Share

Ujian Pertama

Author: YANN
last update Last Updated: 2025-10-21 19:57:48

BAB 2

“Kak... apa kita benar-benar harus pergi?” suara Rani lirih, nyaris seperti bisikan.

Ratna menarik napas dalam. “Iya, Rani. Kalau kita bertahan, mereka akan datang lagi. Kita tidak boleh jadi korban berikutnya.”

Di samping mereka, Singa Putih berjalan dalam wujud manusia berzirah putih. Hanya Ratna yang bisa melihatnya bagi Rani, kehadirannya hanyalah hembusan angin dingin yang mengikuti sepanjang jalan.

Matahari mulai merangkak naik. Jalan menuju kota sepi, hanya ditemani suara burung hutan dan desir dedaunan. Namun, sesekali Ratna merasakan bulu kuduknya meremang. Ada sesuatu yang mengikuti dari kejauhan.

Ia berhenti sejenak, menoleh ke arah pepohonan. “Tidak... tidak apa-apa,” katanya cepat ketika Rani bertanya. Tapi hatinya gelisah.

Singa Putih mendekat, suaranya rendah dan dalam.

“Mereka mulai bergerak. Sekte itu tidak akan tinggal diam setelah gagal mendapatkanmu.”

Ratna mengepalkan tangan. “Kalau begitu, biar mereka tahu… aku tidak akan mundur.”

Perjalanan panjang akhirnya membawa mereka ke pinggiran kota. Suara kendaraan, hiruk-pikuk manusia, dan aroma makanan jalanan seolah menjadi dunia lain yang sama sekali tidak tahu tragedi berdarah di kampung mereka.

“Kak, kita benar-benar sampai...” ucap Rani pelan.

Ratna mengangguk. “Sekarang kita harus menemukan sahabat ayah.”

Singa Putih menatap lurus ke depan.

“Namanya Surya. Ia pemilik perguruan kecil di kota ini. Orang yang bisa dipercaya.”

Tak lama, mereka tiba di depan sebuah bangunan sederhana bercat putih kusam. Di papan kayu tertulis Perguruan Surya Dharma. Suara bambu beradu dan teriakan orang berlatih terdengar dari dalam.

Ratna mengetuk pintu. Seorang lelaki berusia separuh baya muncul tubuh tegap, mata tajam namun hangat.

“Ratna...? Kau anaknya Arman, bukan?” suaranya bergetar.

Ratna menunduk. “Iya, Pak. Saya Ratna. Ini adik saya, Rani.”

Pak Surya menatap mereka lama, lalu menghela napas berat. “Astaga... wajahmu mirip sekali dengan ayahmu. Masuklah.”

Di ruang dalam perguruan, Ratna menceritakan semuanya pembantaian di kampung, sekte berjubah hitam, dan sosok Singa Putih yang kini menjadi penuntunnya. Rani sesekali menangis di sampingnya.

Pak Surya terdiam lama, lalu menatap gelang perak di tangan Ratna. Matanya membelalak.

“Jadi benar... pusaka itu jatuh padamu.”

“Pak, apa Bapak tahu tentang gelang ini?” tanya Ratna bingung.

Pak Surya menatap gelang itu lama, seolah menatap masa lalu.

“Itu Gelang Wira Pradana pusaka leluhurmu. Di dalamnya bersemayam khodam Singa Putih, jenderal gaib yang dulu memimpin perang melawan Raja Jin.”

Ratna tercekat. Kata-kata itu seperti membuka pintu dunia baru yang tak pernah ia bayangkan.

“Jadi semua ini... benar?”

“Benar, Ratna. Dan kau, kau adalah pewarisnya. Takdir itu tak bisa kau hindari.”

Langkah kaki terdengar dari luar. Seorang pemuda masuk, keringat membasahi wajahnya. Tubuh tegap, mata tajam, tapi senyum ramah.

“Pak, ada tamu?”

“Arga, kemari. Ini Ratna dan Rani anak sahabat lamaku.”

Pemuda itu tersenyum, menunduk sopan.

“Saya Arga. Senang bertemu kalian.”

