Diki bingung harus bayar pakai apa karena di dalam tas dan sakunya, ternyata tidak ada uang sepeserpun karena telah hilang.
"Kalau gak punya duit gak usah makan! Alasan aja hilang." pedagang bakso itu terlihat meneriaki Diki karena tidak percaya kalau Diki memang telah kehilangan uangnya.
"Tapi uang saya hilang! Bukan alasan," sahut Diki sambil memikirkan sesuatu.
Diki bingung hendak berbuat apa untuk membayar makanannya.
"Kalau boleh saya akan cuci mangkok buat bayar makanan yang saya makan. Boleh kan Mang?" tanya Diki.
Diki tidak ada pilihan lain selain mencuci mangkok pedagang itu untuk membayar makanannya.
"Ya Sudah, daripada tidak dibayar!
Pedagang itu pun membolehkan Diki untuk membayarnya dengan cara membersihkan mangkoknya.
***
Diki saat ini sedang menelusuri tempat yang telah ia lalui. Ia ingin mencari uangnya yang telah hilang itu dan berharap kalau uang itu masih ada dan belum dipungut oleh siapapun.
"Duh dimana ya uang itu? Kalau aku gak punya uang, bagaimana nanti?" Diki kebingungan sambil terus mencarinya.
Sekarang Diki sedang membungkuk di atas jembatan tempat kejadian saat dirinya bersama dengan pria paruh baya yang ia tolong tadi.
Dari arah lain ada mobil yang sedang melaju dengan kencang ke arah Diki.
Tid … bunyi klakson terdengar jelas.
Diki tidak sempat menghindar dan akhirnya mobil itu mengerem pas di hadapannya. Untung saja mobil itu mengerem dengan tepat waktu, kalau tidak entah apa yang akan terjadi.
"Aaaa." Diki berteriak sambil menutup matanya.
"Astaga!"
Ada seseorang di dalam mobil yang terlihat begitu panik melihat kondisi Diki sekarang. Ia cemas takut kalau dirinya telah menabrak seseorang.
Lalu orang itu pun keluar mobil dan melihat kondisinya Diki sekarang.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya wanita itu terlihat cemas menghampiri Diki yang terduduk di aspal karena syok.
"S-saya tidak apa-apa!"
"Huh, syukurlah. Saya sedang buru-buru jadi maaf ya telah mengagetkan kamu," ucap orang itu lalu menyodorkan uang untuk biaya pengobatan Diki.
Diki menolak tapi wanita muda itu terlihat memaksa karena tidak ingin berbuat kejahatan katanya. Dan akhirnya Diki pun menerima uang itu lalu wanita itu pun pergi meninggalkan Diki.
"Aku sedang sangat membutuhkan uang, dan engkau langsung memberikannya ya Tuhan terima kasih!" Diki pun bersyukur lalu menghitung uang yang telah diberikan wanita tadi.
Diki terkejut karena uang yang diberikan kepadanya ternyata begitu banyak, bahkan melebihi uang yang diberikan saudaranya.
Diki gembira lalu mencoba untuk mencegat kendaraan yang lewat karena ingin mencari alamat yang telah diberikan oleh saudaranya itu.
"Mang, saya sedang mencari alamat ini, tolong bawa saya kesini, ya." Diki yang sudah berada di angkot meminta mang supir angkot untuk membawanya ke alamat yang dituju itu.
"Oh, ini. Ini tempat perumahan elit, jaraknya lumayan jauh, ya sudah saya antar kesana!" Mang supir pun setuju untuk mengantar Diki ke tempat yang ia mau.
Diki pun senang karena ia akan sampai di tempat yang ia ingin tuju.
Setelah beberapa saat, akhirnya Diki pun sampai di perumahan elit yang dimaksud itu.
Lalu ia turun dari angkot dan membayarnya. Lalu Diki menghampiri satpam penjaga perumahan itu.
"Maaf, Pak. Di perumahan ini apakah ada yang bernama Pak Harianto? Saya ingin bertemu dengannya!" ucap Diki kepada satpam penjaga perumahan dan menyodorkan secarik kertas alamat itu yang juga tertera nama Harianto.
Pak satpam itu memandangi Diki, melihat tampilan Diki yang kucel dan kumuh serta terlihat kalau dia orang kampung, membuat pak satpam memandang hina dirinya.
"Kamu siapanya pak Harianto?" tanya satpam itu dengan tatapan merendahkan.
