Share

Bab 6 Sebuah Awal

Luna, Vero dan Jihan berjalan ke arah ruang makan yang cukup luas itu. Ada meja kramik berukuran cukup besar dengan delapan buah kursi.

"Ibu ini Luna," ucap Vero.

"Luna ini Ibuku, yang di sana nenek Ellin dan ayah, kau sudah mengenalnya bukan," ucap

Vero mengenalkan seluruh anggota keluarganya. Luna terlihat menyalami semuanya, mencium pipi ibu dan nenek Vero, tidak ada yang aneh, semua sepertinya menerima dengan tangan terbuka.

"Ini calon istrimu Vero, cantik," ucap nenek Ellin.

"Iya nenek, ini Luna," ucap Vero seraya tersenyum ke arah neneknya.

"Duduklah, kita langsung makan saja, ibu sudah cukup lapar," ucap nyonya besar Anna.

"Ini semua makanan kesukaan Vero dan ayahnya, ada udang asam manis, ikan bakar, soup daging, tumis jamur dan perkedel jagung kesukaan nenek," ucap nyonya Anna seraya menunjukkan beberapa jenis masakan yang sudah tersaji di atas meja. Cukup lengkap, seperti yang baru saja nyonya Anna sebutkan, ditambah dengan aneka buah segar, minuman hangat dan dingin, juga beberapa makanan ringan seperti buah kering, manisan manis warna warni, kerupuk udang berukuran kecil yang terlihat cantik di dalam toples kristal.

"Terimakasih nyonya," ucap Luna.

"Ah panggil saja Ibu, kau akan menjadi bagian dari rumah ini bukan," ucap nyonya Anna seraya tersenyum.

"Ba-baik ibu," ucap Luna gugup.

"Ini semua ibu yang memasak sendiri?" tanya Luna. Mendengar pertanyaan itu, Jihan tedengar sedikit batuk, tersedak ringan, dia meraih gelas air putih, menenggaknya dengan cepat, lalu tertawa.

"Ibu? Ibu tidak bisa memasak, tidak ada yang bisa memasak di rumah ini. Semua makanan ini kita pesan dari restoran yang ada di hotel bintang lima milik ayah," ucap Jihan.

"Ya begitulah, tidak ada yang bisa memasak, padahal ayah dan Vero lebih suka masakan rumah. Pembantu kita yang lama yang bisa memasak, dia pulang kampung karna anaknya sakit, sepertinya tidak akan kembali," penjelasan nyonya Anna seraya menyiapkan piring dan juga nasi untuk suaminya.

"Vero sangat menyukai soup daging sapi, kau harus belajar membuatnya," ucap nyonya Anna seraya mengambil semangkuk soup daging dan memberikannya pada anak kesayangannya.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu Luna?" tanya presdir Dipo.

"Semua baik tuan, tidak ada masalah," ucap Luna.

"Panggil saja ayah, Tian pasti sangat terbantu dengan kehadiranmu," ucap presdir Dipo yang berusaha memuji kecerdasan Luna.

"Kau bekerja? Bagaimana bisa menjadi istri kakak?" tanya Jihan yang seketika membuat nyonya besar Anna memandang ke arah anak gadisnya itu.

"Ibu, apa yang aku katakan benar kan, tidak ada yang salah kan ?" ucap Jihan seraya memandang ke arah ibunya.

"Ya memang seorang istri harusnya berada di rumah, menyiapkan seluruh kebutuhan suaminya dan menjadi istri yang baik, apalagi prinsip keluarga kita memang seperti itu," ucap nyonya besar Anna.

"Sudahlah itu kita bahas nanti saja, kita makan dulu," ucap ayah Vero berusaha membuat suasana kembali tenang.

"Kau suka yang mana Luna?" tanya Vero.

"Aku tidak memilih makanan, semuanya aku suka," ucap Luna.

"Itu bagus sekali Luna, tidak merepotkan seperti ibu yang harus menjaga pola makan," ucap Luna seraya melirik ke piring ibunya yang hanya berisi satu sendok nasi, sayuran hijau dan setengah butir telur rebus.

"Kau juga harus menjaga bentuk tubuh Jihan, anak gadis memang harus seperti itu," ucap nyonya besar Anna membela diri.

Vero terlihat sibuk melayani nenek Ellin, dengan telaten mengambilkan nasi, lauk pauk dan minum. Vero terlihat begitu menyayangi nenek Ellin.

"Terimakasih Vero," ucap nenek Ellin.

Luna yang melihat itu segera meraih piring untuk Vero, mengambilkannya nasi dan meletakkan piring nasi itu di sebelah mangkuk soup daging.

"Terimakasih," ucap Vero, lalu dia mulai menyantap makanannya.

