Share

07. Begitu sulit

Diki bingung harus bayar pakai apa karena di dalam tas dan sakunya, ternyata tidak ada uang sepeserpun karena telah hilang.

"Kalau gak punya duit gak usah makan! Alasan aja hilang." pedagang bakso itu terlihat meneriaki Diki karena tidak percaya kalau Diki memang telah kehilangan uangnya.

"Tapi uang saya hilang! Bukan alasan," sahut Diki sambil memikirkan sesuatu.

Diki bingung hendak berbuat apa untuk membayar makanannya.

"Kalau boleh saya akan cuci mangkok buat bayar makanan yang saya makan. Boleh kan Mang?" tanya Diki.

Diki tidak ada pilihan lain selain mencuci mangkok pedagang itu untuk membayar makanannya.

"Ya Sudah, daripada tidak dibayar!

Pedagang itu pun membolehkan Diki untuk membayarnya dengan cara membersihkan mangkoknya.

***

Diki saat ini sedang menelusuri tempat yang telah ia lalui. Ia ingin mencari uangnya yang telah hilang itu dan berharap kalau uang itu masih ada dan belum dipungut oleh siapapun.

"Duh dimana ya uang itu? Kalau aku gak punya uang, bagaimana nanti?" Diki kebingungan sambil terus mencarinya.

Sekarang Diki sedang membungkuk di atas jembatan tempat kejadian saat dirinya bersama dengan pria paruh baya yang ia tolong tadi. 

Dari arah lain ada mobil yang sedang melaju dengan kencang ke arah Diki.

Tid … bunyi klakson terdengar jelas.

Diki tidak sempat menghindar dan akhirnya mobil itu mengerem pas di hadapannya. Untung saja mobil itu mengerem dengan tepat waktu, kalau tidak entah apa yang akan terjadi.

"Aaaa." Diki berteriak sambil menutup matanya.

"Astaga!"

 Ada seseorang di dalam mobil yang terlihat begitu panik melihat kondisi Diki sekarang. Ia cemas takut kalau dirinya telah menabrak seseorang.

Lalu orang itu pun keluar mobil dan melihat kondisinya Diki sekarang.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya wanita itu terlihat cemas menghampiri Diki yang terduduk di aspal karena syok.

"S-saya tidak apa-apa!" 

"Huh, syukurlah. Saya sedang buru-buru jadi maaf ya telah mengagetkan kamu," ucap orang itu lalu menyodorkan uang untuk biaya pengobatan Diki.

Diki menolak tapi wanita muda itu terlihat memaksa karena tidak ingin berbuat kejahatan katanya. Dan akhirnya Diki pun menerima uang itu lalu wanita itu pun pergi meninggalkan Diki.

"Aku sedang sangat membutuhkan uang, dan engkau langsung memberikannya ya Tuhan terima kasih!" Diki pun bersyukur lalu menghitung uang yang telah diberikan wanita tadi.

Diki terkejut karena uang yang diberikan kepadanya ternyata begitu banyak, bahkan melebihi uang yang diberikan saudaranya.

Diki gembira lalu mencoba untuk mencegat kendaraan yang lewat karena ingin mencari alamat yang telah diberikan oleh saudaranya itu.

"Mang, saya sedang mencari alamat ini, tolong bawa saya kesini, ya." Diki yang sudah berada di angkot meminta mang supir angkot untuk membawanya ke alamat yang dituju itu.

"Oh, ini. Ini tempat perumahan elit, jaraknya lumayan jauh, ya sudah saya antar kesana!" Mang supir pun setuju untuk mengantar Diki ke tempat yang ia mau.

Diki pun senang karena ia akan sampai di tempat yang ia ingin tuju.

Setelah beberapa saat, akhirnya Diki pun sampai di perumahan elit yang dimaksud itu.

Lalu ia turun dari angkot dan membayarnya. Lalu Diki menghampiri satpam penjaga perumahan itu.

"Maaf, Pak. Di perumahan ini apakah ada yang bernama Pak Harianto? Saya ingin bertemu dengannya!" ucap Diki kepada satpam penjaga perumahan dan menyodorkan secarik kertas alamat itu yang juga tertera nama Harianto.

