Share

Part 2 Nikah Bersyarat

Semenjak pertemuan kecil di ballroom, kami seringkali berkabar dan bahkan pergi hangout atau makan malam. Aku merasa nyaman ada di sekitarnya, dan ia tampak antusias dengan semua topik yang aku dongengkan.

Hingga suatu malam, ia berlutut di hadapanku, di tengah resto sederhana dengan piano klasik yang mengiringi sambungan kata per kata darinya. Ia menatap mataku dengan tajam, dan terlihat juga air mata yang tengah menggenang di bawah kelopak matanya. Pelan-pelan ia mengucapkan kalimat yang membuatku tertegun.

“La, maaf kalo ini terkesan aneh dan mungkin setelah ini bisa saja kamu membenciku. Namun, aku tak bisa berbuat apapun, La. Ini sudah menjadi risiko yang harus aku tempuh. Aku mencintaimu sejak dulu, sejak awal kita bertemu. Lalu seakan takdir berkata kamu adalah yang aku mau, hingga akhirnya kita dipertemukan lagi. Apakah kamu mau menjadi teman hidupku?” Ucapnya sembari mengeluarkan kotak merah, dan membukanya. Aku melihat ada cincin berlian di dalamnya dan sepertinya sangat pas di lingkar jari manisku.

Satu kata yang bisa menggambarkan ekspresiku malam itu “Kaget.” Siapa yang menyangka orang yang aku cintai sejak dulu secara diam ternyata memiliki rasa yang sama padaku. Siapa yang menyangka dia akan kembali setelah lama hilang dan sulit dijumpai. Siapa yang menyangka semua ini bisa terjadi padaku.

Aku hanya menganggukan kepala dan sesekali mengusap pipi sebab tanpa sadar air mataku turun karena terharu mengingat semua nikmat aku bisa mendapatkannya secara instan. 

Tak lama, ia memutuskan untuk melamar dan menikahi ku secara resmi di hadapan orang tuaku. 

Perjalanan restu yang tak mudah, sebab ayah adalah sosok keras dan tentu saja tak ingin putrinya menikah dengan sembarang orang. Terlebih, ayah sangat memegang kuat istilah kasta. Baginya hanya kasta tinggi yang layak untuk menjadi pendamping dan penerus tahtanya. Renald bukan berasal dari keluarga yang dapat diperhitungkan oleh ayah sehingga dengan mudah ia menolaknya bahkan menghinanya.

                                                                        ***

“Kau lepaskan saja Laila, maka akan aku berikan 1 koper uang ini untukmu,” ucapnya pada Renald ketika meminta izin untuk menikahiku. Ayah melemparkan koper yang hampir saja mengenai tubuh Renald.

“Ayah, ga semua hal bisa dibeli dengan uang!” ucapku dengan nada tinggi.

“Ia hanya cinta dengan hartamu, lantas ayah langsung saja berikan apa yang dia inginkan,” ucapnya angkuh.

“Lagian, sudah ku siapkan calon suami yang tepat untuk hidupmu. Ia memenuhi semua pilihanku, ganteng, kaya, orang terpandang, pendidikan tinggi, turunannya juga jelas. Tidak seperti pria ini!” 

Renald terdiam….

Ia berdiri cukup lama di hadapan tubuh ayah, berharap ada setitik keberanian untuknya berbicara.

“Om, saya sudah kenal dengan Laila sejak awal kuliah, dan saya tulus untuk menikahinya. Memang betul, saya bukan dari keluarga yang setara dengan Om, namun saya bisa jamin Laila tidak akan kekurangan,” ucapnya pelan setelah beberapa menit ia hanya membeku.

Ayah tertawa sinis, “Gajimu sebulan saja mungkin hanya untuk lipstiknya. Realistis saja!,” balas ayah.

“Kau kerja apa dan berapa penghasilanmu per bulan?” Tambah ayah dengan nada ketus.

“Saya punya usaha kecil-kecilan di bagian konveksi dan percetakan, omset sebulan kurang lebih 20-30 juta om,” ucapnya dengan suara yang samar-samar bergetar.

“Hahaha, 20 sampai 30 juta katamu? Aku gak yakin hidup anakku akan baik dengan pemasukan mu yang hanya segitu.”

Jujur, ketika itu aku marah dengan keadaan. Aku merasa tidak beruntung menjadi bagian dari keluarga konglomerat ini sebab hidupku seperti diatur seutuhnya dan tak kuasa memilih jalan hidup sendiri, termasuk pernikahan. 

Renald terlihat kaget dengan pernyataan itu, ia menolehkan kepalanya ke arahku. Dari pancaran matanya, aku yakin ia hendak menyerah sore itu dan pulang dengan tangan kosong membawa harapan yang telah menjadi luka. 

