Beranda / Romansa / Dekapan Hangat Sang Pewaris / Bab 1 - Pernikahan Yang Tak Diinginkan

Share

Dekapan Hangat Sang Pewaris
Dekapan Hangat Sang Pewaris
Penulis: LazuardiBianca

Bab 1 - Pernikahan Yang Tak Diinginkan

Penulis: LazuardiBianca
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-30 15:33:27

Davina Carter menarik napas dalam sebelum melangkahkan kakinya, menapak perlahan menuju altar. Nadinya berdenyut cepat, saling berlomba mengimbangi ritme jantungnya. Dari balik veil berbahan tulle yang menutupi pandangan, Davina dapat melihat ratusan pasang mata yang tengah terpaku padanya. Sayup-sayup dia mendengar deret kalimat bernada sumbang, mempertanyakan sosoknya sebagai calon mempelai wanita dari seorang pewaris harta serta tahta Dawson Grup.

"Apa kalian mengenal calon mempelai wanitanya?" Riak rusuh mulai terdengar dari sekelompok wanita yang mempertanyakan identitas mempelai wanita yang selama ini tak pernah terekspos oleh media. "Entahlah, tapi aku mendengar kabar kalau Tuan Muda Lucas dijodohkan dengan seorang gadis desa. Cucu dari sahabat Tuan Besar Dawson."

Penjelasan singkat itu disambut reaksi sinis para wanita lainnya, mereka saling bertukar pandangan seraya mengulum senyum geli.

"Sayang sekali." Ungkapan bernada kecewa kembali terdengar. "Meski banyak rumor bahwa Tuan Lucas tidak menyukai wanita tapi, sangat disayangkan bila dia harus menikahi seorang wanita rendahan."

Kedua kaki Davina menjejak dalam, dia berusaha menguatkan diri kala tatapan sinis diikuti cemoohan tak henti diarahkan padanya. Mereka terus menghakiminya sepihak tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bila mampu, Davina ingin melemparkan buket mawar putih di tangannya tanpa penyesalan ke lantai dan bergegas lari meninggalkan aula pernikahan ini.

"Tersenyumlah. Jangan memasang wajah suram dan membuat mereka curiga," desis Abraham Carter, sang Ayah yang bertindak sebagai pengiring pengantin.

"Ba-baik, Ayah.”

Davina hanya mampu membatin resah kala sang Ayah memaksanya untuk menyusuri lorong panjang menuju altar, dimana kisah pilu hidupnya akan bernaung.

"Wanita yang terlalu biasa untuk Tuan Lucas yang sempurna," celetuk salah satu tamu undangan.

“Wajahnya manis tapi tak cukup baik,” timpal lainnya seolah tak puas.

Ujung bibir Davina tertekuk hingga membentuk senyum miris. Kalimat demi kalimat menyakitkan yang terlontar dari mulut-mulut berlidah tajam kini semakin mengiris hatinya. Meski telah pasrah akan takdir yang digariskan sang Ayah namun hatinya masih kerap merintih perih.

'Mengapa aku harus menerima semua ini?’ Takdir ini tak serta merta miliknya. Namun, sebuah permainan yang digariskan secara tiba-tiba.

Beberapa hari yang lalu, Davina hanya’lah seorang putri yang tidak diakui dan diasingkan dari lingkungan keluarga Carter. Seorang putri yang terseok-seok menyambung hidup meski keluarganya bergelimang harta. Namun seketika hidupnya dijadikan pertaruhan. Memaksanya berdiri di depan pedang bermata tajam yang siap menusuknya hingga berdarah-darah.

“Memang benar, Lucas Dawson adalah calon pewaris keluarga Dawson dengan pencapaiannya yang luar biasa. Tapi, begitu banyak isu buruk menyelimutinya! Aku tak rela menikahkan Eleana dengan pria seperti itu! Oleh karena itu, kamu yang harus menggantikannya!”

