LOGINBAB 3
“Nak Ratna, ikutlah ke dalam.” Ratna menunduk hormat dan mengikuti langkah Kiai Agung menuju ruang kecil di belakang masjid. Aroma kayu cendana dan minyak misik memenuhi udara. Di tengah ruangan, sajadah tua terbentang. Warnanya sudah pudar, tapi auranya hangat dan menenangkan. Kiai Agung duduk bersila, pandangannya tajam namun teduh. “Kau sudah merasakan gelombang takdir, bukan?” katanya pelan. “Gelang itu bukan sekadar perhiasan. Ia tanda bahwa kau adalah pewaris perjuangan leluhurmu.” Ratna menunduk. “Saya masih belum percaya, Kiai. Saya hanya gadis biasa. Bagaimana mungkin bisa meneruskan perjuangan sebesar itu?” Kiai Agung tersenyum samar. “Karena itu kau harus diuji. Bukan dengan pedang, tapi dengan iman.” Ia menunjuk ke sebuah pintu kecil di sudut ruangan. “Masuklah ke bilik sunyi itu. Berzikir dan berpuasalah semalam suntuk. Gelangmu akan diuji. Jiwamu pun akan diganggu oleh makhluk gaib. Jangan biarkan ketakutanmu menang.” Ratna menarik napas panjang. “Baik, Kiai. Saya siap.” Bilik itu sempit, cukup untuk duduk bersila. Hanya ada dupa yang membakar perlahan, membuat aroma hangat bercampur getir di udara. Ratna duduk di tengah, meletakkan gelang pusaka di telapak tangannya, lalu memejamkan mata. “Laa ilaaha illallaah... Laa ilaaha illallaah...” Awalnya tenang. Tapi perlahan, suhu di dalam bilik berubah. Udara menurun drastis, dan suara bisikan mulai terdengar lirih, tapi jelas. “Ratna... kau bukan siapa-siapa...” “Kau tak akan mampu. Semua keluargamu sudah mati.” “Gelang itu kutukan. Lepaskan... atau mati.” Ratna menggertakkan gigi. Gambar-gambar masa lalu berkelebat: ibunya yang bersimbah darah, ayahnya terbujur kaku. Air mata mengalir, tapi ia terus berzikir. Tiba-tiba gelang di tangannya bergetar. Cahaya lembut menyala, menenangkan hatinya. Suara Singa Putih terdengar dalam batin, tenang dan berwibawa. “Bangkitlah, Pewarisku. Jangan tunduk pada ketakutan. Ingat sumpahmu.” Ratna mengusap air mata, lalu menguatkan suara. “Laa ilaaha illallaah... Allahu Akbar...” Lantai bilik bergetar. Dari kegelapan muncul sosok tinggi besar bermata merah menyala. Jin itu tertawa keras, suaranya memecah sunyi. “Kau pikir bisa melawan? Ibumu mati sia-sia. Sekarang giliranmu!” Ratna menatapnya, meski tubuhnya gemetar. Ia menggenggam gelang itu erat. “Aku bukan perempuan lemah. Aku cucu dari Pemusnah Jin!” Cahaya gelang memancar kuat. Dalam sekejap, gelang itu berubah bentuk menjadi pedang bercahaya putih. Ratna berdiri, tubuhnya masih lemah tapi tekadnya menyala. “Dengan izin Allah... pergilah!” Wushh! Satu tebasan membelah kegelapan. Jin itu menjerit, lalu lenyap menjadi asap hitam. Ratna terjatuh berlutut, napasnya tersengal. Tapi ia tersenyum ia berhasil. Pintu bilik terbuka. Kiai Agung masuk dengan wajah tenang. “Bagus, Nak. Kau sudah melewati ujian pertama. Tapi ingat, ini baru permulaan.” Ratna menunduk. Pedang itu perlahan kembali menjadi gelang di tangannya. “Saya tidak akan mundur, Kiai.” Kiai Agung tersenyum. “Itulah yang membuatmu pantas disebut pewaris.” Sore menjelang, langit perlahan berubah gelap. Angin membawa hawa aneh. Arga dan Nanda yang berjaga di halaman saling pandang. “Kau merasakannya?” bisik Nanda. “Ya,” jawab Arga tegang. “Ada sesuatu yang datang ke kota ini. Bukan manusia.” Teriakan terdengar dari jalan utama. Warga berlarian panik. “Ada yang kesurupan!” Mereka bergegas. Seorang pemuda meraung tak terkendali, matanya merah, suaranya berat seperti dua orang sekaligus. “Hahaha... pewaris itu sudah bangkit! Malam ini darahnya jadi persembahan!” Arga menangkis serangannya, tapi terpental. Nanda melantunkan doa ruqyah, sementara Rani melempar garam yang membuat tubuh pemuda itu berasap. Dari tubuhnya, bayangan hitam keluar menjelma menjadi kelelawar besar bertaring