Share

Bab 6

 

 

Putra mendelik tajam, ke arah wanita yang kini tengah berdiri di hadapannya. Bagaimana mungkin jika Alyalah, wanita yang telah merebut hati Davin selama ini.

 

Bohong jika ia tak kenal dengan Alya, calon pengantin yang sengaja Rei tinggal tepat di hari pernikahan mereka. 

 

Putra mengatur napasnya, berharap si bungsu Davin. Tak pernah tau perihal hubungan sang Kakak, dengan wanita yang kini menjadi tambatan hatinya.

 

Senyum manis terus tercetak di bibir Davin, setelah susah payah membujuk si wanita untuk ikut ke rumah mewah milik keluarga Saputra.

 

"Hm, apa yang kamu punya? Sehingga berani menaruh hati pada anak saya, Davin," tanya Putra, menatap Alya dengan sinis.

 

Mendengar hal itu, tentu saja Davin tak terima. Ayahnya terlalu lancang, padahal Alya belum memperkenalkan diri.

 

Tatapan tajam serta penuh kebencian, membuat Alya sadar akan kedudukannya. Merutuki diri, kenapa mau saja diajak Davin ke rumah mereka.

 

"Ayah ini terlalu to the point! Apa kita nggak bisa berbasa-basi dulu?" Davin bertanya, sambil meraih pergelangan tangan Alya. Yang dirasa begitu dingin, sebab ketakutan akan tatapan dari sang Ayah.

 

"Berapa usiamu Al?" Kali ini Bu Vita, ikut bertanya. Menatap sama dengan apa yang dilakukan suaminya.

 

"Tiga ... Puluh tahun, Bu," jawab Alya dengan tergagap, merasa canggung sekaligus malu ditanya usia yang memang tak lagi muda.

 

"Apa? Tiga puluh tahun kamu bilang, jauh banget dong sama Davin!" sahut Bu Vita, sambil tertawa penuh penghinaan.

 

Davin yang merasa tak enak hati pada Alya, dibuat bingung dengan sikap orangtuanya. Mau marah, tapi, mereka jelas akan lebih marah lagi.

 

"Bu, kasian Alya. Dari tadi terus saja ditanya ini itu, apa kalian nggak ada niat untuk nyuruh kita masuk?" tanya Davin, yang malah mendapat tatapan sebal dari kedua orangtuanya.

 

Dengan sangat terpaksa, akhirnya mereka mempersilakan Alya untuk memasuki rumah mewah. 

 

Rei yang tengah asyik menonton film, dibuat kaget dengan kedatangan Alya. Terlebih, sang pujaan dibawa oleh adiknya sendiri.

 

Seolah tau akan reaksi dari Rei, Bu Vita dan Putra memberi kode pada si sulung. Agar tak ikut campur, dan tetap pura-pura tidak mengenal Alya sebelumnya.

 

Debaran jantung kian berpacu dengan cepat, kedua netra milik Alya dan Rei kembali bersirobok. Masih menyiratkan banyak cinta di sana.

 

Rei berhutang penjelasan pada Alya, tentang perginya ia di hari pernikahan mereka.

 

Davin yang cerdas, tentu saja tak menutup mata. Akan insiden yang kini tengah ia tonton antara Kakak juga Alya, kecurigaan mulai tertanam dalam hati.

 

"Jadi ini, wanita yang kamu maksud?" tanya Rei, masih menatap Alya.

 

Davin mengangguk lemah, merasa tak perduli dengan pertanyaan sang Kakak. 

 

"Bukannya, Alya nggak cinta sama kamu. Bagaimana pun juga, pernikahan itu harus dilandasi oleh cinta Vin!" Nasehat Rei, hanya ditanggapi dengan senyuman getir. Tak perlu diingatkan, bahkan Davin sudah tau bahwa Alya memang belum mencintainya.

 

"Lantas apa urusannya dengan Kakak? Bukankah Kakak juga nggak cinta sama Kakak Ipar? Tapi, hubungan kalian bisa langgeng tuh!" 

 

Rei mendengus kesal, "Itu jelas berbeda, Davin!"

 

"Beda apanya coba? Lagian, aku yakin kok, suatu saat Alya pasti bisa mencintai aku!" tukas Davin, masih menggenggam tangan Alya dengan penuh kelembutan.

 

"Kisah cinta aku sama Kakak jelas berbeda, because Kakak masih mengharap wanita masa lalu yang Kakak tinggal pas kalian mau nikah," seloroh Davin, tak mau kalah dari Rei.

 

Alya meneguk saliva, baru tau jika ternyata sang mantan masih merasakan hal yang sama dengannya.

 

Wajah Rei berubah menjadi merah, persis seperti kepiting rebus. Amarahnya kian membuncah, kenapa pula harus menyinggung wanita masa lalunya.

 

"Maaf Om, Tante. Sepertinya, saya harus cepat pulang. Sudah malam soalnya," ucap Alya, ingin segera menghentikan ketegangan di antara mereka.

 

"Nanti dulu Al, kita 'kan baru datang. Maaf ya, kalau pertanyaan dari keluargaku buat kamu nggak nyaman," sahut Davin, kesal dengan perlakuan mereka terhadap Alya.

 

Putra, Bu Vita, bahkan Rei bungkam. Seolah kehilangan kata, bagi mereka memang lebih baik Alya segera pulang.

 

Usai pamit dengan sopan, Alya memutuskan untuk segera meninggalkan rumah mewah. Namun, rasanya seperti di neraka.

 

"Vin, kalau boleh tau. Memangnya, Kakakmu kenapa? Kok, bisa batal nikah gitu sih?" 

 

Rasa penasaran yang kian membuncah, membuat Alya memberanikan diri untuk bertanya.

 

"Hm, masalah keluarga Al. Intinya, Rei terpaksa demi menyelamatkan bisnis keluarga yang hampir diambang kebangkrutan!" 

 

Sekali lagi, Alya masih tak percaya dengan penjelasan dari Davin. 

 

"Dan hanya kelurga Mey, yang bisa membantu keluarga kalian?"

 

Davin mengangguk mantap, tak menaruh curiga sama sekali. Perihal pertanyaan dari Alya.

 

Alya menghembuskan napas secara perlahan, ada kegembiraan tersendiri tatkala tau jika sang mantan masih menaruh hati padanya.

 

Namun, fakta bahwa Mey adalah tunangan Rei. Membuat nyalinya menciut, tak mungkin hadir kembali di tengah hubungan mereka.

 

Di sisi lain, Davin akan sangat terluka jika tau bahwa dirinya adalah wanita dari masa lalu sang Kakak.

 

Hatinya akan sangat hancur, terlebih selama ini Davin selalu baik terhadap Alya. Kesabaran untuk merebut hatinya, kian terlihat dari hari ke hari.

 

Dalam kegelapan malam, Alya mendesah panjang. Urusan cintanya kembali rumit, tak mungkin memilih satu di antara mereka.

 

Usianya yang tak lagi muda, membuat Ibu terus saja bertanya perihal pria pengganti Rei. Temannya yang lain, sudah menikah bahkan telah dikaruniai anak lebih dari satu.

 

Dan sekarang, kehadiran Davin. Si pria muda membawa kerumitan tersendiri.

 

Haruskah ia belajar mencintai Davin, dengan fakta baru. Bahwa Davin adik dari sang mantan.

 

Alya merasa pusing, hidupnya semakin bertambah berat dengan pilihan di depan mata.

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yanyan
rei sungguh kau tdk gentle
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status