Share

Dekapan Hangat Sang Pewaris
Dekapan Hangat Sang Pewaris
Author: LazuardiBianca

Bab 1 - Pernikahan Yang Tak Diinginkan

Alunan musik klasik mengiringi suasana hiruk pikuk ratusan tamu yang hadir dan memenuhi ballroom hotel bintang lima milik Dawson Group.

Hotel yang namanya tercatat sebagai salah satu destinasi mewah di kota ini.

Para tamu undangan yang rata-rata berasal dari kalangan kelas atas, tak akan melewatkan acara besar di tahun ini. Pernikahan dari cucu laki-laki pertama sekaligus pewaris harta dan tahta keluarga Dawson.

"Apa kalian mengenal calon mempelai wanitanya?"

Riak rusuh mulai sayup-sayup terdengar dari salah satu kumpulan. Mereka mempertanyakan sosok calon mempelai wanita yang selama ini tak pernah terekspos oleh media.

"Entahlah. Tapi aku mendengar kabar kalau Tuan Muda Lucas dijodohkan dengan gadis desa, cucu dari sahabat Tuan Besar Dawson," balas salah satu wanita yang tengah memandang ke arah altar kosong.

Para wanita lainnya saling bertukar pandangan lalu saling mengulum senyum geli.

"Sayang sekali," desah kecewa kembali terdengar dari mulut para wanita. "Meski banyak kabar burung bahwa Tuan Lucas tidak menyukai wanita, tapi sangat disayangkan bila dia harus menikahi seorang wanita kampungan."

Orang-orang yang berada dalam kumpulan mengangguk setuju.

"Hei, lihat! Mempelai wanitanya masuk," tunjuk salah satu wanita ke arah pintu masuk ballroom.

Semua orang yang hadir di pesta mengalihkan pandangan mereka ke arah pintu, menatap wanita dengan gaun pengantin putih berdetail kristal di seluruh bagian gaun. Berdiri dengan wajah tegang dan gerakan kaku, dia menggamit lengan pria paruh baya yang bertindak sebagai pengiring pengantin.

Wanita itu adalah Davina Carter, sang mempelai pewaris keluarga Dawson yang bernama Lucas Dawson.

Davina menguatkan langkahnya—menyusuri lorong panjang di atas panggung, menuju altar dimana kisah pilu hidupnya akan bernaung.

"Wanita yang terlalu biasa untuk Tuan Lucas yang tampan," celetuk salah satu tamu undangan bersama dengan tatapan sinis.

“Wajahnya manis, tapi bagaimana pun dia masih gadis kampungan,” sahut yang lain.

Sayup-sayup Davina dapat mendengar deretan kalimat bernada cemoohan, mempertanyakan sosoknya sebagai mempelai wanita. Namun, semua kalimat menyakitkan itu tak mampu mengusik perhatiannya. Rasa gugup dan takut telah jauh melampaui semua itu.

"Tersenyumlah. Jangan membuat mereka curiga," desis sang ayah bernada kasar.

"Ba-baik, Ayah."

Davina mendesah pasrah selagi ujung bibirnya ditarik sedikit membentuk senyuman miris. Hatinya merintih perih, 'Mengapa harus aku yang melakukan semua ini?’

Seharusnya, bukan Davina yang berdiri di sini, menggandeng tangan sang ayah menuju altar pernikahan tempat suami asingnya itu berada.

Lagi pula, dirinya hanyalah putri yang tidak diakui dan selama ini diasingkan dari kediaman besar keluarga Carter.

Seorang putri yang terseok-seok menyambung hidup meski keluarganya bergelimang harta.

“Memang benar, Lucas Dawson adalah calon pewaris keluarga Dawson dengan pencapaiannya yang luar biasa. Akan tetapi, begitu banyak isu buruk menyelimutinya! Aku tak rela menikahkan Eleana dengan pria seperti itu! Oleh karena itu, kamu yang akan menggantikannya!”

Mengingat ucapan sang ibu, sudut bibir Davina sedikit terangkat. Demi sang adik yang tercinta dan juga untuk memastikan kejayaan perusahaan beserta wasiat sang kakek terpenuhi, memang sang ayah dan ibu akan mengorbankan apa pun, termasuk Davina sendiri.

Sayangnya, Davina tak mampu menolak. Bagaimanapun, sebagai kepala keluarga Carter, sang ayah memiliki kuasa atas hidupnya.

“Angkat kepalamu!” Perintah bernada kasar yang dilontarkan oleh ayahnya itu membuyarkan lamunan Davina. Ia mengangkat kepala untuk melihat sosok tinggi dan tegap yang sedang menunggu di atas altar.

‘Jadi, itu dia calon suamiku?' batin Davina sambil menajamkan penglihatannya.

Sayangnya, pendar cahaya lampu yang menyorot tajam membuat wajah sang pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya tak terlihat dengan jelas.

"Pergilah." Perintah sang ayah sebelum berbalik dan turun dari altar.

Davina mengangguk lemah dan menyambut tangan yang terulur ke arahnya. Melangkahkan kaki melewati dua anak tangga, dia pun bersanding dengan sang ‘calon suami’ di atas altar.

Suara pemimpin pernikahan melafalkan janji setia pernikahan terdengar, sebelum diakhiri dengan pertanyaan untuk Davina, "Mempelai wanita, apa kamu bersedia mencintai suamimu dalam suka maupun duka?"

Davina terdiam, matanya melirik sang ayah yang duduk di deretan bangku depan—menatap tajam ke arahnya.

"Ya, saya bersedia," ucapnya lemah.

Pertanyaan yang sama dilontarkan juga kepada mempelai pria. Dan suara bariton dalam yang membuat jantung Davina berdetak cepat terdengar menjawab, “Ya, saya bersedia.”

Pemimpin pernikahan pun tersenyum. “Demikian, dengan kuasa yang diberikan kepadaku, sekarang aku nyatakan kalian sebagai suami-istri.”

Suara tepuk tangan pun menyambut puncak acara sekaligus peresmian pernikahan.

"Silahkan," kata sang pemimpin pernikahan.

Tudung transparan yang menutupi wajah Davina terangkat perlahan.

Detik itu juga, mata gadis tersebut terpaku pada wajah tampan yang menatapnya dengan sorot mata dingin.

‘Dia ….’ Bahkan ucapan batin Davina sedikit tercekat, kaget dengan betapa sempurna paras pria di hadapannya itu.

Alis hitam tebal, hidung tinggi dan mancung, bibir tipis dan rahang tegas yang menambah pesona sorot mata tajam pria di depan mata.

Lucas Dawson … ternyata adalah pria yang begitu tampan.

“Mempelai pria, silakan mencium mempelai wanita.”

Tepat saat ucapan itu terdengar, Davina belum sempat bereaksi kala kecupan singkat dan lembut mendarat di bibirnya. Walau pernikahan ini terasa dingin dan hampa, tapi ciuman itu terasa hangat dan mendebarkan.

Usai melakukan itu, pria di depan Davina langsung mengalihkan pandangan ke arah para tamu yang berdiri bertepuk tangan. Hal tersebut membuat roh Davina kembali ke realita dan tersenyum pahit.

'Sayang sekali, pria hampir sempurna seperti ini ternyata tidak menyukai wanita,' batinnya.

Namun, dia dengan cepat mendengus pelan menertawakan nasibnya sendiri yang malang.

‘Tapi, apa hakku berucap demikian kalau jalan hidupku sendiri tidak berada dalam kuasaku?’

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status