Diki bingung hendak menjawab apa, bahkan Bi Ina saudaranya tidak mengatakan apapun. Jadi bagaimana Diki akan menjawab pertanyaan ini.
Diki malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Saya, bukan siapa-siapanya. Tapi saya ingin menemuinya karena ada suatu urusan!" terang Diki bingung.
Pak satpam itu ditugaskan menjaga kawasan ini agar tetap damai. Dan kalau ada orang asing yang datang ke perumahan elit ini maka pak satpam harus teliti melihat siapakah orang ini. Soalnya pak Harianto adalah orang penting dan bahkan banyak orang jahat yang selalu memburunya. Sehingga kawasan ini pun sangat ketat dan tidak sembarang orang yang bisa memasukinya.
"Maafkan saya ya anak muda. Tapi kalau ingin menemui Pak Harianto, anda harus memiliki alasan yang kuat!" terang penjaga satpam itu.
Diki semakin bingung saja dibuatnya, alasan apa yang harus dibuat untuk bisa menemui pak Harianto ini?
"Kalau boleh tahu, rumahnya yang sebelah mana ya, Pak?" tanya Diki lagi penasaran sambil melihat ke arah dalam perumahan.
"Tidak bisa tahu kalau tidak mempunyai alasan kuat!" balas Pak satpam lagi.
"Pak saya mohon, saya datang dari kampung hanya ingin menemui Pak Harianto karena diperintahkan oleh saudara saya." terang Diki memohon.
Pak satpam itu pun malah masuk ke dalam tempat jaganya dan tidak menggubris apa yang dikatakan oleh Diki. Diki terus memohon tapi tetap saja diabaikan.
"Duh bagaimana ini? Sudah jauh-jauh kesini tapi nyatanya masih saja sulit untuk menemukan orang yang dimaksud oleh bibi!" gumam Diki kebingungan.
"Yasudah kalau begitu, Pak. Makasih ya, tapi saya mau tanya juga, apakah disini ada kontrakan? Saya akan mencoba tinggal dulu di kontrakan sambil menunggu pak Harianto untuk bisa saya temui!" terang Diki.
Diki berniat untuk tinggal di kontrakan yang dekat dengan perumahan ini agar bisa mengintip siapa tahu ia bisa menemui pak Harianto itu.
Pak satpam pun langsung memberitahukan tempat kontrakan yang dekat dengan perumahan ini.
Diki pun pergi untuk mencari kontrakan itu.
Singkat cerita Diki pun mendapatkan kamar kontrakan yang kecil.
"Haduh, ternyata masih saja sulit untuk menemukan orang yang ada di dalam kertas ini."
Diki merasa lelah lalu membaringkan dirinya di lantai kontrakan itu.
Isi kontrakan itu kosong, tidak ada benda apapun di sana.
Sambil berbaring Diki pun teringat kepada Mahira, " Mahira? Sedang apa kamu sekarang?" Diki membayangkan kecantikan Mahira.
Dengan impian untuk merubah nasibnya di kota, nyatanya tidak semudah yang diharapkan oleh Diki. Perjuangan mencari seseorang saja dipersulit seperti ini. Diki pun menggaruk kepalanya dengan kasar karena pusing. Lalu ia beranjak untuk pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya.
Sekarang sudah mulai malam dan perut Diki pun kembali terasa lapar. Diki pun pergi keluar untuk membeli makanan untuknya.
Diki pun menghampiri tukang dagang gerobak yang ada di depan kontrakannya.
"Mang satu porsi."
Saat ini Diki sedang memesan makanan lalu menyantap makanan itu disana.
Diki terus memandangi perumahan elit itu yang terlihat di tempat duduknya sekarang.
"Apa? Jadi pak Harianto belum pulang juga sampai sekarang?"