Pak satpam itu memandangi Diki, melihat tampilan Diki yang kucel dan kumuh serta terlihat kalau dia orang kampung, membuat pak satpam memandang hina dirinya.

"Kamu siapanya pak Harianto?" tanya satpam itu dengan tatapan merendahkan.

Diki bingung hendak menjawab apa, bahkan Bi Ina saudaranya tidak mengatakan apapun. Jadi bagaimana Diki akan menjawab pertanyaan ini.

Diki malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Saya, bukan siapa-siapanya. Tapi saya ingin menemuinya karena ada suatu urusan!" terang Diki bingung.

Pak satpam itu ditugaskan menjaga kawasan ini agar tetap damai. Dan kalau ada orang asing yang datang ke perumahan elit ini maka pak satpam harus teliti melihat siapakah orang ini. Soalnya pak Harianto adalah orang penting dan bahkan banyak orang jahat yang selalu memburunya. Sehingga kawasan ini pun sangat ketat dan tidak sembarang orang yang bisa memasukinya.

"Maafkan saya ya anak muda. Tapi kalau ingin menemui Pak Harianto, anda harus memiliki alasan yang kuat!" terang penjaga satpam itu.

Diki semakin bingung saja dibuatnya, alasan apa yang harus dibuat untuk bisa menemui pak Harianto ini?

"Kalau boleh tahu, rumahnya yang sebelah mana ya, Pak?" tanya Diki lagi penasaran sambil melihat ke arah dalam perumahan.

"Tidak bisa tahu kalau tidak mempunyai alasan kuat!" balas Pak satpam lagi.

"Pak saya mohon, saya datang dari kampung hanya ingin menemui Pak Harianto karena diperintahkan oleh saudara saya." terang Diki memohon.

Pak satpam itu pun malah masuk ke dalam tempat jaganya dan tidak menggubris apa yang dikatakan oleh Diki. Diki terus memohon tapi tetap saja diabaikan. 

"Duh bagaimana ini? Sudah jauh-jauh kesini tapi nyatanya masih saja sulit untuk menemukan orang yang dimaksud oleh bibi!" gumam Diki kebingungan.

"Yasudah kalau begitu, Pak. Makasih ya, tapi saya mau tanya juga, apakah disini ada kontrakan? Saya akan mencoba tinggal dulu di kontrakan sambil menunggu pak Harianto untuk bisa saya temui!" terang Diki.

Diki berniat untuk tinggal di kontrakan yang dekat dengan perumahan ini agar bisa mengintip siapa tahu ia bisa menemui pak Harianto itu.

Pak satpam pun langsung memberitahukan tempat kontrakan yang dekat dengan perumahan ini.

Diki pun pergi untuk mencari kontrakan itu.

Singkat cerita Diki pun mendapatkan kamar kontrakan yang kecil. 

"Haduh, ternyata masih saja sulit untuk menemukan orang yang ada di dalam kertas ini." 

Diki merasa lelah lalu membaringkan dirinya di lantai kontrakan itu.

Isi kontrakan itu kosong, tidak ada benda apapun di sana. 

Sambil berbaring Diki pun teringat kepada Mahira, " Mahira? Sedang apa kamu sekarang?" Diki membayangkan kecantikan Mahira.

Dengan impian untuk merubah nasibnya di kota, nyatanya tidak semudah yang diharapkan oleh Diki. Perjuangan mencari seseorang saja dipersulit seperti ini. Diki pun menggaruk kepalanya dengan kasar karena pusing. Lalu ia beranjak untuk pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya.

Sekarang sudah mulai malam dan perut Diki pun kembali terasa lapar. Diki pun pergi keluar untuk membeli makanan untuknya.

Diki pun menghampiri tukang dagang gerobak yang ada di depan kontrakannya.

"Mang satu porsi."

Saat ini Diki sedang memesan makanan lalu menyantap makanan itu disana.

Diki terus memandangi perumahan elit itu yang terlihat di tempat duduknya sekarang.

"Apa? Jadi pak Harianto belum pulang juga sampai sekarang?"

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Agus Ramadhan
lanjutannya kok harus pakai persyaratan aduuhh ....
goodnovel comment avatar
Dodi Munawar
Lanjutkeun
goodnovel comment avatar
Cinta Dewi
rumit sekali ya Diki
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status