Share

Hancurnya harapan

Vanesa langsung menutup mulutnya. Tubuhnya gemetar melihat pisau penculik itu. "Jangan bunuh aku! Aku mohon!" ucap Vanesa ketakutan.

"Maka diamlah! Jangan berisik, atau nyawamu akan melayang," sentak si penculik.

Vanesa terdiam ketika penculik itu membentaknya. Dia masih memikirkan cara untuk kabur. "Bagaimana ini apa yang harus aku lakukan?" ucapnya dalam hati.

Beberapa saat kemudian, Vanesa mengumpulkan kekuatannya agar bisa kabur dari penculik itu. Dia berancang-ancang dan menggigit keras tangan penculik yang sedang memeganginya.

"Aahhhhh, gadis bodoh! Beraninya kamu menggigitku."

"Hei, lepaskan aku! Aku ingin ke luar dari sini! Aku mohon lepaskan!" teriak Vanesa keras. Dia terus memberontak ingin melepaskan diri.

"Bodoh! Kamu benar-benar nggak bisa diatur. Rasakan ini!"

Buugg!

Salah satu penculik itu memukul leher belakang Vanesa dengan keras, sehingga gadis itu pingsan tak berdaya.

"Sungguh sangat merepotkan sekali," gerutu penculik itu.

Mobil pun terus melaju kencang menuju ke sebuah tempat. Lalu, beberapa menit kemudian, sampailah mereka di sebuah gudang yang sangat sepi. Penculik itu menggendong Vanesa yang masih pingsan.

Mereka semua masuk ke dalam dan meletakkan tubuh Vanesa di atas meja kosong. Setelah itu muncullah seseorang dari sebuah ruangan dan memberi perintah pada si penculik. "Bangunkan gadis miskin itu," ucap orang itu dengan nada angkuh.

Salah satu penculik pun menyiram wajah Vanesa dengan satu gayung air. Gadis itu pun langsung bangun karena kaget. Vanesa mencoba untuk duduk dan dia sangat terkejut melihat Mama Keynan berada di depannya.

"Tante Leni, kenapa saya berada di sini?" tanya Vanesa gugup dan juga bingung.

"Jangan memanggilku Tante, karena aku tidak sudi kamu menyebutkan namaku. Langsung saja, kehadiran ku di sini adalah untuk memberikan penjelasan kepadamu, " seru Mama Leni pada Vanesa.

Air mata Vanesa mulai mengalir. Dia teringat dengan pernikahannya yang gagal. "Tante kenapa dengan Keynan? Apa salah saya? Sehingga mendapat perlakuan seperti ini," ujar Vanesa dengan suara lirih.

"Memang ya, orang miskin itu nggak pernah sadar akan kekurangannya. Apa kamu nggak mempunyai cermin di rumahmu? Seharusnya kamu itu ngaca, lihat dirimu! Apakah pantas jika kamu menikah dengan Keynan? Dia putra kesayanganku, jadi aku nggak akan membiarkannya menikah dengan wanita rendahan sepertimu," sahut Mama Leni dengan sangat angkuh.

Vanesa hanya diam, dia sudah tahu jika dari pertama orang tua Keynan tidak setuju. Dia juga sempat ragu ingin melanjutkan hubungannya atau tidak. Dulu, Vanesa pernah ingin menyerah. Akan tetapi, Keynan dapat meyakinkan hatinya lagi sehingga hubungan itu terus berlanjut.

"Kenapa diam? Kamu mengakui semua ucapanku 'kan. Berhentilah berharap, karena sampai kapanpun kamu tidak akan pernah menikah dengan putraku," hardik Mama Leni dengan kasar.

"Saya ingin bicara dengan Keynan, Tante. Saya ingin mendengarkan penjelasannya langsung," ucap Vanesa memohon.

"Keynan sudah menjadi suami orang lain. Jadi kamu tidak usah mengganggunya atau lebih baik kamu pergi dan menjauh dari hidup Keynan untuk selamanya. Jangan pernah muncul di hadapannya lagi," tegas Mama Leni. "kalian semua silakan lakukan apa saja pada gadis ini, agar dia tahu diri." Mama Leni memerintah keempat lelaki itu untuk berbuat sesuatu pada Vanesa.

"Jadi kami boleh melakukan apapun padanya, Nyonya?" tanya salah satu penculik itu.

"Ya, lakukan apapun yang kalian suka. Setelah selesai buang dia dari sini," seru Mama Leni kejam.

Vanesa menggeleng mendengar ucapan antara orang tua Keenan dengan penculik itu. "Tante saya mohon lepaskan saya. Tante ... Tante saya mohon maaf, lepaskan saya," teriak Vanesa dengan isak tangis.

Mama Leni tergelak. "Enak saja aku harus memberi pelajaran padamu, agar kamu itu bisa mengerti bahwa Keynan bukanlah seseorang yang mudah kamu dapatkan dan harapkan. Ini adalah konsekuensi untukmu karena berani menjalin hubungan dengan putraku. Selamat bersenang-senang!"

Orang tua Keynan meninggalkan Vanesa dengan keempat penculik itu. Vanesa terus berteriak meminta tolong untuk dilepaskan.

"Aku mohon sama kalian, jangan apa-apa 'kan aku. Tolong lepaskan aku!" seru Vanesa dengan bergerak mundur untuk menjauhi para penculik itu.

"Kita akan melepaskanmu setelah melakukan hal yang menyenangkan dulu. Ayo cantik menurutlah! Kita semua akan memuaskanmu, kita janji kok tidak akan sakit. Asal kamu menurut!" seru salah satu penculik itu dengan tatapan penuh napsu.

