"Selamat datang, Nyonya Muda," sapa Monic ketika mereka sudah sampai di mansion pribadi Arshaka.
Alana bernafas lega. merasa beruntung, setidaknya Arshaka punya tempat sendiri. Tadinya Alana sempat berfikir kalau Arshaka akan mengajak dirinya untuk tinggal bersama keluarganya.Entah kenapa, Namun, Alana pun tidak memungkiri kalau ia tidak menyukai mama dan adik tiri Arshaka yang terkesan licik. Padahal, ini adalah kali pertama mereka bertemu dan kesan yang di dapatinya malah kemunafikan. Setidaknya, kekuatiran Alana akan mengalami penindasan oleh Mertua seperti yang ia pikirkan tidak terjadi.Alana hanya menanggapi sapaan monic dengan anggukan. Lagipula, Alana hanya bisa pasrah, juga tidak berharap diperlakukan dengan baik dan istimewa oleh Arshaka. Asal ia tidak menyentuhku dan memperlakukanku secara kasar, itu sudah cukup."Mari aku antar ke dalam kamar, Nyonya." ajak Monic, sedangkan Arshaka hanya meliriknya sekilas tanpa berbicara sepatah katapun, ia lantas melenggang masuk tanpa menunggu Alana.Alana mengakui mansion Arshaka sangat mewah, lebih terlihat modern daripada mansion Bauer milik papanya.Monic membuka kamar yang dikhususkan untuk Alana tempati. Sangat besar dan mewah, fasilitas di dalamnya pun sangat lengkap. Alana berkeliling, melihat setiap sudut kamar yang layaknya seperti sangkar emas untuknya."Em, kalau boleh tahu, di manakah kamar Arshaka berada?" tanya Alana setelah puas melihat-lihat isi kamar."Kamar Tuan Muda berada diujung lantai dua ini sebelah utara, Nyonya. Tuan Muda berpesan, untuk tidak masuk ke kamarnya juga ruangan dengan pintu berwarna hitam di lantai tiga," terang Monic membuat Alana mengerutkan kening dan berpikir keras.Alana berasumsi kalau Arshaka menyembunyiakan sesuatu di lantai tiga, hingga tempat tersebut dilarang baginya untuk ia datangi?Hal ini sangat mencurigakan, pikirnya. Hingga terlintas untuk mencari tahu.Ia bertekat akan menyelinap ke sana, barangkali bisa menemukan bukti maupun petunjuk tentang kematian Adrian, calon suaminya yang telah dibunuh Arshaka.Alana bertekat, setelah menemukan bukti yang yangg kuat, ia akan melaporkan Arshaka ke Polisi secepat mungkin."Kalau tidak ada lagi yang dibutuhkan, aku akan keluar agar Nyonya bisa beristirahat," ucap monic setelah mendapat anggukan ia lantas pergi.Alana mengambil duduk di pinggairan ranjang, menyusun rencana. Mencari celah serta waktu yang tepat, ia memutuskan menunggu hingga Arshaka dan para penjaga sedang lengah kemudian beraksi.***Malam telah tiba, Alana dan Arshaka duduk berhadapan di meja makan. Sebuah peraturan yang ia ketahui dari monic, kalau Arshaka selalu makan malam tepat waktu, pas jam 7 malam.Dari setelan yang Arshaka kenakan, Alana berasumsi kalau dirinya akan pergi. Ia berharap Arshaka keluar agak lama, hingga ia mempunyai kesempatan menyelinap ke lantai atas di mana ruangan rahasia itu berada.Alana akan memeriksa keadaan dan situasinya. "Tidak mungkin 'kan ruangan rahasia tanpa penjagaan ketat, berharap ruangan tersebut tidak dikunci adalah hal yang mustahil!" ucapnya dalam hati.pMereka makan dalam diam, hingga seseorang menerobos masuk hingga menginterupsi keduanya."Selamat malam semua. Maaf kalau aku mengganggu acara makan malam kalian malam ini,"Mendengar suara yang tidak