Rani menunduk malu, sementara Ratna hanya mengangguk singkat. Duka di dadanya masih terlalu pekat untuk banyak bicara.

Pak Surya berkata, “Mereka akan tinggal di sini untuk sementara. Mulai besok, bantu mereka berlatih. Dunia gaib yang dulu hanya legenda kini nyata kembali.”

Arga menatap Ratna serius, seolah bisa membaca luka di matanya.

“Baik, Pak. Saya akan membantu.”

Malam menjelang. Ratna duduk di beranda perguruan, menatap langit bertabur bintang. Udara kota tak sepekat kabut kampung, tapi kekosongan di hatinya tetap sama.

Singa Putih berdiri di sampingnya, wujudnya samar disinari bulan.

“Bagaimana rasanya, pewarisku?”

Ratna terdiam. “Seperti... dilempar ke dunia yang bukan milikku. Aku hanya ingin bekerja, membantu orang tua, membiayai Rani. Tapi sekarang...”

“Sekarang kau ditakdirkan untuk lebih dari itu,” potong Singa Putih tenang.

“Takdir seorang pewaris bukan untuk lari, tapi untuk berdiri.”

Ratna menatap gelang di tangannya. Cahaya samar berdenyut lembut, seolah merespons kata-kata itu. Api kecil mulai menyala dalam hatinya.

Pagi berikutnya, halaman perguruan dipenuhi suara hentakan kaki.

“Hari ini latihan pertama,” ujar Arga dengan senyum tipis.

“Kalian harus siap menghadapi apa pun.”

Ratna dan Rani mengikuti gerakannya. Nafas mereka berat, tubuh lelah, tapi semangatnya membara. Di sela latihan, Ratna mendengar suara Singa Putih di benaknya.

“Rasakan aliran energimu. Gelang itu hidup. Kendalikan dengan hatimu.”

Saat ia memusatkan konsentrasi, gelang di tangannya tiba-tiba berpendar terang. Suara lirih menggema di telinganya.

“Bangkitkan kekuatanmu, pewaris... ujianmu baru dimulai.”

Tubuh Ratna bergetar. Ia tahu ini bukan sekadar latihan biasa. Ada sesuatu yang lebih besar sedang bangkit.

Usai latihan, Pak Surya membawa mereka ke ruangan tersembunyi di balik rak kayu. Di dalamnya tersimpan naskah kuno, senjata, dan lukisan peperangan gaib masa lalu.

“Ratna, semua ini warisan leluhurmu. Sekarang tanggung jawab itu di pundakmu.”

Ratna menatap pedang dan naskah di depannya. Rasa takut, sedih, dan tekad bercampur jadi satu.

“Bagaimana aku bisa menguasainya, Pak?”

“Dengan disiplin dan doa,” jawab Pak Surya. “Gelangmu akan menuntun, khodammu akan membimbing. Tapi arah tetap ditentukan hatimu.”

Singa Putih menambahkan dengan nada tegas,

“Setiap langkahmu membentuk takdir. Sekali lengah, sekte itu akan menuntut darah lagi.”

Ratna menunduk, matanya berkilat tekad. Ia tahu, jalan ini tak bisa diputar balik.

Malam itu, Ratna bermimpi. Ia berdiri di tengah hutan berkabut, dan di hadapannya muncul sosok leluhur berzirah putih dengan mata menyala lembut.

“Pewarisku, darahmu membawa garis kami. Jangan biarkan ketakutan menguasai. Kekuatanmu lahir dari keberanian dan cinta.”

Ratna menatapnya penuh air mata. “Aku takut tidak cukup kuat.”

“Kekuatan bukan otot atau pedang, tapi hatimu sendiri. Bangkitlah, pewaris kami.”

Energi hangat mengalir melalui tubuh Ratna. Ia terbangun dengan napas terengah, gelangnya berpendar lembut. Singa Putih berdiri di sisinya.

“Sekarang kau mulai mengerti,” ucapnya. “Kekuatanmu bangkit, dan musuhmu pun demikian. Bersiaplah.”

