Diki yang melihat kejahatan di hadapannya tidak bisa diam dan ia ingin menolong pria paruh baya yang sedang di todong oleh senjata itu.
Brug!!!
Diki melompat dan menendang punggung salah satu penjahat yang menodongkan senjata di leher pria paruh baya itu lalu kembali ke posisinya dengan kuda-kuda yang terpasang dan tangan yang dikepalkan, siaga untuk menahan serangan.
Ketiga penjahat dengan pakaian jas hitam itu pun menoleh dengan garang ke arah Diki dan menggeram kesal.
"Sialan bocah ingusan!" geram salah satu penjahat yang tidak terkena serangan Diki. Ia kesal melihat temannya yang diserang mendadak.
Sedangkan yang terkena serangan itu masih tengkurap di tanah lalu mencoba untuk beranjak bangun.
Mereka semua menatap Diki dengan garang.
Sedangkan pria paruh baya itu terkejut karena ada pria muda yang mau membantunya dan membuat nyawanya terancam.
Para penjahat itu langsung menyerang Diki dengan tendangan, tonjokan dan pukulan maut mereka tapi Diki berhasil menangkis semua serangan demi serangan yang menyerangnya.
Karena kesal Diki terus bisa menahan serangan demi serangan dari mereka. Akhirnya salah satu dari penjahat itu mengeluarkan senjata api dan langsung mengeluarkan peluru itu ke atas langit untuk menakuti Diki.
Diki terkesiap melihat senjata api yang sangat mematikan. Mana mungkin dirinya bisa menghindari senjata berbahaya seperti itu?
Diki pun langsung melompat dan menarik pria paruh baya itu untuk berlari menghindari para penjahat itu.
"Ayo, Pak. Kita pergi." ajak Diki sambil menarik pria itu untuk berlari bersama dengan dirinya.
Para penjahat itu tercengang menatap kepergian Diki bersama tawanannya, lalu mereka pun mengikuti Diki dan pria paruh baya itu.
Diki yang menyadari mereka dikejar langsung membanting setiap benda yang ada di hadapannya, seperti tong sampah besar yang ia lewati.
Penjahat itu terlihat kewalahan melewati berbagai benda yang dilemparkan ke arahnya serta menghalangi jalannya. Akhirnya para penjahat itu kehilangan jejak Diki dan tawanannya.
Diki dan pria paruh baya itu menahan nafas agar tidak ketahuan kalau mereka sebenarnya sedang bersembunyi di balik bawah pilar jembatan besar.
"Hei, mau kemana sialan?" salah satu penjahat menyadari keberadaan Diki dan sekarang sedang berada di hadapannya.
Diki dengan refleks langsung menendang penjahat itu sampai tersungkur ke tanah.
Diki dan pria paruh baya itu pun langsung kembali berlari.
"Pak, ayolah cepat!" ucap Diki sambil menuntun pria paruh baya itu yang terlihat begitu ngos-ngosan saat berlari.
"Duh, Nak. Saya gak kuat." pria paruh baya itu menjawab sambil berusaha untuk berlari padahal dirinya sudah gak kuat lagi untuk terus berlari karena usianya yang sudah lumayan tua terlihat sudah berumur lima puluh tahunan.
Penjahat yang barusan di tendang oleh Diki merasa kesal dan langsung menekan pelatuk dan mengarahkan ke arah Diki dan tawanannya yang sedang berlari di atas jembatan besar itu.
Dorrr!!!
Diki dan pria paruh baya itu terpisah karena menghindari peluru yang mengarah ke arahnya.
Akan tetapi Diki terjatuh ke bawah jembatan besar itu untung saja tubuhnya sudah terlatih sehingga bisa melompat dari atas jembatan yang tingginya lumayan.
Bruk!!! Diki terjatuh di atas mobil truk yang mengangkut karung yang berisikan kain. Diki pun menatap ke atas dan tidak bisa melihat pria paruh baya tadi dan para penjahat itu.
"Sial, aku tidak bisa menyelamatkan bapak-bapak itu," gumam Diki lalu melihat kakinya yang sakit.
Diki merasakan kakinya yang sakit dan ternyata kakinya terkilir.
Diki yang sudah biasa mengalami ini di saat latihannya bersama kakek yang sudah menyelamatkan dirinya saat hanyut di sungai waktu itu jadi, sudah terbiasa dan bisa mengobati dirinya sendiri.
"Ternyata di kampung dan di kota sama-sama kejam," gumam Diki sambil membenarkan kakinya yang terkilir.