"Nenek mau perkedel jagung?" tanya Vero, tanpa menunggu jawaban dari neneknya dia segera mengambil perkedel jagung itu untuk neneknya, meletakkannya di piring kecil dan menaruhnya dekat dengan piring besar neneknya.

"Terimakasih Vero, kau tau apa yang nenek sukai," ucap nenek Ellin.

"Vero sangat menyayangi neneknya, sudah tiga hari ini nenek melakukan semuanya sendiri karna belum menemukan perawat yang baru," ucap nyonya Anna.

"Ya, kita sempat punya perawat gila, yang pertama kerjanya hanya main handphone dan yang setelahnya malah salah memberikan obat nenek dengan obat ayah," ucap Jihan.

"Mencari perawat yang penuh cinta kasih memang sangat sulit," ucap tuan besar Dipo.

"Iya ayah, memang seperti itu, tidak semuanya memiliki kesabaran dan ketelatenan," ucap Luna.

"Sepertinya kau cukup mengerti tentang itu Luna," ucap tuan besar Dipo.

"Saya sempat bekerja paruh waktu di panti jompo sewaktu masih kualiah, cukup lama, sekitar dua tahun, jadi saya sudah cukup akrab dengan kebutuhan orang tua," penjelasan Luna yang membuat nyonya Anna dan Jihan tersenyum pernuh makna.

"Kau hebat sekali Luna, pasti sudah sangat berpengalaman," ucap nyonya Anna dengan sedikit pujian yang membawa pesan terselubung.

"Beruntung sekali jika nenek memiliki perawat sepertimu," lanjut nyonya Anna yang disambut dengan senyum tulus Luna.

Mereka semua selesei dengan makan siangnya, dan berkumpul di ruang tengah untuk sekedar mengkarabkan diri.

Nyonya Anna terlihat sibuk menata piring piring kotor, melihat hal itu Luna menghampiri nyonya Anna dan membantunya.

"Biar aku saja ibu," ucap Luna.

"Satu minggu ini kita tidak memiliki pembantu rumah tangga, kita hanya memiliki dua satpam, satu tukang kebun dan satu petugas binatu yang membersihkan pakaian kotor setiap dua hari sekali. Seperti yang aku bilang tadi, pembantu yang cocok dengan keluarga ini harus pulang kampung. Kami sempat memiliki pembantu pengganti tapi dia mencuri perhiasan Jihan," penjelasan nyonya Anna sembari merapikan meja makan dengan sangat hati hati mengingat kukunya baru saja mendapat perawatan.

Nyonya Anna terlihat mengangkat beberapa piring dan gelas kotor, meletakkannya di tempat cucian piring yang di sana sudah terdapat beberapa piring kotor yang sepertinya adalah bekas piring makan tadi pagi.

"Lalu siapa yang membersihkan semua ini ibu?" tanya Luna.

"Hmmm, aku dan Vero, dia cukup ahli untuk urusan seperti ini. Dia sangat menjaga kebersihan dan selama satu minggu ini terpaksa dia yang harus membantu pekerjaan rumah,"

"Ibu, biar saya saja yang membersihkannya," ucap Luna yang melihat nyonya Anna bersiap membersihkan piring kotor tersebut. Nyonya Anna menjawab ucapan Luna dengan senyum kelegaan, ternyata Luna cukup bisa membantu.

"Kau tidak keberatan?" tanya nyonya Anna.

"Tidak ibu, ini bukan masalah besar," ucap Anna yang bersiap dengan sarung tangan panjang berwarna kuning, yang digunakan khusus untuk mencuci piring. Tangannya begitu trampil dan cekatan dalam mencuci semua piring piring kotor tersebut. Nyonya Anna terpukau denga pekerjaan Luna, gadis ini tidak hanya cukup cantik, namun benar benar trampil dalam mengerjakan pekerjaan rumah, cocok seperti apa yang mereka inginkan.

Nyonya Anna dan Luna selesei dengan piring kotor mereka, lalu berjalan ke ruang tengah untuk bergabung dengan anggota keluarga yang lain. Terdengar Vero tetawa bersama ayahnya, sepertinya ada cerita seru yang baru saja diceritakan oleh tuan besar Dipo kepada kedua anaknya.

"Luna, kau sudah selesei membantu ibu, kau tidak seharusnya membantunya, kau tamu di sini," ucap ayah Vero.

"Tidak apa apa ayah," ucap Luna seraya duduk di kursi kosong yang berada di sebelah Vero, sofa berwarna coklat muda yang ditata memanjang, menghadap ke arah televisi berukuran besar.

"Ayah senang kalian bisa sedekat ini, bagaimana jika kita percepat pernikahan kalian?" tanya tuan besar Dipo.

"Semua terserah Luna, aku tidak masalah ayah," ucap Dipo.