asing, Alana menengok ke arah asal suara dan langsung memalingkan muka, muak!David, adik Arshaka. Ralat, adik tiri. Begitu yang Alana tahu dari monic. Alana melirik ke arah Arshaka yang tetap melanjutkan makannya tanpa teralihkan sedikitpun atensinya akan kedatangannya."Maaf, Tuan Muda. Tuan David memaksa masuk, kami sudah berusaha melarangnya tapi Ia tetap memaksa," ujar salah seorang pengawal, terdengar begitu ketakutan.Arshaka menyuruh penvawalnya pergi dengan lambaian tangannya."Seperti biasanya, kau begitu kejam, Kak. Aku hanya datang untuk mengunjungi kalian agar terlihat harmonis sebagai sesama saudara," ujarnya berjalan semakin mendekati mereka dengan senyum percaya diri."Sepertinya, ketamakan harta membuat otak kalian bermasalah. Seingatku, aku adalah anak tunggal. Dan anak pelacur sepertimu, tidak akan pernah bisa dibandingkan denganku," ucap Arshaka, ucapannya begitu tajam hingga membuat David mengetatkan giginya dan terlihat marah."Sebaiknya, kau cepat pergi dari sini. Kau, tidak layak berada di rumahku, apalagi di dekatku. Kau pasti amat sangat paham, apa yang bisa aku lakukan untuk menyingkirkan anak pelacur sepertimu dari dunia ini!"David tertawa tertahan, "Oh ayolah, Kak. Aku hanya merindukan Kakak Iparku yang cantik, by the way apakah kalian tidak mau menawariku makan malam mumpung aku berada di sini?" ucap David meskipun nada bicaranya terselip ketakutan.Arshaka spontan berdiri dan mengambil pistol dari pinggangnya lalu mengarahkan moncong pistolnya ke arah David.Arshaka marah, "Beraninya kau!! Cepat pergi dari sini! Kalau tidak, maka mayatmu yang akan aku lemparkan ke hadapan ibumu!""Baik aku akan pergi, kau harus ingat Shaka, akan ku rebut semua yang kau miliki hingga tak tersisa satupun untukmu. Peperangan ini belum berakhir, ingat itu!"David melangkah pergi setelah mengibarkan bendera peperangan, terlihat Arshaka begitu marah hingga membuat wajahnya merah padam.Alana begitu shock mendapati apa yang tengah terjadi, pikirannya berkecamuk, Alana begitu frustasi, sebenarnya keluarga macam apa mereka? Dan, apa sebenarnya pekerjaan Arshaka hingga legal baginya membawa pistol bersamanya? Pikirnya.Malam pun telah tiba, Alana berusaha memejamkan mata, namun nihil. Malah pikirannya jadi melantur tidak karuan."Alana, mulai saat ini, aku tidak mengijinkanmu pergi kemanapun. Kalaupun ingin pergi, harus ada yang mengawalmu dan itupun hanya untuk hal yang sangat mendesak," ucap Arshaka setelah David pergi dengan ancamannya."Kalau ada apa-apa, segera hubungi aku. Aku akan pergi untuk mengurus sesuatu dan akan kembali secepatnya," ucapnya lagi sambil meletakkan sebuah telepon genggam di atas meja dan mendorongnya ke arah Alana, kemudian berlalu pergi meninggalkannya sendiri masih terpekur di meja makan.Alana hanya mampu berguling-guling di atas ranjang tanpa bisa memejamkan mata meskipun malam semakin larut. Ucapan Arshaka membuatnya mengernyit heran, lantas berpikir, bukankah ia juga harus waspada terhadap Arshaka selain adik tirinya yang mengerikan itu? Bagaimana Alana harus percaya, kalau ia akan aman bersama dengannya dalam situasi pelik semacam ini?Akkhirnya Alana memutuskan untuk naik ke lantai atas, di mana ruangan rahasia berada. Dengan mengendap-endap ia melalui setiap