Untung dia sudah berlatih dengan Ki Ageng waktu itu sehingga sudah bisa mengobati dan mengatasi kaki yang terkilir itu seperti apa.
Diki pun meneriaki sopir truk agar mau menghentikan mobilnya.
Sopir truk yang sedang mengemudi mendengar seseorang yang berteriak di atas mobilnya dan memintanya untuk menghentikan mobilnya ia pun akhirnya memberhentikan mobilnya.
Singkat cerita sekarang Diki kembali ketempat kejadian karena ingin memastikan kalau pria tadi baik-baik saja. Tapi sayang pria tadi tidak ada di tempat. Tidak ada siapa pun yang ada disana.
"Semoga bapak tadi selamat." Diki berdoa lalu mengambil tas ranselnya yang tadi sempat terjatuh di jalan saat dirinya berkelahi.
"Duh, aku lapar."
Perut Diki terasa lapar, Diki pun melangkahkan kakinya untuk mencari pedagang makanan.
Dengan kaki yang sakit Diki berjalan tertatih-tatih dengan pandangan yang mencari-cari seorang pedagang makanan.
Sambil berjalan Diki pun berpikir, baru aja masuk ke kota dirinya sudah dikejutkan dengan kejadian seperti ini. Memang ini salah dirinya sendiri karena malah ikut campur urusan orang. Tapi apa boleh buat karena dirinya tidak bisa diam saja kalau melihat kejahatan yang ada dihadapan matanya sendiri.
"Untung Aki mengajarkan diriku ilmu bela diri, kalau tidak entah apa yang terjadi."
Diki pun tidak menyangka kalau dirinya bisa pergi ke kota seperti ini. Dan ada hikmahnya juga Diki di buang ke sungai oleh rekan kerjanya yang akhinya membuat Diki bertemu dengan Ki Ageng itu dan mengajarinya ilmu bela diri.
Diki pun duduk di bangku tukang dagang makanan.
"Mang, saya mau satu," ucap Diki kepada pedagang makanan itu.
"Siap," jawab mang tukang dagang.
Makanan pun siap dan sekarang ada dihadapannya Diki.
"Wah kelihatannya enak," ucap Diki tidak sabar menyantap makanan bakso yang ada di hadapannya.
Pada saat memasukan bakso ke mulutnya tiba-tiba ia teringat kepada kekasihnya karena bakso adalah makanan favoritnya Mahira kekasihnya.
"Mahira, aku merindukan kamu," guman Diki lalu memasukan bakso itu ke dalam mulutnya.
Setelah memakan habis bakso itu Diki langsung membuka tasnya dan ingin membayar bakso yang ia telah makan. Tapi begitu membuka dan mencari uang yang ada di dalam tasnya, Diki tidak menemukan itu.
"Ya Allah, uangku dimana?" gumam Diki pias karena terkejut.
Diki kembali mencari uang itu dan mengeledah semua bagian sudut tasnya tapi sayang Diki masih belum bisa menemukannya.
Lalu Diki pun mengecek bagian saku jeans yang ia kenakan. Diki berharap kalau dirinya lupa menyimpan uang itu di dalam jeansnya.
"Ya ampun masih tidak ada. Bagaimana ini?" gumam Diki.
Diki bingung harus bagaimana lagi sekarang. Belum satu hari di kota tapi Diki sudah beberapa kali menghadapi masalah. Bagaimana sekarang? Bagaimana caranya untuk membayar makanan yang telah ia habiskan itu? Diki pun bergeming sambil berpikir.
Pedagang bakso itu menoleh ke arah Diki dan terheran-heran melihat pemuda ini malah melamun di bangkunya.
"Mau tambah lagi baksonya?" tanya pedagang itu mengira kalau Diki masih ingin tambah.
"Mang, uang saya hilang!"