Mengingat ucapan sang ibu tiri, hati Davina teriris sembilu. Dia meratap pilu dalam diam. Demi melindungi putri tercintanya serta kejayaan perusahaan, sang ayah kandung dan ibu tiri rela mengorbankan apa pun, termasuk Davina. Sayangnya, Davina tak mampu menolak. Bagaimanapun, sebagai bagian dari keluarga Carter, sang ayah memiliki kuasa penuh atas hidupnya.

“Angkat kepalamu!” Abraham mendesis kasar hingga membuyarkan lamunan sang putri.

Davina mengangkat kepala untuk melihat sosok tinggi berbadan tegap yang tengah menunggunya di atas altar. ‘Jadi, dia calon suamiku?' batinnya sambil menajamkan penglihatan. Namun pendar cahaya lampu yang menyorot tajam memudarkan pandangan, membuat Davina tak dapat melihat jelas wajah sang pria mengenakan setelan jas putih.

"Pergilah." Perintah sang ayah, melepas tangan Davina dan berbalik turun dari altar.

Bagai kehilangan arah, Davina hanya mampu mengangguk lemah dan menyambut uluran tangan yang telah menantinya. Melangkah dengan gugup melewati anak tangga landai dan bersanding dengan sang ‘calon suami’ di atas altar.

Suara pemimpin pernikahan melafalkan janji setia pernikahan segera terdengar mengalun mengisi seluruh sudut ruangan yang hening.

Davina terdiam kala sang pemimpin pernikahan melontarkan pertanyaan padanya, "Mempelai wanita, apa kamu bersedia mencintai suamimu dalam suka maupun duka?”

Matanya melirik sang ayah yang duduk di deretan bangku depan—menatap tajam ke arahnya.

"Ya, saya bersedia," ucap Davina lemah.

Saat pertanyaan yang sama dilontarkan pada mempelai pria, suara berat itu segera menjawab tanpa keraguan. “Ya, saya bersedia.”

Pemimpin pernikahan pun tersenyum. “Demikian, dengan kuasa yang diberikan kepadaku, sekarang aku nyatakan kalian sebagai suami-istri.”

Seruan itu disambut suara tepuk tangan, menandakan selesainya puncak acara sekaligus peresmian pernikahan. Veil yang menutupi wajah Davina terangkat perlahan. Detik itu juga, matanya terpaku pada wajah tampan yang menatapnya dengan sorot dingin.

‘Dia ….’ Bahkan ucapan batin Davina tercekat ragu, terkesima kala menatap kesempurnaan dari paras pria di hadapannya. Alis gelap bergaris tebal yang tercetak rapi, hidung tinggi dan bibir tipis, semua itu dibingkai oleh bentuk rahang tegas. Kelopak ganda yang melingkupi iris kelabu semakin memberi efek dominan dari pemilik sorot mata tajam itu. Tak seperti apa yang dibayangkannya, ternyata Lucas Dawson begitu tampan.

“Mempelai pria, silakan mencium mempelai wanita.”

Davina belum sempat bereaksi terhadap kalimat sang pemimpin pernikahan, dia langsung dikejutkan oleh kecupan singkat yang mendarat di bibirnya. Matanya melebar kaget namun tak lama pandangannya meredup, terbuai akan suasana. Walaupun tatapan pria yang menyentuh bibirnya dingin seolah hampa tapi ciuman ini terasa hangat hingga mampu menggetarkan hatinya.

Usai melepaskan tautan diantara mereka, pria itu langsung mengalihkan pandangan ke arah para tamu yang berdiri bertepuk tangan seakan semua yang dilakukannya hanya demi menyuguhkan tontonan menarik dihadapan para tamu.

Hal itu membawa Davina kembali ke realita, memaksanya untuk mengulas senyum pahit. Davina melirik sekilas sosok tampan itu, 'Sayang sekali, pria nyaris sempurna seperti ini ternyata tidak menyukai wanita,' batinnya.