Diki mendengar sosok wanita paruh baya yang menangis kepada satpam dan satpam terlihat terkejut karena mendengar kalau pak Harianto belum pulang-pulang.Diki pun menyimpan makanannya lalu menghampiri mereka."Yasudah Ibu tenang saja, mungkin bapak pulang terlambat hari ini," terang Pak satpam berbicara kepada ibu paruh baya itu."Tapi tolong terus awasi kawasan ini ya, Pak. Saya takut terjadi apa-apa sama suami saya soalnya dia tidak bisa dihubungi. Ditambah saya pernah melihat orang yang mencurigakan mengintai rumah kami, bukannya area sini sudah dijaga dengan ketat? Tapi kenapa masih ada orang asing yang bisa masuk ke dalam dan mengintai rumah?" tanya wanita paruh baya itu terhadap pak satpam."Wah, padahal saya terus berjaga disini. Dan kami selalu bergantian mengawasi, apakah mungkin mereka menaiki dinding pembatas lewat belakang? Tapi kan dinding itu sangat tinggi?" Pak satpam terlihat sedang berpikir.Diki pun melihat wanita paruh baya itu yang melangkah untuk masuk."Bu, Ibu tu
Pertanyaan itu membuat Bella dan Diki terkesiap.Lalu, mereka pun beranjak berdiri."Ibu, pria ini ingin bertemu dengan bapak!" terang Bella.Istri dari pak Harianto itu berdecak, "Kan kamu tahu sendiri kalau bapak tidak ada? Dan entah dimana ia sekarang. Jadi, lebih baik kamu suruh dia pulang!" suruh istri dari Pak Harianto. Wanita paruh baya itu sedang lelah dan banyak pikiran karena mencemaskan suaminya."Ibu, tunggu sebentar." tahan Diki yang melihat istri dari pak Harianto hendak pergi."Saya tahu kalau Pak Harianto itu masih belum pulang juga. Tapi, setidaknya berikan saya sesuatu untuk bisa membantu mencarinya." terang Diki berniat untuk mencari Pak Harianto yang menghilang itu.Istri dari pak Harianto berdecak, "Kamu bisa apa? Polisi saja yang ahli masih belum bisa menemukannya. Apalagi kamu pria biasa!" hina istri dari Pak Harianto.Diki sadar diri lalu menunduk tapi ia akan berjuang. Ia tidak akan menyia-nyiakan waktunya yang hanya harus menunggu. Lebih baik ia berusaha untu
"CK, dasar pria miskin!" hina Alvin tersenyum mencemooh.Bella tidak terima kalau Diki dihina seperti itu. Ya walaupun Diki baru ia kenal tapi ada sedikit rasa tertarik dan penasaran karena Diki orang misterius baginya."Alvin, kamu jangan hina Diki seperti itu dong. " Bella melarang Alvin untuk menghina Diki."Yaudah gapapa, aku memang orang miskin, Kok." sambung Diki merendah. Diki pun mengambil tas ranselnya berniat untuk mencari pakaian lain, walaupun ia bingung karena tidak ada lagi pakaian yang layak.Tiba-tiba saja Bella merebut tasnya, "Sudahlah Diki, kalau memang tidak ada baju lain kita beli saja yang baru, biar Alvin yang bayar, yah." Bella menatap Alvin berharap kalau Alvin setuju."Kenapa harus aku, Bell?" tanya Alvin tidak mengerti dan tidak mau."Ya terus mau aku? Ya aku gapapa sih karena sanggup, tapi kamu masa gak malu dikalahkan oleh wanita cuma masalah duit. Katanya kamu milyuner?" sindir Bella lalu melihat ke dalam tas ranselnya Diki."Hmm, iya, iya, biar aku deh
Diki menelan salivanya saat pria sangar yang berteriak ke arahnya itu mendekati Diki dan menatap tubuh Diki dari bawah sampai akhir."Saya belum pernah lihat dia, Alvin? Dia siapa?" tanya pria paruh baya yang terlihat begitu garangnya dengan tubuh yang kekar dan mata yang melotot."Dia teman baru, Alvin. Keturunan keluarga Wington Paman!" jawab Alvin berbohong."Oh, mereka ternyata punya keturunan blasteran juga, Paman kira turunan Wington itu anak-anaknya gak ada yang blasteran kayak dia, mereka kan keturunan lokal?" Alvin tersenyum karena memang keturunan keluarga itu tidak ada yang seganteng dan setampan Diki yang mempunyai hidung mancung dan mata hazel seperti dari keturunan Spanyol."Dia beda, Paman. Dia baru datang dari luar negeri dan wajahnya di operasi plastik biar mirip orang luar!" Alvin berbohong agar tidak banyak pertanyaan terus yang keluar dari mulut pamannya yang agresif serta garang. 'Alvin berbohong tentang keadaanku?' dalam batin Diki dan malah ingin tertawa."Yas