ruangan demi ruangan dengan hati-hati. Dengan perasaan was-was takut ketahuan, ia celingukan mencari pengawal yang berjaga. Apakah ini sebuah kebetulan ataukah memang tidak dijaga ketika Alana tiba tepat di depan dengan pintu besar berwarna hitam pekat tanpa ada yang seorangpun di sana.Alana memegang gagang pintu dan ia harus menelan kekecewaan saat mencoba membukanya dan ternyata terkunci."Nyonya, bukankah sudah pernah aku katakan kalau Tuan Muda melarangmu datang ke tempat ini?"Alana terkejut mendegar suara monic di belakangnya dan reflek menoleh ke arah asal suara."A-aku hanya ... ""Apa yang ingin Nyonya lakukan dengan datang kemari larut malam begini?" tanya Monic lagi, membuat Alana bertambah gugup dan pucat pasi.Alana frustasi, gagal sudah. Niat hati ingin mencari bukti kejahatan Arshaka, malah jadi ketahuan. Alana jadi cemas. Bukankah bisa gawat kalau sampai Monic mengadukannyanpada Arshaka. Bukannya mendapatkan bukti kejahatannya, malah ia akan dihukum olehnya."Aku ... aku hanya merasa bosan dan ingin menghirup udara segar, kalau begitu aku akan kembali ke kamarku dulu. Selamat malam, Monic."Dengan tergesa-gesa Alana pergi ke kamarnya, tanpa menunggu jawaban dari Monic.Pagi harinya, Arshaka membawa Alana pulang ke rumah orang tuanya. Mendadak tanpa pemberitahuan sehingga membuat Alana penasaran ada urusan apa antara Papanya dan Arshaka.Tanpa menghiraukan Alana, keduanya bergegas menuju ruang kerja.Alana dengan rasa penasaran yang tinggi mengendap-endap menuju ruangan di mana mereka berada. Ia curiga ada yang tidak beres lantas menguping pembicaraan mereka."Nak Shaka, apa sudah ada perkembangan mengenai kasus kemarin?" tanya Reyhan kepada menantunya dengan mimik serius."Maaf, Pa. Mereka terlalu licin, aku kehilangan jejak mereka. Tapi, Papa jangan kuatir, aku sudah menugaskan orang-orang untuk mencari keberadaan mereka. Dan orang yang sudah membocorkan data perusahaan Papa, aku sudah berhasil melacak keberadaannya. Setelah berhasil ku tangkap, pasti akan aku serahkan pada Papa."Reyhan menghela nafas lelah, "Papa tidak tahu kenapa ia tega melakukan semua itu, padahal aku sudah sangat percaya padanya. Maaf telah membuatmu kerepotan karena masalah ini.""Tidak masalah, Pa. Aku akan berusaha menyelesaikan masalah ini secepat mungkin," ucap Arshaka dengan penuh keyakinan.Reyhan mengangguk senang, "Semoga semuanya cepat selasai agar kalian bisa hidup dengan damai. Oh iya, apakah Allana menyusahkanmu belakangan ini? Allana memang keras kepala, Papa harap sikapnya tidak kamu masukkan dalam hati. Seandainya ia tahu kejadian yang sebenarnya, mungkin saja sikapnya akan lebih baik padamu.""Papa jangan kuatir, setelah semuanya berakhir, kita bisa beri tahu Allana segalanya. Untuk saat ini, keselamatannyalah yang lebih penting!" tukas Arshaka seraya menatap netra Rayhan dalam."Baiklah, Papa percaya padamu. Kalau begitu, Papa ucapkan banyak terima kasih atas segalanya, Shaka.""Tidak perlu, Pa. Bukankah Papa sudah tahu tujuanku melakukan semua ini? Jadi, tidak perlu terlalu segan," sahut Arshaka membuat Reyhan mengangguk seraya tersenyum senang."Aku harap agar Papa memperketat lagi penjagaan, aku kuatir Jeremy masih akan berusaha menculik Alana lagi. psikopat seperti dirinya tidak akan menyerah