Diki bingung harus bayar pakai apa karena di dalam tas dan sakunya, ternyata tidak ada uang sepeserpun karena telah hilang."Kalau gak punya duit gak usah makan! Alasan aja hilang." pedagang bakso itu terlihat meneriaki Diki karena tidak percaya kalau Diki memang telah kehilangan uangnya."Tapi uang saya hilang! Bukan alasan," sahut Diki sambil memikirkan sesuatu.Diki bingung hendak berbuat apa untuk membayar makanannya."Kalau boleh saya akan cuci mangkok buat bayar makanan yang saya makan. Boleh kan Mang?" tanya Diki.Diki tidak ada pilihan lain selain mencuci mangkok pedagang itu untuk membayar makanannya."Ya Sudah, daripada tidak dibayar!Pedagang itu pun membolehkan Diki untuk membayarnya dengan cara membersihkan mangkoknya.***Diki saat ini sedang menelusuri tempat yang telah ia lalui. Ia ingin mencari uangnya yang telah hilang itu dan berharap kalau uang itu masih ada dan belum dipungut oleh siapapun."Duh dimana ya uang itu? Kalau aku gak punya uang, bagaimana nanti?" Diki
Diki mendengar sosok wanita paruh baya yang menangis kepada satpam dan satpam terlihat terkejut karena mendengar kalau pak Harianto belum pulang-pulang.Diki pun menyimpan makanannya lalu menghampiri mereka."Yasudah Ibu tenang saja, mungkin bapak pulang terlambat hari ini," terang Pak satpam berbicara kepada ibu paruh baya itu."Tapi tolong terus awasi kawasan ini ya, Pak. Saya takut terjadi apa-apa sama suami saya soalnya dia tidak bisa dihubungi. Ditambah saya pernah melihat orang yang mencurigakan mengintai rumah kami, bukannya area sini sudah dijaga dengan ketat? Tapi kenapa masih ada orang asing yang bisa masuk ke dalam dan mengintai rumah?" tanya wanita paruh baya itu terhadap pak satpam."Wah, padahal saya terus berjaga disini. Dan kami selalu bergantian mengawasi, apakah mungkin mereka menaiki dinding pembatas lewat belakang? Tapi kan dinding itu sangat tinggi?" Pak satpam terlihat sedang berpikir.Diki pun melihat wanita paruh baya itu yang melangkah untuk masuk."Bu, Ibu tu
Pertanyaan itu membuat Bella dan Diki terkesiap.Lalu, mereka pun beranjak berdiri."Ibu, pria ini ingin bertemu dengan bapak!" terang Bella.Istri dari pak Harianto itu berdecak, "Kan kamu tahu sendiri kalau bapak tidak ada? Dan entah dimana ia sekarang. Jadi, lebih baik kamu suruh dia pulang!" suruh istri dari Pak Harianto. Wanita paruh baya itu sedang lelah dan banyak pikiran karena mencemaskan suaminya."Ibu, tunggu sebentar." tahan Diki yang melihat istri dari pak Harianto hendak pergi."Saya tahu kalau Pak Harianto itu masih belum pulang juga. Tapi, setidaknya berikan saya sesuatu untuk bisa membantu mencarinya." terang Diki berniat untuk mencari Pak Harianto yang menghilang itu.Istri dari pak Harianto berdecak, "Kamu bisa apa? Polisi saja yang ahli masih belum bisa menemukannya. Apalagi kamu pria biasa!" hina istri dari Pak Harianto.Diki sadar diri lalu menunduk tapi ia akan berjuang. Ia tidak akan menyia-nyiakan waktunya yang hanya harus menunggu. Lebih baik ia berusaha untu
"CK, dasar pria miskin!" hina Alvin tersenyum mencemooh.Bella tidak terima kalau Diki dihina seperti itu. Ya walaupun Diki baru ia kenal tapi ada sedikit rasa tertarik dan penasaran karena Diki orang misterius baginya."Alvin, kamu jangan hina Diki seperti itu dong. " Bella melarang Alvin untuk menghina Diki."Yaudah gapapa, aku memang orang miskin, Kok." sambung Diki merendah. Diki pun mengambil tas ranselnya berniat untuk mencari pakaian lain, walaupun ia bingung karena tidak ada lagi pakaian yang layak.Tiba-tiba saja Bella merebut tasnya, "Sudahlah Diki, kalau memang tidak ada baju lain kita beli saja yang baru, biar Alvin yang bayar, yah." Bella menatap Alvin berharap kalau Alvin setuju."Kenapa harus aku, Bell?" tanya Alvin tidak mengerti dan tidak mau."Ya terus mau aku? Ya aku gapapa sih karena sanggup, tapi kamu masa gak malu dikalahkan oleh wanita cuma masalah duit. Katanya kamu milyuner?" sindir Bella lalu melihat ke dalam tas ranselnya Diki."Hmm, iya, iya, biar aku deh