"Apa maksudnya, Alvin?" Bella sungguh terkejut mendengar apa yang telah Alvin katakan. Sedangkan Diki ia juga tertegun mendengarnya. Masa Alvin menyuruh dirinya untuk bunuh diri? Alvin tertawa, "Nyali Lo sampai mana? Gue mau tahu?" selidik Alvin. Alvin ingin menguji nyali Diki, apakah Diki akan menerima tantangan dari Alvin? Atau langsung menciut ketika Alvin mengatakan itu? "Kalau Lo mau melanjutkan latihan ini, maka turuti apa yang gue katakan! Lakukan itu di kepala Lo saat gue memberikan aba-aba!" suruh Alvin. Bella tidak terima dan langsung melarang Alvin untuk menyuruh Diki berbuat seperti itu. "Jangan ini bahaya, itu tandanya Alvin ingin kamu mati, Diki. Ayo, kalau seperti itu kita pergi saja! Kita berdua bisa cari bapak!" Bella langsung menggusur tangan Diki untuk pergi. Alvin gila? Mana mungkin Diki harus latihan uji nyali seperti ini? Diki menatap Alvin, ia yakin kalau Alvin hanya mengujinya saja. Maka, kalau begitu ia akan menuruti semua yang Alvin perintahkan. Di
Alvin ingin membuat sketsa wajah saat ini, ia telah menghubungi seseorang yang ahli membuat sketsa wajah.Diki pun bersiap menceritakan tentang ciri-ciri orang itu, tapi Alvin tahan karena menunggu orang yang ahli untuk membuat sketsa wajah."Tunggu, kita tunggu dulu orang yang akan membuat sketsa wajah. Nanti, Lo ceritakan langsung kepadanya!" tahan Alvin. Mendengar apa yang telah Alvin ucapkan akhirnya, membuat Diki diam karena mengerti.***Di tempat lain, begitu terdengar tangisan air mata, dan jeritan yang menggema di sebuah ruangan gelap. Ruangan itu terdiri dari obor dan api yang sedikit menyinari ruangan gelap itu. Tepatnya di dalam sana ada pria paruh baya yang diikat kuat-kuat dengan tali tambang yang melilit kedua tangannya. Tubuh pria paruh baya itu terpasung seperti salib.Cetarrr ….Suara cambukan yang mendarat di tubuh pria paruh baya itu. "Arghhhh!!!" Pria paruh baya itu meringis kesakitan karena merasakan sakit di area tubuhnya."Katakan! Katakan dimana pewaris Vel
Bella tercekat ketika melihat ada pemimpin perusahaan Velopmant Group yang menghampiri Diki dan anaknya.Saat ini posisi Diki sedang di pegang oleh tangan anak dari pemimpin perusahaan itu, dan pemimpin perusahaan itu menatap tajam ke arah Diki.Diki terkesiap dan gemetaran ketika melihat tatapan tajam dari ayah wanita yang telah bertabrakan dengannya tadi.Wanita muda itu pun mengatakan semuanya kepada ayahnya itu. Dia ingin menjadikan Diki babunya satu hari ini untuk menebus kesalahannya. Padahal hanya kesalahan tabrakan kecil saja bisa sampai harus seperti ini? Maklum anak orang kaya.Dan pria yang menjadi pemimpin Velopmant Group itu pun terlihat menyetujui dengan apa yang telah dikatakan oleh anaknya."Kamu dengar? Apa yang dikatakan oleh anak saya, kamu harus menurutinya!" titah pria pemimpin perusahaan itu, lalu mengusap pucuk kepala wanita di depannya sambil melangkah pergi."Baiklah, mulai sekarang panggil saya Nona Aiko!" suruh wanita muda itu sambil menggusur tubuh Diki aka
Setelah Aiko pergi, Diki pun langsung menyelinap ke ruang kerja ayahnya Aiko. Diki sempat bertemu dengan beberapa maid yang ada disana, tapi dengan sigap Diki pun bersembunyi di balik pilar-pilar yang ada di ruangan itu, sehingga para maid yang berlalu-lalang kesana kemari pun tidak bisa melihat Diki yang berjalan ke arah ruangan kerja Pak Hachiro. Diki pun saat ini sudah berada di depan ruang kerjanya ayah Aiko. Diki mencoba untuk membuka sedikit celah pintu tersebut untuk mengintip. "Terus siksa dia! Sampai dia mengatakan tentangnya!" Diki mendengar pria paruh baya itu mengatakan itu terhadap ponselnya.Mendengar apa yang telah ia dengar, membuat Diki menganalisa kalau yang pria tua itu maksud adalah Pak Harianto. Karena, waktu Diki menyelamatkan Pak Harianto di jalan waktu itu, Diki juga mendengar para penjahat itu menanyakan tentang keberadaan seseorang. Ayah Aiko itu terlihat menoleh ke arah pintu. Diki pun dengan sigap langsung bersembunyi dan menempelkan badannya di dinding