Beranda / Romansa / Dekapan Hangat Sang Pewaris / Bab 2 - Malam Pertama

Share

Bab 2 - Malam Pertama

Penulis: LazuardiBianca
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-30 15:34:55

Davina mengikuti langkah dari pria yang kini sudah menjadi suaminya untuk memasuki ruangan VVIP di hotel bintang lima Dawson group. Tanpa mengucapkan sepatah kata, pria itu melepas jas lalu menyandarkan tubuhnya ke sofa panjang. Davina menatap bingung karena suaminya tak sedikitpun menunjukkan minatnya untuk menyapa atau sekedar berbasa-basi. Melihat sikap sang suami, kini dia menyadari bahwa pria itu mengabaikan kehadirannya bagai angin lalu.

“A-aku akan mandi terlebih dahulu…” ucap Davina terbata. Tak ingin lebih lama lagi terjebak dalam kecanggungan ini.

Pria itu bergeming, menatap Davina seolah tengah menilai dengan seksama. Tak lama dia mendengus kasar lalu menganggukkan kepala tanda setuju sebelum bangkit kemudian berjalan ke arah balkon. Itu adalah interaksi pertama diantara mereka sejak turun dari altar pernikahan. Melihat pria itu menghidupkan rokok dan mengepulkan asapnya ke udara, Davina cepat-cepat menuju kamar mandi. Kentara jelas suaminya sedang tidak ingin diganggu.

Tak butuh waktu lama, Davina keluar mengenakan jubah mandi yang disediakan pihak hotel. Matanya terusik oleh sosok tampan yang telah kembali, duduk di sofa sambil memangku laptop dengan jemari yang tampak sibuk menari-nari di atas tuts keyboard.

‘Dia bahkan tetap bekerja di hari pernikahannya. Tak heran dinobatkan sebagai pengusaha muda sukses tahun ini.' Davina meneliti wajah yang tengah serius menatap layar laptop. Lalu tiba-tiba, manik gelap yang semula fokus pada layar laptop bergeser ke arahnya. Gerakan cepat itu membuat Davina tersentak kaget diikuti rasa takut ketika layar laptop yang ditutup dengan keras dan tubuh tinggi menjulang berjalan menghampirinya.

‘A-apa yang akan dia lakukan?’ batin Devina dengan jantung berdebar cepat. Saat pria itu hanya berjarak satu langkah dari dirinya, Davina menahan napas. Tapi kemudian, dia menyadari pria itu hanya melewatinya tanpa kata dan masuk ke dalam kamar mandi.

BRAK!

‘A-ah … dia hanya mau ke kamar mandi.’ Davina menghela napas lega begitu pintu kamar mandi tertutup rapat. Kini dia mengedarkan pandangannya tanpa tujuan. 'Sekarang, apa yang harus kulakukan.'

Tidur duluan akan sangat tidak sopan, tapi berdiri terus juga sangat konyol. Akhirnya, Davina memutuskan duduk di sofa seraya merapikan rambutnya yang setengah basah. Davina menguap lebar, hari ini terlalu melelahkan baginya. Sepanjang perta berlangsung dia terus-menerus memasang wajah bahagia dengan penuh paksaan. Tanpa sadar, pandangan Davina menatap ranjang ukuran king size yang sengaja dipersiapkan pihak hotel untuk menyambut pengantin.

Sprei putih bersih dengan poros dua angsa dari handuk yang dibentuk sekian rupa hingga saling mengait, dipagari taburan kelopak bunga mawar merah membentuk hati. Pemandangan itu seketika memicu rona merah di wajah Davina, sekelebat pikiran liar muncul dibenaknya, seketika dia mengingat bahwa ini adalah malam pertama baginya bersama sang suami.

'Tidak, tidak! Aku tidak boleh membayangkan hal seperti itu!’ Gadis itu menepuk-nepuk wajahnya. ‘Ayolah, Davina, jangan lupa. Pria itu tidak menyukai wanita!’