"Nggak, aku nggak mau. Tolong ... tolong ... siapapun tolong aku, " teriak Vanesa keras.

Akan tetapi teriakan itu sudah tak berarti para lelaki itu menarik tangan dan juga memegangi kedua kaki Vanesa. Lalu salah satunya mulai melucuti pakaian Vanesa secara paksa. Vanesa tidak bisa berkutik ketika lelaki itu berhasil membuka semua pakaiannya.

Dia hanya bisa menangis dan masih berusaha memberontak untuk menolak jamahan tangan lelaki itu. "Keynan tolong aku ... Keynan aku mohon datanglah. Keynan ...." teriak Vanesa dalam hati.

Dari kejauhan Mama Keynan merekam aksi keji itu. Dia mengarahkan handphonenya dan berhasil mengambil video Vanesa dalam beberapa detik. "Rasakan itu gadis miskin! Kalau saja dulu kamu mendengarkan peringatan dariku, pasti nggak akan ada kejadian seperti ini," gumam Mama Keynan dengan senyum penuh kebencian. Setelah itu dia pergi dari tempat tersebut.

Para lelaki itu terus melecehkan Vanesa. Tawa senang mereka bercampur jadi satu dengan tangisan Vanesa yang teramat pilu. Hancurlah masa depan Vanesa ketika salah satu pria itu berhasil mengoyak mahkota berharganya. Gadis itu menjerit kesakitan saat satu benda keras masuk ke dalam tubuhnya.

Luruh sudah pertahanan Vanesa untuk menjaga kehormatannya. Keempat lelaki itu sangat kejam karena melakukannya secara bergilir hingga membuat tubuh Vanesa lemas tak berdaya. Dia hampir pingsan karena terus digempur tanpa ampun.

Keempat lelaki itu panik setelah selesai menuntaskan semua hasratnya. Vanesa pingsan dalam keadaan tanpa busana. Seluruh tubuhnya penuh lebam dan juga tanda merah bekas dari kekejaman mereka.

"Bos apa dia mati?" tanya salah satu penculik itu.

"Nggak akan mati, kamu 'kan yang paling lama main!" sahut yang lainnya.

"Hehehe, abis enak sih bos. Masih sempit sekali!"

"Jelas sempit, lihat dia masih ori, dodol! Kasihan juga nasib orang cantik selalu berakhir tragis."

"Sudah ayo kita pergi! Biarkan dia di sini, sangat merepotkan jika terlihat sama orang." Akhirnya mereka semua meninggalkan Vanesa sendiri dalam gudang itu.

Beberapa jam kemudian, Vanesa terbangun dengan sendirinya. Dia merintih kesakitan karena seluruh tubuhnya terasa remuk. Terlebih di daerah intinya yang lecet dan membengkak akibat gempuran para penculik tadi.

Vanesa berusaha untuk bangkit dari meja itu. Kedua tangannya mencoba untuk menutupi sebagian tubuhnya yang terekspos. Tanpa suara dan air matanya terus mengalir dari sudut mata. Vanesa turun dari meja itu, dia mencoba berdiri akan tetapi kakinya tidak kuat menopang tubuhnya yang sakit.

"Ibu ... tolong aku Bu! Aku tidak sanggup lagi," gumam Vanesa pelan. Dia terjatuh di lantai karena tidak sanggup berjalan.

Vanesa merangkak untuk mengambil pakaiannya yang tercecer di lantai. Dia bersusah payah meraih baju itu untuk memakainya kembali. Setelah mendapatkan semua pakaiannya Vanesa duduk bersandar di kaki meja. Dia langsung memakai pakaian yang didapatnya.

Setelah lengkap, Vanessa mencoba berdiri lagi dia ingin pergi dari tempat itu. "Aku harus segera keluar dari tempat ini. Aku nggak ingin orang lain menemukanku dalam keadaan yang sangat memalukan," gumam Vanesa dalam hati.

Vanessa berhasil berdiri, lalu dia melangkahkan kakinya keluar dari tempat itu. Dia berjalan dengan menahan rasa sakit di pangkal pahanya. Hujan dan petir menggelegar mengiringi langkah berat Vanesa.

Beberapa menit berjalan akhirnya Vanesa sampai juga di jalan raya yang tampak sepi itu. Dia terus berjalan dan sesekali jatuh karena tak kuat menahan rasa sakit di bagian inti tubuhnya. Vanesa sangat putus asa sekali karena masa depannya telah hancur.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku terlalu malu untuk pulang ke rumah bertemu dengan ibu. Tubuh ini sudah terlalu kotor, aku tidak mau Ibu menanggung kesalahan ini." Vanesa terus berjalan dengan menggunakan seluruh tenaga yang tersisa.

Setengah jam berjalan hujan pun reda, Vanesa beristirahat di pinggir jembatan. Dia melamun, entah apa yang sedang dipikirkannya. Vanessa terus menyeka air matanya yang mengalir.

Vanesa mulai naik ke atas jembatan itu. Ternyata dia ingin mengakhiri hidupnya. "Ibu maafkan sikapku ini, tapi aku benar-benar tidak sanggup untuk menjalani ke depannya. Aku tahu ini salah, aku menyerah karena nggak punya jalan lain. Selamat tinggal, Bu."

Vanesa sudah bersiap untuk terjun ke bawah akan tetapi keputusannya itu berhasil digagalkan oleh pengendara motor yang lewat. "Mbak ... Mbak ... jangan terjun, Mbak!" seru seseorang dari kejauhan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status