panjang. Ratna yang mendengar kegaduhan langsung keluar, tubuhnya masih lemah. Gelang di tangannya menyala terang. Sosok cahaya Singa Putih muncul di sisinya. “Ini ujian keduamu, Pewarisku. Jangan takut.” Ratna mengangkat pedang cahayanya. “Arga, Nanda, mundur! Aku akan hadapi ini.” Jin itu tertawa, sayapnya mengepak kuat. “Perempuan lemah sepertimu mau menebas kegelapan?” Ratna menatap lurus, matanya tajam. “Aku pewaris darah leluhurku. Dan aku bersumpah menghancurkan kalian.” Jin itu melesat, tapi Ratna sudah siap. “Allahu Akbar!” Whuss!! Pedang cahaya menebas sayap jin. Suara jeritan menggema sebelum bayangan itu menguap jadi asap hitam. Tubuh pemuda yang kerasukan jatuh pingsan. Ratna hampir roboh, tapi Arga menahannya. “Tubuhmu belum pulih! Kenapa nekat?!” Ratna tersenyum lemah. “Kalau aku diam, akan ada lebih banyak yang mati.” Arga menatapnya lama, lalu mengangguk. “Kau benar-benar pewaris itu.” Di bukit keramat, jauh dari sana, seorang pria berjubah hitam berdiri di depan api ritual. Wajahnya penuh simbol aneh. “Bagus... sangat bagus. Tapi permainan baru dimulai.” Ia menoleh pada pengikutnya. “Kirim pasukan bayangan malam. Biar seluruh kota tenggelam dalam kegelapan.” Para pengikut menghilang ke dalam kabut, meninggalkan tawa dingin yang menggema. Di pondok, Ratna duduk di serambi masjid. Cahaya gelangnya masih berpendar. Dalam batinnya, suara Singa Putih terdengar lagi. “Ini baru awal, Pewarisku. Musuhmu belum menunjukkan wujud aslinya.” Ratna mengepalkan tangan, menatap bukit yang diselimuti kabut tebal. “Aku siap.”Epilog Hari itu, udara cerah, matahari hangat menyelimuti halaman tempat Ratna dan Arga mengadakan pernikahan mereka. Bunga-bunga berwarna-warni tertata rapi, dan aroma harum memenuhi seluruh ruangan.“Sayang, kamu terlihat… luar biasa,” bisik Arga, menggenggam tangan Ratna sambil tersenyum malu.Ratna menatapnya, pipinya memerah. “Kalau aku terlihat luar biasa, itu karena aku tidak perlu menahan diri di depanmu, mas.” jawabnya sambil menahan tawa.Sementara itu, Rani berdiri di dekat Nanda, tersenyum lebar. “Aku tidak percaya akhirnya kita menikah juga... dan tanpa drama besar!”Nanda mengangkat alis, pura-pura mengeluh. “Drama? Tidak ada drama? Jangan salah, aku sempat panik waktu kamu hilang di tengah persiapan pesta ini.”Rani menepuk bahu Nanda dengan lucu. “Itu bukan drama, itu... ketegangan yang bikin greget!”Di sisi lain, teman-teman mereka tertawa melihat interaksi itu. Ada yang berbisik, ada yang saling menggoda, menciptakan suasana penuh canda dan hangat.Ratna dan Arga b
Bab 140 “Ratna... kita tidak punya banyak waktu!” teriak Arga, suara penuh ketegangan namun sarat keberanian. Matanya menatap pusaran energi gelap yang kini mendekat dengan cepat, siap menghancurkan segala yang menghalangi.Ratna menggenggam tangannya erat, jantungnya berdegup kencang. “Aku... aku siap, Arga. Bersama... kita bisa menghadapinya.”Singa Putih berdiri di belakang mereka, bulunya bercahaya lebih terang dari sebelumnya. Suaranya bergema di seluruh dimensi.“Ini adalah ujian terakhir. Pewaris utama, hati dan keberanianmu akan menentukan nasib hidup, dan Penjaga... kau harus membuktikan kesetiaanmu.”Arga menundukkan kepala, menempelkan keningnya ke Ratna. “Aku tidak akan membiarkanmu jatuh. Tidak sekarang, tidak nanti. Bersama... selamanya.”Ratna tersenyum tipis meski hatinya bergetar. “Kalau begitu... ayo kita lakukan.”Mereka melangkah ke pusat pusaran cahaya, dan dunia di sekeliling berubah drastis lantai memantulkan cahaya kristal cair, langit-langit berubah menjadi