dan berhenti begitu saja," saran Arshaka yang disetujui Reyhan."Apa kau tahu siapa dalang dibalik perbuatan Jeremi bingga berbuat seperti itu pada Alana?""Tentu saja, orang itu adalah ... "Bruaakk.Alana yang terperangah mendengar percakapan mereka hingga tanpa sengaja menjatuhkan sebuah barang, buru-buru ia bersembunyi agar ia tidak ketahuan sedang menguping mereka.Suara sesuatu yang terjatuh membuat percakapan mereka terhenti dan mengalihkan atensi ke arah pintu yang sedikit terbuka.“Bie, jangan! Jangan lakukan itu!” teriak Alex keras yang membuat Bian langsung menoleh ke arahnya.“Alex ... “ gumam Bian menatap Alex yang tengah berlari ke arahnya seraya bertelanjang dada.Dengan secepat kilat disertai nafas yang memburu Alex berlari, ketakutannya semakin menjadi ketika ia melihat Bian berada tepat di sisi jurang.“Bie, tolong jangan lakukan, aku mohon!” Pinta Alex sekali lagi ketika dirinya berjarak hanya beberapa jengkal dari Bian.Bian menyunggingkan senyum penuh arti yang membuat Alex tambah ketar-ketir.“Jika aku loncat ke bawah apa kau mau memaafkanku?” Bian bertanya masih dengan senyum masgul.Alex menggeleng lemah. “Apa cintaku tak mampu membuatmu berkeinginan untuk hidup? Apakah cintaku sangat tak layak hingga kau mau meninggalkan aku? Meninggalkan dunia?” tanya Alex frustasi dengan mata yang memerah menahan air mata.“Aku tahu, penderitaan yang kau alami sangatlah berat. Tapi, bisakah kau memberikanku kesempatan untuk mengobati luka itu?”“Alex, kau tahu
Seakan tak percaya dengan penglihatannya, Bian melangkah perlahan, berjalan dengan hati-hati melawati setiap tas dan kardus yang terisi berbagai macam barang yang disediakan oleh Arshaka. Bian mulai memeriksa satu persatu dengan saksama, kebutuhan mereka dari perlengkapan mandi, skincare, baju, dress hingga dalaman begitu lengkap seakan satu toko diboyong semua. Bian menggeleng tak percaya, entah bagaimana caranya Arshaka bisa menyiapkan hal itu semua dalam waktu singkat. Bian menatap Alex seakan ingin penjelasan, akan tetapi ia hanya mengedikkan bahu seakan memberi tahu bahwa ia juga tak tahu menahu tentang itu semua. Bian melihat sekeling, masih ada beberapa tas tang belum dibuka, hingga sebuah koper besar membuatnya begitu penasaran. Ia pun menghampiri koper itu dan langsung membukanya. Terdapat note yang bertuliskan ‘selamat bersenang-senang’ di atasnya. Setelah membaca catatan itu, dengan rasa penasaran Bian mengambil sebuah kain berenda yang ia pun tak pernah menaruh curi
“Sayang, apakah tak apa-apa melakukan hal itu pada mereka berdua?” Tanya Alana dalam perjalanan pulang ke Mansion Arshaka.Arshaka tersenyum penuh arti. “Tak usah khawatir, Alex memang pernah meminta ijinku sebelumnya. Aku rasa, ia tidak akan keberatan jika aku menjahilinya kali ini. Bahkan ia harusnya berterima kasih padaku nantinya.”Alana menggeleng pelan. “Terserahlah, kalau nantinya ada masalah dengan mereka tanggung sendiri akibatnya!”“Aku jamin tidak akan ada kendala apapun, Sayang. Lagi pula, aku sudah menyiapkan seluruh kebutuhan mereka sampai hal yang terkecil sekalipun. Jadi kau tak usah cemaskan mereka, ok!”Alana merasa gemas dengan suaminya itu, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. “Kau tahu bukan, Alea kondisinya masih belum sehat betul, kalau nanti ada apa-apa dengan kesehatannya, lantas bagaimana?”Arshaka memeluk Alana dengan sebal. “Kau terlalu mencemaskan mereka, Sayang. Kau tahu, kau terlalu perhatian dengan mereka berdua, dan hal itu membuatku cemburu,” rajuknya.“