Namun, dengan cepat Davina tersadar lalu mendengus pelan untuk menertawakan nasibnya sendiri yang malang, ‘Apa hakku berucap demikian, kalau jalan hidupku pun tidak berada dalam kuasaku?’

*****

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 47 - Jujur

    Langit sore tampak sendu, memantulkan warna abu yang samar pada kaca jendela besar di café milik Baron. Suasana di dalam cukup lengang, hanya beberapa pelanggan yang tengah sibuk dengan laptop dan secangkir kopi mereka. Di sudut dekat rak buku, Davina duduk gelisah. Jemarinya saling menggenggam erat, berkali-kali ia mencuri pandang ke arah pintu, menunggu sosok yang tadi pagi mengirimkan pesan singkat. ‘Kita perlu bicara. Temui aku di tempat Baron. Jangan menunda lagi, Eleana.’ Saat pintu terbuka dan lonceng kecil di atasnya berdenting, jantung Davina berdetak lebih cepat. Megan masuk dengan langkah mantap, tanpa senyum, tanpa basa-basi. Ia berjalan lurus ke arah meja tempat Davina duduk, lalu menarik kursi dan duduk dengan anggun tapi penuh tekanan. Saat tatapan mereka bertemu, Megan tak membuang waktu. “Aku ingin penjelasan. Kali ini, tanpa kebohongan,” ucapnya tajam. Davina menelan ludah. Suara Megan terdengar datar, tapi menyimpan bara. Ia tahu, hari ini tak bisa lagi bersembu

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 46 - Ancaman

    Lucas bersandar santai di kursinya, tak menunjukkan sedikit pun rasa terganggu. Ia menyuap sesendok terakhir sarapannya, lalu mengusap bibir dengan serbet linen. Matanya menatap Maria dan Eleana satu per satu, sebelum akhirnya berhenti pada Davina yang kini terlihat tegang. “Kalian datang membawa kabar menyedihkan, rupanya.” Suaranya tenang. “Davina kehilangan ibunya. Rumahnya pun hilang. Sungguh... kisah yang menyayat hati.” Maria tersenyum kecil, mencoba membaca sikap Lucas yang terlihat terlalu santai untuk situasi seperti ini. “Jadi,” lanjut Lucas pelan, “kalian ingin... Davina tinggal di rumah ini?” “Kalau diizinkan,” jawab Maria cepat. “Itu akan sangat membantu Davina melewati masa-masa sulitnya dan Eleana akan berkumpul lagi dengan sepupu terdekatnya.” Lucas diam sejenak, mengaduk cangkir kopinya dengan pelan. Denting logam melawan keramik mengisi ruang hening itu, menciptakan ketegangan yang tak kasat mata. Lalu ia tersenyum. “Sayangnya, aku tidak terbiasa menerima

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 45 - Strategi Licik

    Minggu pagi di rumah besar milik Lucas berlangsung tenang dan hangat.Cahaya matahari merambat masuk melalui tirai tipis, membentuk garis-garis cahaya lembut yang menari di atas meja makan. Aroma kopi dan nasi goreng hangat memenuhi udara, menyatu dengan keheningan damai yang mengisi ruangan.Davina duduk tenang di kursinya, menikmati sarapan spesial yang sengaja dipersiapkannya. Di depannya, Lucas menatap dengan sorot mata hangat, seperti sedang menghafal tiap lekuk wajah istrinya.Percakapan mereka ringan, mengalir seperti aliran sungai yang jernih. Tak ada ketegangan seperti hari-hari sebelumnya. Seolah pertengkaran dan keraguan itu tak pernah ada.“Ini enak.” Lucas menunjuk isi piringnya.“Aku tidak tahu kamu bisa masak.”Davina tersenyum, malu-malu. “Ah… aku cuma bisa membuat menu simpel. Kamu suka?”Lucas mengangguk, kembali menyendok sarapannya tanpa banyak kata. Tak perlu banyak bicara—suasana nyaman itu sudah cukup bicara banyak.Namun, ketenangan itu terputus tiba-tiba oleh