"Tapi sebelumnya, ada yang perlu ayah sampaikan, Luna apa kau bersedia menjadi istri Vero? jika kau bersedia, ayah berharap Vero menikah dengan wanita yang bisa menjadi istri seutuhnya," ucap Ayah Vero yang sepertinya terlalu langsung pada pokok pembicaraan.

"Saya tidak mengerti tuan, eh ayah," ucap Luna gugup.

"Menjadi istri seutuhnya, berada di rumah, menyiapkan semua kebutuhan suami, mengurus dan segala hal yang menjadi tugas seorang istri," ucap tuan besar Dipo. Mendengar hal itu Luna terlihat diam, bingung dengan apa yang harus dia ucapkan.

"A-ayah, sebelumnya saya minta maaf, saya memiliki orang tua yang masih harus menerima nafkah dari saya, anak satu satunya," ucap Luna menjelaskan.

"Berapa yang kau kirim untuk orang tuamu septiap bulannya?" tanya tuan besar Dipo.

"Se-sekitar tiga juta rupiah ayah," ucap Luna sedikit gugup.

"Baiklah, ayah akan mengirimkan lima juta setiap bulannya untuk ayah dan ibumu, kau tidak perlu bekerja lagi, jadilah menantu di rumah ini," ucap ayah Dipo.

"Bagaimana Luna, kau bersedia, jika kau menolak sampaikan saja, kalian bisa menjadi teman, belum jodoh untuk menjadi pasangan hidup," ucap nyonya Anna yang seolah tidak memberi waktu Luna untuk berfikir.

"Itu tidak berat, kau cukup menjadi istri dan juga kakakku," ucap Jihan.

"Sudahlah ibu, mungkin Luna masih ingin bekerja, kita tidak boleh membebaninya dengan permintaan yang mungkin cukup berat seperti itu," ucap Vero seraya melirik ke arah Luna.

"Sa-saya sangat berterima kasih ayah sudah mau memikirkan orang tua saya, ta-tapi," ucap Luna terhenti.

"Tapi apa Luna, apa itu kurang?" tanya nyonya besar Anna.

"Bu-bukan ibu, itu sudah lebih dari cukup, saya hanya tidak ingin menjadi beban," ucap Luna lirih.

"Beban?" ucap Jihan lalu setelahnya dia terdengar tertawa dengan begitu lepasnya.

"Luna, kau tau, kau sedang bicara dengan Dipo Hermansyah, pemilik tiga hotel bintang lima di Jakarta dan beberapa tempat wisata terkenal, belum lagi bisnis yang lain," ucap Jihan.

"Itu bukan masalah besar, justru jika kau masih bekerja, apa yang orang orang pikirkan, menantu Dipo Hermansyah bekerja di kantor yang berada di bawah kekuasaan Berlian Grup, aneh sekali," ucap Jihan menyampaikan pendapatnya.

"Apa yang Jihan sampaikan itu benar sekali Luna, bagaimana, Kau setuju untuk segera melangsungkan pernikahan? Kau tidak perlu repot repot memikirkan mengenai pernikahan, semuanya akan ibu urus, kau beritahu orang tuamu, bawa mereka ke Jakarta," ucap nyonya Anna.

"Baiklah ibu, sebaik baiknya istri adalah yang menginguti apa yang menjadi kehendak suami, selama itu adalah hal baik," ucap Luna berusaha memahamj setiap situasi.

"Baiklah, kita setuju," ucap nyonya Anna.

Sejak siang itu, mereka semua mulai sibuk menyipkan pernikahan. Mungkin semua orang berfikir jika ini adalah awal yang baik bagi Luna, nenjadi menantu seorang milyarder kaya raya, hidup nyaman dengan gelimang harta, tidak perlu bekerja keras dan hanya menjadi seorang istri yang memiliki seutuhnya waktu untuk mengurus suaminya.

"Ibu, lima juta itu terlalu sedikit, perawat nenek saja mendapat gaji delapan juta perbulan, dan pembantu kita juga mendapat lebih dari lima juta," ucap Jihan pada ibunya ketika mereka berdiri bersebelahan mengantar Luna dan Vero meninggalkan kediaman mereka.

"Kau samakan Luna dengan perawat dan pembantu?" ucap nyonya Anna dengan mata terbuka penuh.

"Ah ibu tidak perlu berlagak seperti itu, memang itu tujuan kita bukan?" ucap Jihan sinis.

"Tapi dia istri kakakmu, dia mendapat lebih dari itu," ucap nyonya besar Anna.

"Ibu menyukai Luna?" tanya Jihan menelisik.

"Kita lihat saja nanti," ucap nyonya besar Anna seraya tersenyum sinir terhadap Jihan.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Herpina Hasibuan Fina
cerita ulang nya terlalu panjang,,jadi males untuk ngikutin cerita nya
goodnovel comment avatar
Lie Miang
buka buku murah bener
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status