Bab 139 “Ratna... apakah kau siap menghadapi yang paling sulit?” suara Arga terdengar tegang, tapi sarat dengan keyakinan. Matanya menatap Ratna seolah ingin menyalurkan seluruh keberaniannya ke dalam hati perempuan itu.Ratna menatap pusaran cahaya di depan mereka, dadanya berdebar kencang. “Aku... aku tidak tahu seberapa kuat aku. Tapi... selama kau di sini, aku bisa menghadapi apapun.”Singa Putih berdiri di samping mereka, tubuhnya bercahaya putih keemasan, menimbulkan getaran energi yang membuat lantai berkilau seperti air. “Inilah ujian terakhir. Pewaris utama harus melewati segel terakhir dan menghadapi pilihan yang menentukan kehidupan bukan hanya dirinya, tapi orang-orang yang dicintainya. Penjaga, kau juga diuji oleh ikatanmu dengan pewaris.”Arga menatap Ratna lebih erat, menundukkan kepalanya hingga kening mereka bersentuhan. “Aku tidak akan pernah membiarkanmu sendiri. Tidak sekarang, tidak nanti.”Ratna tersenyum tipis, meski hatinya masih dipenuhi campuran takut dan
Bab 138 “Ratna... kau yakin kita harus masuk?” Arga menatap pusaran cahaya di hadapan mereka, wajahnya tegang namun mata memancarkan keyakinan.Ratna mengangguk, meski tubuhnya masih sedikit gemetar. “Aku tidak punya pilihan lain. Kalau ini jalan untuk menjadi pewaris utama… aku harus menghadapinya. Bersama... kau.”Singa Putih berdiri tegak di belakang mereka, bulunya memancarkan cahaya lembut namun tegas. “Langkah kalian ke dalam segel adalah awal dari ujian terbesar. Hati yang goyah akan runtuh, namun yang tulus akan menemukan kebenaran.”Arga menggenggam tangan Ratna lebih erat. “Aku tidak akan melepaskanmu. Sekuat apapun ujian itu.”Ratna tersenyum tipis, pandangannya memantul di pusaran cahaya. “Aku tahu... dan itu membuatku kuat.”Dengan satu langkah mantap, mereka melangkah ke dalam pusaran. Seketika, dunia di sekeliling mereka berubah. Cahaya putih melingkupi tubuh Ratna dan Arga, membelai kulit mereka dengan sensasi hangat yang menenangkan sekaligus membuat jantung berdebar
Bab 137 “Kehidupan...?” Ratna mengulang kata itu pelan, suaranya bergetar, masih tercampur rasa takut dan kagum. Tubuhnya menegang saat cahaya Singa Putih berpendar lembut di sekeliling mereka.Arga menatap Ratna, wajahnya tegang. “Kehidupan siapa yang... yang harus dikorbankan?” napasnya tersengal, tetapi matanya tak lepas dari Ratna.Singa Putih menundukkan kepala, bulunya berkilau seperti salju yang berlapis cahaya emas. Suaranya bergema, berat, tapi jelas. “Yang dipertaruhkan adalah inti kehidupan pewaris utama. Pilihan ini tak dapat dihindari. Saatnya akan datang.”Ratna menggenggam tangan Arga erat, jantungnya berdebar tak menentu. “Arga... maksudnya aku akan diuji?”Arga menunduk, menempelkan keningnya ke Ratna. “Apa pun yang terjadi... aku di sini. Kau tidak sendiri.”Singa Putih berputar mengelilingi mereka, matanya bercahaya tajam, mengamati. “Kalian akan menghadapi sesuatu yang tidak pernah dibayangkan ketakutan, kesedihan, pengorbanan. Namun kekuatanmu, Ratna... akan mun
Bab 136“Ke mana?” suara Ratna keluar lirih, terputus oleh napas yang belum stabil.Singa Putih berdiri hanya beberapa langkah dari mereka, cahaya lembutnya berpendar di tubuh yang besar dan transparan. Lorong yang sebelumnya gelap kini diterangi aura keemasan yang menenangkan sekaligus membuat bulu kuduk berdiri.Arga memegang lengan Ratna, menahan tubuhnya agar tetap tegak.“Kalau kau pergi, aku ikut,” ucap Arga tegas, tatapannya tak bergeser dari makhluk megah itu.Singa Putih menoleh pelan, matanya yang berpendar seperti bara putih menatap Arga sejenak seolah menilai keberanian dan keteguhan hatinya.Lalu, suara bergemuruh itu kembali terdengar.“Ia datang sendiri. Namun jalanmu bersinggungan, Penjaga.”Arga mengerutkan kening. “Penjaga? Maksudmu apa?”Ratna menyentuh dada Arga, seolah menenangkannya.“Arga... mungkin ini tentang garis takdir yang dia maksud.”Singa Putih menggerakkan ekornya perlahan, dan aura kehangatan menyelimuti mereka.“Ikuti aku, Ratna.”Lorong bergetar per