Di atas atap kota, bayangan berjubah hitam berdiri menatap ke arah perguruan. Matanya menyala merah.

“Pewarisku sudah berada di kota,” bisiknya pelan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Sang Pewaris Leluhur   Cinta, Tawa, Dan Kehangatan

    Epilog Hari itu, udara cerah, matahari hangat menyelimuti halaman tempat Ratna dan Arga mengadakan pernikahan mereka. Bunga-bunga berwarna-warni tertata rapi, dan aroma harum memenuhi seluruh ruangan.“Sayang, kamu terlihat… luar biasa,” bisik Arga, menggenggam tangan Ratna sambil tersenyum malu.Ratna menatapnya, pipinya memerah. “Kalau aku terlihat luar biasa, itu karena aku tidak perlu menahan diri di depanmu, mas.” jawabnya sambil menahan tawa.Sementara itu, Rani berdiri di dekat Nanda, tersenyum lebar. “Aku tidak percaya akhirnya kita menikah juga... dan tanpa drama besar!”Nanda mengangkat alis, pura-pura mengeluh. “Drama? Tidak ada drama? Jangan salah, aku sempat panik waktu kamu hilang di tengah persiapan pesta ini.”Rani menepuk bahu Nanda dengan lucu. “Itu bukan drama, itu... ketegangan yang bikin greget!”Di sisi lain, teman-teman mereka tertawa melihat interaksi itu. Ada yang berbisik, ada yang saling menggoda, menciptakan suasana penuh canda dan hangat.Ratna dan Arga b

  • Dendam Sang Pewaris Leluhur   Pengorbanan, Segel, Dan Cinta Sejati

    Bab 140 “Ratna... kita tidak punya banyak waktu!” teriak Arga, suara penuh ketegangan namun sarat keberanian. Matanya menatap pusaran energi gelap yang kini mendekat dengan cepat, siap menghancurkan segala yang menghalangi.Ratna menggenggam tangannya erat, jantungnya berdegup kencang. “Aku... aku siap, Arga. Bersama... kita bisa menghadapinya.”Singa Putih berdiri di belakang mereka, bulunya bercahaya lebih terang dari sebelumnya. Suaranya bergema di seluruh dimensi.“Ini adalah ujian terakhir. Pewaris utama, hati dan keberanianmu akan menentukan nasib hidup, dan Penjaga... kau harus membuktikan kesetiaanmu.”Arga menundukkan kepala, menempelkan keningnya ke Ratna. “Aku tidak akan membiarkanmu jatuh. Tidak sekarang, tidak nanti. Bersama... selamanya.”Ratna tersenyum tipis meski hatinya bergetar. “Kalau begitu... ayo kita lakukan.”Mereka melangkah ke pusat pusaran cahaya, dan dunia di sekeliling berubah drastis lantai memantulkan cahaya kristal cair, langit-langit berubah menjadi

  • Dendam Sang Pewaris Leluhur   Segel Terakhir Dan Pilihan Pengorbanan

    Bab 139 “Ratna... apakah kau siap menghadapi yang paling sulit?” suara Arga terdengar tegang, tapi sarat dengan keyakinan. Matanya menatap Ratna seolah ingin menyalurkan seluruh keberaniannya ke dalam hati perempuan itu.Ratna menatap pusaran cahaya di depan mereka, dadanya berdebar kencang. “Aku... aku tidak tahu seberapa kuat aku. Tapi... selama kau di sini, aku bisa menghadapi apapun.”Singa Putih berdiri di samping mereka, tubuhnya bercahaya putih keemasan, menimbulkan getaran energi yang membuat lantai berkilau seperti air. “Inilah ujian terakhir. Pewaris utama harus melewati segel terakhir dan menghadapi pilihan yang menentukan kehidupan bukan hanya dirinya, tapi orang-orang yang dicintainya. Penjaga, kau juga diuji oleh ikatanmu dengan pewaris.”Arga menatap Ratna lebih erat, menundukkan kepalanya hingga kening mereka bersentuhan. “Aku tidak akan pernah membiarkanmu sendiri. Tidak sekarang, tidak nanti.”Ratna tersenyum tipis, meski hatinya masih dipenuhi campuran takut dan

