Share

14. Friend Zone

Author: Amy_Asya
last update Last Updated: 2025-02-12 23:35:55

Malam harinya, Laura duduk di balkon dengan terus termenung. Dia masih memikirkan tentang ucapan Harry siang tadi.

Pria itu menawarkan pernikahan kontrak, dengan keuntungan yang membuat Laura mau tak mau terus mempertimbangkannya.

“Jika kau menjadi istriku, status sosialmu akan naik, Laura. Kau tidak menginginkan itu?”

Saat itu, Laura bergeming, merenungkan tentang semua ucapan pria bermata hazel di sisinya ini.

Apa yang Harry katakan itu tidak salah.

“Aku yakin, kau ingin membuktikan kepada semua orang jika sekarang kau mampu berdiri sendiri, kan?”

Laura kembali menatap Harry dengan kening berkerut. “Anda jangan sok tau,” kilah wanita itu. Dia langsung memalingkan wajah.

Laura tak suka saat Harry mulai bisa melihat dan mengetahui apa keinginannya.

Melihat sikap skeptis Laura, Harry menjauhkan wajahnya. Pria itu mengambil tisu dan mengelap bibirnya, setelah itu berdiri dan menatap Laura sebentar. “Aku tunggu jawabanmu besok. Ingat, jika kau menolak maka tidak akan ada lagi
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   87. Kau Tahu Arah Pulangnya, Kan?

    Malam terakhir di Hawaii menyambut mereka dengan langit yang cerah. Bulan purnama tampak begitu jelas di lihat dari balkon kamar pasangan suami istri itu.Laura duduk di kursi rotan—di balkon kamar mereka dengan cardigan tipis, dan membiarkan rambutnya yang tergerai berterbangan karena angin laut.Kini hatinya mulai membaik, ketika dia mulai mencoba menerima kehadiran Harry. Bukan dalam kata biasa tentang kehadiran pria itu, tetapi hadirnya pria itu dalam hatinya.Harry muncul dengan membawa dua kaleng bir yang dingin.“Mau bir?” tawar Harry, sembari menyodorkan satu kaleng bir pada Laura.“Apa kita akan mabuk untuk merayakan malam terakhir di Hawaii?” tanya Laura dengan senyum tipis, yang langsung diangguki oleh Harry.“Hanya satu kaleng, tidak akan membuatmu mabuk.”Laura mengangguk. Dia segera membuka kaleng bir itu dan langsung meminumnya. Kini keduanya menatap laut yang sama.“Laura, apa kau tau? Sebelum da

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   86. Percaya Padaku, Laura

    Meski Laura tak memberikan jawaban pasti, Harry tahu wanita itu akan memberikannya kesempatan dari caranya membalas pelukan.Setelah cukup lama, Harry melepaskan pelukannya. Dia mengusap air mata Laura dengan perlahan, seraya menyunggingkan senyum tipis.“Mau aku buatkan sarapan?” tawar Harry.Meski malu, Laura pun mengangguk. Jujur saja, urusan perut adalah sesuatu yang tidak bisa ditunda.“Mau makan sesuatu?”“Tidak. Aku akan makan apa pun seperti biasanya.”Harry tersenyum lebar. Dia mengusap kepala Laura dengan lembut, sebelum akhirnya pergi menuju dapur. Sementara itu, Laura lagi-lagi tertegun di tempatnya berdiri. Mengapa? Mengapa ini semua bisa terjadi? ***Harry sibuk memecahkan telur ke dalam mangkuk. Sebelumnya, dia sudah memanggang roti, dan sekarang akan membuat telur goreng sebagai menu sarapan mereka.Setelah beberapa menit kemudian, Laura muncul. Wajah wanita itu suda

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   85. Rasa Takut yang Menguar