Berusaha menepis pikirannya dengan meraih remote TV dan gegas menekannya. Tak disangka, layar televisi menampilkan berita tentang pernikahannya namun sorotan utama media adalah sang pengantin pria. Dikatakan bahwa pernikahan calon pewaris Dawson Group dengan putri satu-satunya keluarga Carter telah berhasil menghapus rumor yang selama ini beredar, bahwa seorang Lucas Dawson tidak tertarik pada wanita.

"Rumor?" gumam Davina dengan senyum tak berdaya. “Padahal, itu memang benar adanya.” "Apa yang kau lihat?" Davina terkejut dengan suara yang muncul dari arah belakangnya, dia terlalu serius menonton hingga tak menyadari kehadiran wujud nyata dari orang yang sedang diberitakan.

Davina buru-buru mematikan televisi dan melemparkan remote ke sofa. "Eh, tidak. I-itu …" Davina tergagap, berniat mengelak namun dia sadar bahwa itu percuma. Bila memang apa yang diberitakan di televisi benar adanya, tidak ada yang perlu ditutupi. Ragu-ragu dia mengeluarkan suara tanpa berani mengangkat pandangannya. "B-berita tadi menampilkan rumor mengenai dirimu yang ….”

"Kau mempercayai rumor sampah seperti itu?" tukas pemilik suara itu sinis.

“B-bukan … maksudku—” Davina mengangkat kepalanya cepat, ucapannya terhenti saat pandangannya dihadapkan langsung dengan lekuk bidang telanjang, tubuh itu hanya dibalut handuk putih—sungguh pemandangan indah nan langka kala dapat melihat tubuh kekar dengan deret otot yang tercetak rapi.

Sadar telah terpaku cukup lama, Davina buru-buru memalingkan wajahnya yang telah berubah semerah tomat ke arah lain. Dia beringsut mundur namun gerakannya segera terhenti karena tubuhnya telah terperangkap. Dengan gerakan cepat, pria itu melingkarkan lengannya ke pinggang Davina hingga mengikis jarak di antara keduanya.

“Ka-kau …” Suara Davina tercekat, tak mampu untuk bereaksi lebih jauh.

“Lucas.”

“Hmm?” gumam Davina bingung karena pria itu hanya mengucapkan namanya.

“Panggil aku, Lucas.” Jemari Lucas mengangkat dagu wanita itu dengan kasar, memaksa pandangan keduanya bertemu. "Lalu, apa kau penasaran?"

Pertanyaan yang diiringi nada mengejek dan senyum sinis itu membuat Davina melebarkan matanya, takut. "Tidak.”

“Bagus. Aku tidak suka wanita yang berisik,” bisik Lucas puas.

Jarak diantara mereka membuat Davina canggung dan berteriak panik dalam hati. Dia berusaha mundur, mengurai jarak. Namun itu percuma, tangan kekar itu menariknya untuk semakin dekat. Bahkan kini Davina bisa merasakan jari-jari itu mencoba turun, menyusuri pinggulnya. Meski tubuhnya terbalut jubah mandi, tapi sentuhan itu mampu membuat tubuh Davina meremang.

"A-apa yang kau lakukan? Lepaskan aku. Ah!" Davina menggeliat resah dan memekik kaget saat pria itu menghempas tubuhnya ke atas ranjang.

Tubuh Davina disambut kelopak bunga yang berterbangan, berlari meninggalkan permukaan ranjang untuk menyusul para angsa yang sudah terlebih dahulu terongok di lantai. Davina bergegas bangkit untuk menjauh namun tubuh kekar itu telah berada di atasnya–mengungkungnya.

"Kenapa? Takut?"

"Tidak," sergah Davina bergetar. "Lebih baik kau segera kenakan pakaianmu," alihnya dengan membuang wajah ke samping.

Pria itu terkekeh-kekeh lucu. “Lalu kenapa menghindar?”

Davina menggertakkan gigi dan berbalik menatap Lucas. “Kau masih setengah telan–” Dia langsung menutup mulutnya lagi dan kembali membuang wajah. “G-gunakan saja pakaianmu!”

Reaksi Davina membuat sudut bibir Lucas semakin meninggi. Dia tampak menikmati permainan yang dimulainya karena berhasil membuat wajah polos itu merah merona. Bahkan dia mengigit sudut bibirnya dengan tangan yang mengepal erat di depan dada. Seperti seorang mangsa yang meringkuk ketakutan di sarang predator.

