya dia berubah pikiran, kan?”Kendra mengangguk sambil kembali membaca kertas-kertas di depannya. “Aku sudah beralasan kalau pekerjaanku bertumpuk. Tapi....” gadis itu mengedikkan bahu tanpa daya. “Kamu lebih me
Minimnya waktu luang itulah yang membuat Kendra terpaksa meminta bantuan seseorang untuk membersihkan rumah dan mengurus pakaiannya. Beruntung dia mengenal banyak tetangga yang selalu siap memberi pertolongan.Kendra pun akhirnya menyerahkan salah satu kunci rumahnya kepada Suci, tetangga di sebelah rumahnya. Dia sudah mengenal Suci sejak kecil. Dan perempuan itu tidak keberatan meminjamkan pembantunya untuk memastikan rumah Kendra tetap bersih. Suci juga yang memastikan semua pakaian Kendra dicuci dan disetrika.Sebelum tidur, seperti biasa Kendra ke dapur dan memeriksa kompor. Meski dia tahu tidak akan menemukan api yang menyala di sana. Namun itu sudah menjadi kebiasaan yang melekat seperti kulit kedua. Kemungkinan besar, takkan bisa hilang.Malam itu, Kendra bermimpi dia membuat Maxim meminta maaf sambil berlutut. Saat membuka mata paginya dan teringat mimpinya, Kendra tergelak sendiri. Bahkan Tuhan pun berusaha menghiburnya dengan memberikan mimpi yang mele
Maxim terbelalak mendengar kalimat yang diucapkan Kendra dengan suara tenang itu. Belum lagi bantingan pintu yang menyusul kemudian. Gadis lancang itu baru saja menudingnya sebagai seorang pencinta sesama jenis. Meski kesal, tapi Maxim lega karena Kendra akhirnya meninggalkan ruangannya. Setelah lebih tenang, dia meminta Padma untuk masuk ke dalam ruangannya.“Kenapa kamu membiarkan gadis itu menunggu saya?” tanyanya tanpa basa-basi.“Dia yang bersikeras, Pak,” Padma membela diri. “Saya sudah berusaha memintanya pergi secara halus. Saya bilang, belum tahu kapan Bapak akan balik ke kantor. Tapi dia tak peduli dan tetap menunggu.”Maxim tahu dia sudah berlaku tidak adil jika menimpakan semua rasa frustrasinya kepada Padma. Nyatanya, utusan Rossa itu pun tergolong keras kepala. Dan mungkin tidak punya rasa malu juga. Makanya gadis itu tetap nekat untuk datang ke Buana Bayi meski Maxim jelas-jelas tak tertarik untuk menemui Kendra
Maureen mengangkat bahu. “Mana kutahu? Lagi pula, itu bukan urusanku. Dia tidak membuatku cemas untuk urusan pasangan. Kalaupun ada yang harus kukhawatirkan soal jodoh, Declan berada di urutan terakhir. Darien menjadi prioritas. Mengkhawatirkan melihat adikku yang keren dan populer itu tidak pernah memperkenalkan pacarnya selama beberapa tahun ini. Sementara gosip di luar sana begitu kencang, menghubungkan Darien dan entah siapa saja. Lalu masih ada kamu, yang tidak juga mau berkencan dengan serius. Acara perjodohan yang....”Maxim memotong dengan kesal, “Tolonglah Mbak, kita tadi sedang membicarakan Declan. Jangan malah melebar ke mana-mana.”Maureen terlihat menahan tawa. Seakan menikmati ketidaknyamanan Maxim. “Oh ya, Declan bilang kalau dia mengalami kecelakaan, terserempet motor. Tapi katanya tidak parah. Hanya saja dia tidak mau Mama sampai tahu,” lanjut Maureen.“Kalau dia tak mau Mama cemas karena ana
Maxim sangat ingin menyeret Kendra ke luar dan meminta gadis itu tidak lagi mengganggunya. Bila perlu, tak pernah lagi muncul di depan hidung Maxim selamanya. Jika memungkinkan, Maxim bahkan tidak akan keberatan melaporkan Kendra kepada pihak berwajib sebagai penguntit. Ya ampun, bagaimana bisa gadis itu bisa memiliki tekad yang mulai terlihat menakutkan?“Selamat malam, Maxim,” sapa Kendra sembari memamerkan senyum yang diyakini Maxim sangat palsu itu.oOoKendra bisa merasakan tulang-tulangnya mulai meleleh saking takutnya. Ekspresi Maxim terlihat kejam dan mengancam. Seakan lelaki itu siap untuk mencabik-cabik tubuhnya secara harfiah. Gadis itu mulai menyesali keputusan nekatnya untuk mendatangi rumah Maxim. Namun, dia tak bisa memutar waktu, kan?Putus asa karena ditolak –bahkan diusir- oleh Maxim, Kendra tidak punya banyak pilihan. Apalagi Rossa pun sama menyebalkannya, tidak mau mengerti posisi Kendra. R