“Bie, kau di mana?” teriak Alex, wajahnya kian panik ketika tak mendapati Bian berada di dalam kamar mandi.Ia pun bergegas mencari ke luar, bertanya pada beberapa petugas dan orang-orang yang berlalu lalang di sekitar sana.Berlarian ke sana kemari dengan wajah panik dan cemas hingga nyaris putus asa. Alex duduk dengan berbagai asumsi yang memenuhi kepalanya hingga terasa ingin pecah.Perasaannya begitu kalut, ia takut jika Bian benar-benar pergi dan berniat untuk bunuh diri.Akhirnya Alex memilih duduk di kursi penunggu, berusaha untuk menjernihkan pikiran. “Tidak! Tidak boleh! Aku tidak akan pernah membiarkannya pergi dari hidupku!” racau Alex dalam hati sambil memegangi kepalanya.Terlihat seseorang yang mendekati Alex dan berhenti di depannya. Alex memandangi kaki yang dibalut celana panjang yang menutupi sandal yang di kenakannya. “Kau sedang apa?”Alex tersentak dan langsung menengadahkan wajahnya untuk melihat suara yang telah menyapanya itu. Alex tersenyum senang, ia bangki
“Dokter, bagaimana kondisi Arshaka?” tanya Alana dengan cemas. Pasalnya tubuh Arshaka terlihat lemah hingga harus diberi cairan infus.Alex yang dikabari Alana bahwa Arshaka jatuh pingsan langsung lari terbirit-birit, begitu cemasnya karena Arshaka tak pernah pingsan dengan mudahnya.Bahkan ketika peluru masih bersarang di tubuhnya, ia masih bisa bertahan dan mampu terjaga tanpa menunjukkan kelemahan juga rasa sakit yang dirasa.“Kondisi tubuh Tuan Arshaka menunjukkan kondisi yang prima, juga tanda-tanda vitalnya berfungsi dengan baik. Hanya saja sedikit lemas karena kekurangan cairan. Namun Jika ingin memastikan kondisi pastinya, saya sarankan untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh,” terang Dokter Edwin, Dokter umum yang berkepala plontos itu setelah selesai memeriksa keadaan Arshaka. Karena Gilang, kepala Tim Dokter yang ditunjuk oleh Arshaka sudah dipecat dan tak lagi bekerja.Setelah Dokter dan para perawat pergi, Alana memeluk erat Arshaka. Rasa cemasnya begitu berlebihan
“Apa yang telah terjadi padamu?” tanya Bian dengan nada cemas setelah melihat luka di sudut bibir Alex.Alex tersenyum seraya menggeleng pelan. “Tak apa-apa, laki-laki memiliki luka itu sudah biasa,” canda Alex.Arshaka melihat Bian dan berpikir sejenak lalu berkata, “Alea, setelah kau sembuh, apakah kau masih berminat jika kembali menjabat sebagai Kepala Tim Dokter di Rumah Sakit ini?” ucap Arshaka yang membuat Bian terperangah tak percaya.“Shaka, luka di tubuhnya masih belum sembuh. Lagi pula, identitasnya sudah berubah. Aku khawatir kredibilitasnya sebagai dokter akan diragukan mengingat sekarang ia bukanlah orang yang sama,” sela Alex.“Bukankah aku berkata jika sudah sembuh bukan? Dan ini hanya sebuah tawaran baginya, dan mengenai identitasnya bukankah sangat gampang bagi kita untuk mengurus hal tersebut?” ucap Arshaka menatap Alex dalam.“Apakah kau tak senang jika Alea kembali menekuni bidang yang disukainya? Setidaknya, ia bisa beraktivitas seperti sedia kala meskipun dengan