‘Menggemaskan.’ Lucas semakin menghimpit tubuh Davina, membuat wanita itu menahan napas. Kemudian, dia mendekatkan wajahnya dan berbisik dengan suara rendah. "Bukankah ini malam pertama kita?"

Tangannya bergerak perlahan, menarik lepas tali pengikat dari jubah mandi di tubuh yang bergetar di bawah dekapannya. "Jadi, untuk apa mengenakan pakaian jika kita akan membukanya lagi?"

*****

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 47 - Jujur

    Langit sore tampak sendu, memantulkan warna abu yang samar pada kaca jendela besar di café milik Baron. Suasana di dalam cukup lengang, hanya beberapa pelanggan yang tengah sibuk dengan laptop dan secangkir kopi mereka. Di sudut dekat rak buku, Davina duduk gelisah. Jemarinya saling menggenggam erat, berkali-kali ia mencuri pandang ke arah pintu, menunggu sosok yang tadi pagi mengirimkan pesan singkat. ‘Kita perlu bicara. Temui aku di tempat Baron. Jangan menunda lagi, Eleana.’ Saat pintu terbuka dan lonceng kecil di atasnya berdenting, jantung Davina berdetak lebih cepat. Megan masuk dengan langkah mantap, tanpa senyum, tanpa basa-basi. Ia berjalan lurus ke arah meja tempat Davina duduk, lalu menarik kursi dan duduk dengan anggun tapi penuh tekanan. Saat tatapan mereka bertemu, Megan tak membuang waktu. “Aku ingin penjelasan. Kali ini, tanpa kebohongan,” ucapnya tajam. Davina menelan ludah. Suara Megan terdengar datar, tapi menyimpan bara. Ia tahu, hari ini tak bisa lagi bersembu

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 46 - Ancaman

    Lucas bersandar santai di kursinya, tak menunjukkan sedikit pun rasa terganggu. Ia menyuap sesendok terakhir sarapannya, lalu mengusap bibir dengan serbet linen. Matanya menatap Maria dan Eleana satu per satu, sebelum akhirnya berhenti pada Davina yang kini terlihat tegang. “Kalian datang membawa kabar menyedihkan, rupanya.” Suaranya tenang. “Davina kehilangan ibunya. Rumahnya pun hilang. Sungguh... kisah yang menyayat hati.” Maria tersenyum kecil, mencoba membaca sikap Lucas yang terlihat terlalu santai untuk situasi seperti ini. “Jadi,” lanjut Lucas pelan, “kalian ingin... Davina tinggal di rumah ini?” “Kalau diizinkan,” jawab Maria cepat. “Itu akan sangat membantu Davina melewati masa-masa sulitnya dan Eleana akan berkumpul lagi dengan sepupu terdekatnya.” Lucas diam sejenak, mengaduk cangkir kopinya dengan pelan. Denting logam melawan keramik mengisi ruang hening itu, menciptakan ketegangan yang tak kasat mata. Lalu ia tersenyum. “Sayangnya, aku tidak terbiasa menerima

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 45 - Strategi Licik

    Minggu pagi di rumah besar milik Lucas berlangsung tenang dan hangat.Cahaya matahari merambat masuk melalui tirai tipis, membentuk garis-garis cahaya lembut yang menari di atas meja makan. Aroma kopi dan nasi goreng hangat memenuhi udara, menyatu dengan keheningan damai yang mengisi ruangan.Davina duduk tenang di kursinya, menikmati sarapan spesial yang sengaja dipersiapkannya. Di depannya, Lucas menatap dengan sorot mata hangat, seperti sedang menghafal tiap lekuk wajah istrinya.Percakapan mereka ringan, mengalir seperti aliran sungai yang jernih. Tak ada ketegangan seperti hari-hari sebelumnya. Seolah pertengkaran dan keraguan itu tak pernah ada.“Ini enak.” Lucas menunjuk isi piringnya.“Aku tidak tahu kamu bisa masak.”Davina tersenyum, malu-malu. “Ah… aku cuma bisa membuat menu simpel. Kamu suka?”Lucas mengangguk, kembali menyendok sarapannya tanpa banyak kata. Tak perlu banyak bicara—suasana nyaman itu sudah cukup bicara banyak.Namun, ketenangan itu terputus tiba-tiba oleh