“Oke, kalo Ayah hendak begitu. Aku akan keluar dari rumah ini, dan ku tinggalkan semua apa yang telah Ayah beri. Oh ya satu lagi, akan ku alihkan seluruh aset atas namaku kepada Tania,” ucapku dengan nada tinggi, dan langsung meninggalkan ruang kerja ayah tanpa peduli panggilan namaku olehnya yang terdengar begitu keras. 

                                                                        ***

Semenjak pertemuan itu, tujuh hari aku tinggal di apartemen dan hendak melepaskan perusahaan tekstil  ke tangan Tania, adik tiriku. Tentu saja ayah tidak akan diam, sebab ia begitu benci dengan perempuan itu. Akhirnya ia luluh dan memberikan restu meskipun dengan sejumlah rangkaian perjanjian bertanda tangan notaris. Perjanjian itu meliputi tidak akan ada hak waris untuk Renald, sebagai gantinya ia diberikan 10% saham dari perusahaan utamanya, PT Cakrawala guna sebagai pendapatan tambahan, dan isi perjanjian yang terakhir yaitu Renald tidak diperkenankan terekspos oleh media bahwa ia bukan dari keluarga konglomerat.  Ya, isi perjanjian yang sangat kompleks, terlebih di bagian isi terakhir. Aku diharuskan menyembunyikan identitas asli calon suamiku ini, dan ia dipaksa untuk berpura-pura sebagai keluarga konglomerat.

Setelah perjanjian disetujui, aku dan Renald keluar menuju ayunan di taman belakang rumah. Aku duduk dan mengayunkan badan agar ayunan ini pun ikut bergoyang, ku ajak Renald untuk duduk juga di sampingku.

“Re, mama papamu, bagaimana?” Tanyaku. 

“Mereka sepertinya ga bisa datang deh, karena lagi di luar kota juga,” ucapnya.

“Maaf ya La. Jadinya kamu belum ketemu sama orang tuaku, mungkin setelah kita nikah, akan aku kenalkan kamu ke mereka langsung ke kampung halamanku,” tambahnya dengan wajah tertunduk.

Ya aku cukup paham, orang tua Renald tidak bisa kemari, sebab mereka akan menolak pernikahan ini karena ayahku. Aku pun juga khawatir dengan celotehan ayah kepada orang tua Renald. Sehingga menjadi sisi baik untukku dan Renald bertemu mereka setelah kami menikah.

Sementara ibu, ia adalah wanita polos nan baik, aku diberikan kebebasan memilih jalan hidupku, dan tidak pernah mengatur termasuk pernikahan ini. Ia tampak menerima Renald sebagai menantunya. Itulah yang membuatku yakin dan mantap melangsungkan pernikahan ini, sebab ada restu tulus dari ibu. Meski di akhir keputusan ia memberikan wejangan yang sedikit membuat rasa traumaku kembali, namun ibu coba meyakinkan bahwa Renald adalah pria baik.

“La, dalam hidup kita selalu punya masalah. Hadapi bersama jangan sendirian. Ibu senang kamu menikah dengan Renald, ia tampak baik dan mencintaimu dengan tulus. Apabila suatu hari nanti ia berubah menjadi sosok yang tak kamu kenal, kamu jangan menyerah, tapi ingatkan dia tentang momen-momen indah kalian. Jangan takut bertengkar, sebab setelah pertengkaran itu akan ada rasa ikatan yang kuat,” ucap ibu di kamarku. Ibu seperti paham akan kekhawatiranku yang muncul setelah pernikahan, namun dari matanya ia mampu meyakinkanku bahwa aku bisa membawa bahtera rumah tangga hingga sampai akhir hayat. 

                                                                        ***

Keesokan harinya, tepat menjelang satu bulan acara pernikahan, aku, ibu, dan Renald bertemu di sebuah kafe kawasan Jalan Merpati. Kami berdiskusi tentang pembagian budget dan konsep. Kami sepakat untuk membagi pengeluaran atau masing-masing menyumbang 50% dari total biaya. Lalu terkait konsep acara, Renald menyerahkan seutuhnya kepadaku dan ibu sebab ia tidak terlalu paham. Ia percayakan semuanya kepadaku, karena ia yakin aku punya selera yang baik untuk pernikahan ini. Setelah pembahasan singkat bersamanya, ia pamit kembali ke kantor. Sementara aku dan ibu menunggu wedding organizer untuk membahas keseluruhan rangkaian acara pernikahan. 

“Maaf Mbak, kenapa konsepnya tertutup ya?” Gumam Agnes selaku penanggung jawab acara.

“Kami mau konsep yang intimate saja, hanya keluarga dan orang-orang terdekat yang di undang,” jawabku.

“Wah, artinya Mas Andrew gak di undang Mbak?” 

Ibu melirikku dengan pelan.

“Siapa Andrew?” Ujar ibu yang baru saja mendengar nama asing dari mulut Agnes.

Agnes terlihat bingung, ia menggigitkan lidah dan menatap takut ke arahku.

“Bukan siapa-siapa, Bu,” tuturku pelan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status