    Suasana seketika menjadi sunyi. Suara badai seolah tak terdengar lagi, saat Laura mendengar pengakuan Harry yang mengejutkan.Laura langsung menggeleng dengan pelan. “Jangan. Jangan katakan … hal seperti itu, Harry.”“Kenapa, Laura?” tanya Harry dengan nyaris berbisik. “Apa karena pernikahan kita ini hanya pernikahan kontrak? Atau karena kita sudah sepakat untuk tidak saling melibatkan perasaan masing-masing? Tapi, kenyataannya, aku menyukaimu. Sejak kita tiba di sini , aku merasa … nyaman di dekatmu. Aku tidak ingin memendamnya lagi.”Laura segera berdiri, dan membelakangi Harry. “Kita tidak bisa seperti ini. Bukan seperti itu perjanjiannya, Harry.”“Tapi, aku tau kau juga punya perasaan yang sama denganku, kan?”Laura menggigit bibir bawahnya. Diam adalah jawabannya.Harry mendekat, tetapi kali ini dia tidak menyentuh Laura seperti biasanya—memberikan wanita itu ruang untuk rasa aman. “Katakan padaku jika aku salah. Katakan pad

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   84. Isi Hati Harry

    Harry bertanya setelah diam beberapa saat, ketika menyadari perubahan raut wajahnya Laura. “Apa sesuatu yang sangat penting?” Laura mengangguk pelan. Sesuatu yang akan Caroline sampaikan waktu itu adalah hal yang sangat penting baginya. Dengan begitu, dia bisa tahu apa alasan ayah serta ibunya mengabaikan dirinya selama ini.Harry menghela napas panjang dengan senyum tipis. Pria itu juga segera meletakkan ponsel, lalu memiringkan tubuh hingga bisa melihat wajah Laura yang tampak resah.“Kau akan menemui keluargamu?” tanya Harry, menebak.“Sebelum kita pergi ke Hawaii aku pergi pagi-pagi sekali. Kau ingat?”Harry mengangguk pelan. Namun, dia tidak ingin bertanya, dan akan menunggu Laura meceritakan semuanya sendiri tentang apa yang sebenarnya terjadi.“Pagi itu aku menemani Caroline untuk membantunya mencari Sam, menemui pria itu di villa nya.”“Kau menemui si keparat itu lagi?” Nada bicara Harry terdengar tinggi, tentu

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   83. Mau ke Vermont?

    Prediksi cuaca benar-benar terjadi. Sejak pagi, langit mendung begitu gelap, dan di sore hari barulah angin bertiup kencang disertai dengan hujan yang begitu deras. Kalau sudah seperti ini, tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan, kecuali bermain ponsel, dan ... tidur. “Laura, kemari!” Harry memanggil wanita yang sedang bermain ponsel di atas sofa, sembari menepuk ranjang di sebelahnya. “Ada apa?” “Kemari, bukankah kau bilang ingin melihat Vermont?” Mendengar nama Vermont, Laura segera beranjak tanpa banyak berpikir. Dia mendekat dan ikut berbaring di samping Harry. Membuang semua rasa canggung dan malunya, Laura ikut melihat ke arah ponsel Harry. Mata wanita itu langsung melotot—takjub ketika melihat foto pertama yang Harry tunjukkan padanya. “Ternyata Vermont benar-benar indah, bahkan lebih indah daripada iklan yang sering aku lihat di media.”

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   82. Hobby Baru Harry

    Laura dan Harry benar-benar menikmati liburan mereka di Hawaii. Pasangan suami istri itu menghabiskan banyak waktu untuk bermain di pantai. Kadang mereka berenang bersama, bermain selancar air, atau memancing. Beberapa hari yang lalu, Harry menghubungi orang resort dan meminta alat pancing karena Laura terus saja merengek—meminta untuk memancing. Dan setelah mendapatkan alat pancing yang mereka inginkan, mereka sering memancing untuk menghabiskan hari-hari di pulau pribadi ini. “Harry!” Harry mendongakkan kepalanya. Jari-jari yang tadinya sedang sibuk di atas laptop pun berhenti. Dia memandang Laura yang sudah mengenakan topi dengan kening berkerut. “Kau mau memancing lagi?” Laura mengangguk antusias. Meskipun dia hanya dapat satu hingga tiga ikan, tetapi Laura tetap ingin pergi lagi dan lagi. “Aku ingin makan ikan sekarang.” “D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status