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 44 - Iri Hati

    “Ma.”Eleana menghampiri sang ibu yang tengah santai di taman belakang, sibuk membolak-balik halaman majalah.Wanita paruh baya itu menurunkan majalah di tangannya, lalu melirik sang putri. “Ada apa, Sayang?”Eleana duduk dengan malas di kursi yang kosong. “Aku ingin bicara tentang Davina.”Wajah sang ibu langsung berubah. Keningnya berkerut. Ketidaksukaannya pada anak sambungnya itu terlalu besar untuk bisa disembunyikan.“Kenapa kamu harus membahas wanita pembawa sial itu?” dengusnya tak senang.“Aku tahu Mama muak mendengar namanya, aku juga. Tapi kali ini aku butuh bantuan Mama.”“Katakan’lah, Sayang. Berhenti bertele-tele karena kamu mulai membuat ku pusing.”“Aku ingin posisiku kembali,” ucap Eleana tegas.Alis sang ibu bertaut bingung. “Apa maksudmu?”“Aku ingin Davina keluar dari rumah Dawson dan mengembalikan posisi itu padaku.”Raut wajah sang ibu menegang. “Apa kamu menyukai Lucas?” tebaknya. “Bukankah sebelumnya kamu bilang tidak ingin menikah dengan pria mengerikan itu?”

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 43 - Sisi Lain

    Davina memekik kaget saat tubuhnya terangkat ke udara dan mendarat dalam dekapan Lucas. “Kalau begitu, lebih baik kita menunggu waktu makan malam di kamar saja,” kata Lucas ceria, seolah tak ada kemarahan di wajahnya beberapa menit lalu. “Eh! Lucas, turunkan aku!” Davina berusaha menggeliat, tetapi pria itu justru mempererat pelukannya, mengangkatnya seperti seorang pengantin baru. “Tenang saja. Kamu butuh istirahat setelah semua drama hari ini.” Davina mendengus pelan, namun tak lagi melawan. Kepalanya bersandar di bahu Lucas, mencoba menyembunyikan rona merah yang belum juga surut dari wajahnya. Langkah kaki Lucas mantap menaiki anak tangga menuju lantai dua. Aroma maskulin dari tubuhnya begitu dekat, membuat napas Davina nyaris tercekat. Ia tak bisa menyangkal bahwa hatinya berdetak lebih cepat setiap kali pria itu menunjukkan sisi lembutnya, meski dalam waktu yang tak terduga. Pintu kamar terbuka tanpa suara. Lucas menurunkan tubuh Davina dengan lembut di atas ranjang king s

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 42 - Posesif Berlebih

    Tubuh Davina terdorong ke belakang hingga merapat ke tembok saat Lucas berbalik dan mengurungnya dengan kedua tangan yang terentang. Pria itu mengerang kasar seolah tengah melepaskan amarah yang tertahan. “Kenapa? Kamu masih ingin tinggal disana dan menarik perhatian Sebastian?” Lucas mendesis kasar. "Begitu inginnya kamu bersama pria itu?" “A-apa? Aku tidak—” Davina tergagap, ia kaget akan tuduhan dan kemarahan yang ditunjukkan Lucas hanya karena sepupunya datang untuk menyapa. “Aku tidak berniat untuk bertemu dengan Sebastian," elaknya tak terima. "Jangan pernah berpikir untuk melakukannya!" tegas Lucas. Davina bergidik ngeri kala wajah itu melempar sorot mata mengancam. "Mu-mulai sekarang, aku tak akan bicara bahkan bertemu Sebastian tanpa izin mu," janjinya demi menenangkan macan yang tengah mengamuk. Lucas melengos malas, tak percaya akan janji yang diucapkan oleh istrinya. "Lalu, kenapa kamu tampak kecewa karena meninggalkan pesta itu lebih cepat?" "I-itu ..." Davina kehabi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status