Share

06. Menghindar

Diki yang melihat kejahatan di hadapannya tidak bisa diam dan ia ingin menolong pria paruh baya yang sedang di todong oleh senjata itu. 

Brug!!! 

Diki melompat dan menendang punggung salah satu penjahat yang menodongkan senjata di leher pria paruh baya itu lalu kembali ke posisinya dengan kuda-kuda yang terpasang dan tangan yang dikepalkan, siaga untuk menahan serangan.

Ketiga penjahat dengan pakaian jas hitam itu pun menoleh dengan garang ke arah Diki dan menggeram kesal.

"Sialan bocah ingusan!" geram salah satu penjahat yang tidak terkena serangan Diki. Ia kesal melihat temannya yang diserang mendadak.

Sedangkan yang terkena serangan itu masih tengkurap di tanah lalu mencoba untuk beranjak bangun.

Mereka semua menatap Diki dengan garang.

Sedangkan pria paruh baya itu terkejut karena ada pria muda yang mau membantunya dan membuat nyawanya terancam.

Para penjahat itu langsung menyerang Diki dengan tendangan, tonjokan dan pukulan maut mereka tapi Diki berhasil menangkis semua serangan demi serangan yang menyerangnya.

Karena kesal Diki terus bisa menahan serangan demi serangan dari mereka. Akhirnya salah satu dari penjahat itu mengeluarkan senjata api dan langsung mengeluarkan peluru itu ke atas langit untuk menakuti Diki.

Diki terkesiap melihat senjata api yang sangat mematikan. Mana mungkin dirinya bisa menghindari senjata berbahaya seperti itu?

Diki pun langsung melompat dan menarik pria paruh baya itu untuk berlari menghindari para penjahat itu.

"Ayo, Pak. Kita pergi." ajak Diki sambil menarik pria itu untuk berlari bersama dengan dirinya.

Para penjahat itu tercengang menatap kepergian Diki bersama tawanannya, lalu mereka pun mengikuti Diki dan pria paruh baya itu.

Diki yang menyadari mereka dikejar langsung membanting setiap benda yang ada di hadapannya, seperti tong sampah besar yang ia lewati.

Penjahat itu terlihat kewalahan melewati berbagai benda yang dilemparkan ke arahnya serta menghalangi jalannya. Akhirnya para penjahat itu kehilangan jejak Diki dan tawanannya.

Diki dan pria paruh baya itu menahan nafas agar tidak ketahuan kalau mereka sebenarnya sedang bersembunyi di balik bawah pilar jembatan besar.

"Hei, mau kemana sialan?" salah satu penjahat menyadari keberadaan Diki dan sekarang sedang berada di hadapannya.

Diki dengan refleks langsung menendang penjahat itu sampai tersungkur ke tanah.

Diki dan pria paruh baya itu pun langsung kembali berlari. 

"Pak, ayolah cepat!" ucap Diki sambil menuntun pria paruh baya itu yang terlihat begitu ngos-ngosan saat berlari.

"Duh, Nak. Saya gak kuat." pria paruh baya itu menjawab sambil berusaha untuk berlari padahal dirinya sudah gak kuat lagi untuk terus berlari karena usianya yang sudah lumayan tua terlihat sudah berumur lima puluh tahunan.

Penjahat yang barusan di tendang oleh Diki merasa kesal dan langsung menekan pelatuk dan mengarahkan ke arah Diki dan tawanannya yang sedang berlari di atas jembatan besar itu.

Dorrr!!! 

Diki dan pria paruh baya itu terpisah karena menghindari peluru yang mengarah ke arahnya. 

Akan tetapi Diki terjatuh ke bawah jembatan besar itu untung saja tubuhnya sudah terlatih sehingga bisa melompat dari atas jembatan yang tingginya lumayan.

Bruk!!! Diki terjatuh di atas mobil truk yang mengangkut karung yang berisikan kain. Diki pun menatap ke atas dan tidak bisa melihat pria paruh baya tadi dan para penjahat itu.

"Sial, aku tidak bisa menyelamatkan bapak-bapak itu," gumam Diki lalu melihat kakinya yang sakit. 

Diki merasakan kakinya yang sakit dan ternyata kakinya terkilir.