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 44 - Iri Hati

    “Ma.”Eleana menghampiri sang ibu yang tengah santai di taman belakang, sibuk membolak-balik halaman majalah.Wanita paruh baya itu menurunkan majalah di tangannya, lalu melirik sang putri. “Ada apa, Sayang?”Eleana duduk dengan malas di kursi yang kosong. “Aku ingin bicara tentang Davina.”Wajah sang ibu langsung berubah. Keningnya berkerut. Ketidaksukaannya pada anak sambungnya itu terlalu besar untuk bisa disembunyikan.“Kenapa kamu harus membahas wanita pembawa sial itu?” dengusnya tak senang.“Aku tahu Mama muak mendengar namanya, aku juga. Tapi kali ini aku butuh bantuan Mama.”“Katakan’lah, Sayang. Berhenti bertele-tele karena kamu mulai membuat ku pusing.”“Aku ingin posisiku kembali,” ucap Eleana tegas.Alis sang ibu bertaut bingung. “Apa maksudmu?”“Aku ingin Davina keluar dari rumah Dawson dan mengembalikan posisi itu padaku.”Raut wajah sang ibu menegang. “Apa kamu menyukai Lucas?” tebaknya. “Bukankah sebelumnya kamu bilang tidak ingin menikah dengan pria mengerikan itu?”

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 43 - Sisi Lain

    Davina memekik kaget saat tubuhnya terangkat ke udara dan mendarat dalam dekapan Lucas. “Kalau begitu, lebih baik kita menunggu waktu makan malam di kamar saja,” kata Lucas ceria, seolah tak ada kemarahan di wajahnya beberapa menit lalu. “Eh! Lucas, turunkan aku!” Davina berusaha menggeliat, tetapi pria itu justru mempererat pelukannya, mengangkatnya seperti seorang pengantin baru. “Tenang saja. Kamu butuh istirahat setelah semua drama hari ini.” Davina mendengus pelan, namun tak lagi melawan. Kepalanya bersandar di bahu Lucas, mencoba menyembunyikan rona merah yang belum juga surut dari wajahnya. Langkah kaki Lucas mantap menaiki anak tangga menuju lantai dua. Aroma maskulin dari tubuhnya begitu dekat, membuat napas Davina nyaris tercekat. Ia tak bisa menyangkal bahwa hatinya berdetak lebih cepat setiap kali pria itu menunjukkan sisi lembutnya, meski dalam waktu yang tak terduga. Pintu kamar terbuka tanpa suara. Lucas menurunkan tubuh Davina dengan lembut di atas ranjang king s

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 42 - Posesif Berlebih

    Tubuh Davina terdorong ke belakang hingga merapat ke tembok saat Lucas berbalik dan mengurungnya dengan kedua tangan yang terentang. Pria itu mengerang kasar seolah tengah melepaskan amarah yang tertahan. “Kenapa? Kamu masih ingin tinggal disana dan menarik perhatian Sebastian?” Lucas mendesis kasar. "Begitu inginnya kamu bersama pria itu?" “A-apa? Aku tidak—” Davina tergagap, ia kaget akan tuduhan dan kemarahan yang ditunjukkan Lucas hanya karena sepupunya datang untuk menyapa. “Aku tidak berniat untuk bertemu dengan Sebastian," elaknya tak terima. "Jangan pernah berpikir untuk melakukannya!" tegas Lucas. Davina bergidik ngeri kala wajah itu melempar sorot mata mengancam. "Mu-mulai sekarang, aku tak akan bicara bahkan bertemu Sebastian tanpa izin mu," janjinya demi menenangkan macan yang tengah mengamuk. Lucas melengos malas, tak percaya akan janji yang diucapkan oleh istrinya. "Lalu, kenapa kamu tampak kecewa karena meninggalkan pesta itu lebih cepat?" "I-itu ..." Davina kehabi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status