  • Dendam Sang Pewaris Leluhur   Segel Yang Menguji Hati

    Bab 138 “Ratna... kau yakin kita harus masuk?” Arga menatap pusaran cahaya di hadapan mereka, wajahnya tegang namun mata memancarkan keyakinan.Ratna mengangguk, meski tubuhnya masih sedikit gemetar. “Aku tidak punya pilihan lain. Kalau ini jalan untuk menjadi pewaris utama… aku harus menghadapinya. Bersama... kau.”Singa Putih berdiri tegak di belakang mereka, bulunya memancarkan cahaya lembut namun tegas. “Langkah kalian ke dalam segel adalah awal dari ujian terbesar. Hati yang goyah akan runtuh, namun yang tulus akan menemukan kebenaran.”Arga menggenggam tangan Ratna lebih erat. “Aku tidak akan melepaskanmu. Sekuat apapun ujian itu.”Ratna tersenyum tipis, pandangannya memantul di pusaran cahaya. “Aku tahu... dan itu membuatku kuat.”Dengan satu langkah mantap, mereka melangkah ke dalam pusaran. Seketika, dunia di sekeliling mereka berubah. Cahaya putih melingkupi tubuh Ratna dan Arga, membelai kulit mereka dengan sensasi hangat yang menenangkan sekaligus membuat jantung berdebar

  • Dendam Sang Pewaris Leluhur   Segel Kehidupan

    Bab 137 “Kehidupan...?” Ratna mengulang kata itu pelan, suaranya bergetar, masih tercampur rasa takut dan kagum. Tubuhnya menegang saat cahaya Singa Putih berpendar lembut di sekeliling mereka.Arga menatap Ratna, wajahnya tegang. “Kehidupan siapa yang... yang harus dikorbankan?” napasnya tersengal, tetapi matanya tak lepas dari Ratna.Singa Putih menundukkan kepala, bulunya berkilau seperti salju yang berlapis cahaya emas. Suaranya bergema, berat, tapi jelas. “Yang dipertaruhkan adalah inti kehidupan pewaris utama. Pilihan ini tak dapat dihindari. Saatnya akan datang.”Ratna menggenggam tangan Arga erat, jantungnya berdebar tak menentu. “Arga... maksudnya aku akan diuji?”Arga menunduk, menempelkan keningnya ke Ratna. “Apa pun yang terjadi... aku di sini. Kau tidak sendiri.”Singa Putih berputar mengelilingi mereka, matanya bercahaya tajam, mengamati. “Kalian akan menghadapi sesuatu yang tidak pernah dibayangkan ketakutan, kesedihan, pengorbanan. Namun kekuatanmu, Ratna... akan mun

  • Dendam Sang Pewaris Leluhur   Panggilan Singa Putih

    Bab 136“Ke mana?” suara Ratna keluar lirih, terputus oleh napas yang belum stabil.Singa Putih berdiri hanya beberapa langkah dari mereka, cahaya lembutnya berpendar di tubuh yang besar dan transparan. Lorong yang sebelumnya gelap kini diterangi aura keemasan yang menenangkan sekaligus membuat bulu kuduk berdiri.Arga memegang lengan Ratna, menahan tubuhnya agar tetap tegak.“Kalau kau pergi, aku ikut,” ucap Arga tegas, tatapannya tak bergeser dari makhluk megah itu.Singa Putih menoleh pelan, matanya yang berpendar seperti bara putih menatap Arga sejenak seolah menilai keberanian dan keteguhan hatinya.Lalu, suara bergemuruh itu kembali terdengar.“Ia datang sendiri. Namun jalanmu bersinggungan, Penjaga.”Arga mengerutkan kening. “Penjaga? Maksudmu apa?”Ratna menyentuh dada Arga, seolah menenangkannya.“Arga... mungkin ini tentang garis takdir yang dia maksud.”Singa Putih menggerakkan ekornya perlahan, dan aura kehangatan menyelimuti mereka.“Ikuti aku, Ratna.”Lorong bergetar per

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status