Diki menelan salivanya saat pria sangar yang berteriak ke arahnya itu mendekati Diki dan menatap tubuh Diki dari bawah sampai akhir."Saya belum pernah lihat dia, Alvin? Dia siapa?" tanya pria paruh baya yang terlihat begitu garangnya dengan tubuh yang kekar dan mata yang melotot."Dia teman baru, Alvin. Keturunan keluarga Wington Paman!" jawab Alvin berbohong."Oh, mereka ternyata punya keturunan blasteran juga, Paman kira turunan Wington itu anak-anaknya gak ada yang blasteran kayak dia, mereka kan keturunan lokal?" Alvin tersenyum karena memang keturunan keluarga itu tidak ada yang seganteng dan setampan Diki yang mempunyai hidung mancung dan mata hazel seperti dari keturunan Spanyol."Dia beda, Paman. Dia baru datang dari luar negeri dan wajahnya di operasi plastik biar mirip orang luar!" Alvin berbohong agar tidak banyak pertanyaan terus yang keluar dari mulut pamannya yang agresif serta garang. 'Alvin berbohong tentang keadaanku?' dalam batin Diki dan malah ingin tertawa."Yas
"Apa maksudnya, Alvin?" Bella sungguh terkejut mendengar apa yang telah Alvin katakan. Sedangkan Diki ia juga tertegun mendengarnya. Masa Alvin menyuruh dirinya untuk bunuh diri? Alvin tertawa, "Nyali Lo sampai mana? Gue mau tahu?" selidik Alvin. Alvin ingin menguji nyali Diki, apakah Diki akan menerima tantangan dari Alvin? Atau langsung menciut ketika Alvin mengatakan itu? "Kalau Lo mau melanjutkan latihan ini, maka turuti apa yang gue katakan! Lakukan itu di kepala Lo saat gue memberikan aba-aba!" suruh Alvin. Bella tidak terima dan langsung melarang Alvin untuk menyuruh Diki berbuat seperti itu. "Jangan ini bahaya, itu tandanya Alvin ingin kamu mati, Diki. Ayo, kalau seperti itu kita pergi saja! Kita berdua bisa cari bapak!" Bella langsung menggusur tangan Diki untuk pergi. Alvin gila? Mana mungkin Diki harus latihan uji nyali seperti ini? Diki menatap Alvin, ia yakin kalau Alvin hanya mengujinya saja. Maka, kalau begitu ia akan menuruti semua yang Alvin perintahkan. Di
Alvin ingin membuat sketsa wajah saat ini, ia telah menghubungi seseorang yang ahli membuat sketsa wajah.Diki pun bersiap menceritakan tentang ciri-ciri orang itu, tapi Alvin tahan karena menunggu orang yang ahli untuk membuat sketsa wajah."Tunggu, kita tunggu dulu orang yang akan membuat sketsa wajah. Nanti, Lo ceritakan langsung kepadanya!" tahan Alvin. Mendengar apa yang telah Alvin ucapkan akhirnya, membuat Diki diam karena mengerti.***Di tempat lain, begitu terdengar tangisan air mata, dan jeritan yang menggema di sebuah ruangan gelap. Ruangan itu terdiri dari obor dan api yang sedikit menyinari ruangan gelap itu. Tepatnya di dalam sana ada pria paruh baya yang diikat kuat-kuat dengan tali tambang yang melilit kedua tangannya. Tubuh pria paruh baya itu terpasung seperti salib.Cetarrr ….Suara cambukan yang mendarat di tubuh pria paruh baya itu. "Arghhhh!!!" Pria paruh baya itu meringis kesakitan karena merasakan sakit di area tubuhnya."Katakan! Katakan dimana pewaris Vel
Bella tercekat ketika melihat ada pemimpin perusahaan Velopmant Group yang menghampiri Diki dan anaknya.Saat ini posisi Diki sedang di pegang oleh tangan anak dari pemimpin perusahaan itu, dan pemimpin perusahaan itu menatap tajam ke arah Diki.Diki terkesiap dan gemetaran ketika melihat tatapan tajam dari ayah wanita yang telah bertabrakan dengannya tadi.Wanita muda itu pun mengatakan semuanya kepada ayahnya itu. Dia ingin menjadikan Diki babunya satu hari ini untuk menebus kesalahannya. Padahal hanya kesalahan tabrakan kecil saja bisa sampai harus seperti ini? Maklum anak orang kaya.Dan pria yang menjadi pemimpin Velopmant Group itu pun terlihat menyetujui dengan apa yang telah dikatakan oleh anaknya."Kamu dengar? Apa yang dikatakan oleh anak saya, kamu harus menurutinya!" titah pria pemimpin perusahaan itu, lalu mengusap pucuk kepala wanita di depannya sambil melangkah pergi."Baiklah, mulai sekarang panggil saya Nona Aiko!" suruh wanita muda itu sambil menggusur tubuh Diki aka