Diki yang sudah biasa mengalami ini di saat latihannya bersama kakek yang sudah menyelamatkan dirinya saat hanyut di sungai waktu itu jadi, sudah terbiasa dan bisa mengobati dirinya sendiri.

"Ternyata di kampung dan di kota sama-sama kejam," gumam Diki sambil membenarkan kakinya yang terkilir.

Untung dia sudah berlatih dengan Ki Ageng waktu itu sehingga sudah bisa mengobati dan mengatasi kaki yang terkilir itu seperti apa.

Diki pun meneriaki sopir truk agar mau menghentikan mobilnya.

Sopir truk yang sedang mengemudi mendengar seseorang yang berteriak di atas mobilnya dan memintanya untuk menghentikan mobilnya ia pun akhirnya memberhentikan mobilnya.

Singkat cerita sekarang Diki kembali ketempat kejadian karena ingin memastikan kalau pria tadi baik-baik saja. Tapi sayang pria tadi tidak ada di tempat. Tidak ada siapa pun yang ada disana.

"Semoga bapak tadi selamat." Diki berdoa lalu mengambil tas ranselnya yang tadi sempat terjatuh di jalan saat dirinya berkelahi.

"Duh, aku lapar." 

Perut Diki terasa lapar, Diki pun melangkahkan kakinya untuk mencari pedagang makanan. 

Dengan kaki yang sakit Diki berjalan tertatih-tatih dengan pandangan yang mencari-cari seorang pedagang makanan.

Sambil berjalan Diki pun berpikir, baru aja masuk ke kota dirinya sudah dikejutkan dengan kejadian seperti ini. Memang ini salah dirinya sendiri karena malah ikut campur urusan orang. Tapi apa boleh buat karena dirinya tidak bisa diam saja kalau melihat kejahatan yang ada dihadapan matanya sendiri.

"Untung Aki mengajarkan diriku ilmu bela diri, kalau tidak entah apa yang terjadi." 

Diki pun tidak menyangka kalau dirinya bisa pergi ke kota seperti ini. Dan ada hikmahnya juga Diki di buang ke sungai oleh rekan kerjanya yang akhinya membuat Diki bertemu dengan Ki Ageng itu dan mengajarinya ilmu bela diri.

Diki pun duduk di bangku tukang dagang makanan.

"Mang, saya mau satu," ucap Diki kepada pedagang makanan itu.

"Siap," jawab mang tukang dagang.

Makanan pun siap dan sekarang ada dihadapannya Diki.

"Wah kelihatannya enak," ucap Diki tidak sabar menyantap makanan bakso yang ada di hadapannya.

Pada saat memasukan bakso ke mulutnya tiba-tiba ia teringat kepada kekasihnya karena bakso adalah makanan favoritnya Mahira kekasihnya.

"Mahira, aku merindukan kamu," guman Diki lalu memasukan bakso itu ke dalam mulutnya.

Setelah memakan habis bakso itu Diki langsung membuka tasnya dan ingin membayar bakso yang ia telah makan. Tapi begitu membuka dan mencari uang yang ada di dalam tasnya, Diki tidak menemukan itu. 

"Ya Allah, uangku dimana?" gumam Diki pias karena terkejut.

Diki kembali mencari uang itu dan mengeledah semua bagian sudut tasnya tapi sayang Diki masih belum bisa menemukannya. 

Lalu Diki pun mengecek bagian saku jeans yang ia kenakan. Diki berharap kalau dirinya lupa menyimpan uang itu di dalam jeansnya.

"Ya ampun masih tidak ada. Bagaimana ini?" gumam Diki. 

Diki bingung harus bagaimana lagi sekarang. Belum satu hari di kota tapi Diki sudah beberapa kali menghadapi masalah. Bagaimana sekarang? Bagaimana caranya untuk membayar makanan yang telah ia habiskan itu? Diki pun bergeming sambil berpikir.

Pedagang bakso itu menoleh ke arah Diki dan terheran-heran melihat pemuda ini malah melamun di bangkunya.

"Mau tambah lagi baksonya?" tanya pedagang itu mengira kalau Diki masih ingin tambah.

"Mang, uang saya hilang!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Cinta Dewi
kasihan Diki
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status