Share

Bayangan Diatas Kota

Penulis: YANN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-21 20:04:41

BAB 4

“Ini baru permulaan,” bisik Ratna pelan. “Musuh belum menunjukkan kekuatannya.”

Ia menarik napas panjang, memejamkan mata, lalu melafalkan doa ringan. Dalam sekejap, Singa Putih muncul dalam wujud manusia tegap dengan mata tajam dan aura kepemimpinan yang kuat.

“Kalian harus fokus,” ujarnya tenang. “Pasukan bayangan akan menyerang kota malam ini. Aku akan membimbing Ratna, tapi kalian semua harus siap.”

Ratna mengangguk. Mereka duduk bersila, menyusun strategi.

Ratna memimpin di garis depan, Arga dan Nanda menjaga sayap kiri-kanan, sementara Rani bertugas melindungi warga dan memulihkan energi jika diperlukan.

Singa Putih menatap langit malam. “Jangan anggap remeh. Ini hanya ujian kecil. Tapi aku bisa merasakan mereka terhubung dengan dalang besar di balik tirai kegelapan. Kalian harus bertahan sampai fajar.”

Suara gemuruh tiba-tiba terdengar dari kejauhan.

Bayangan-bayangan gelap meluncur di antara jalan, menyerupai sosok humanoid dengan mata merah menyala. Mereka menebar teror, menumbangkan tiang, menjerumuskan manusia ke dalam kekacauan.

“Mereka datang!” seru Arga, mengangkat tombaknya yang bercahaya putih.

Ratna memutar pedangnya, menciptakan lingkaran cahaya yang menahan sebagian makhluk gelap itu. “Jangan biarkan mereka menembus ke pusat kota! Warga harus aman!”

Nanda melancarkan mantra penghalang. Cahaya biru membentuk dinding tipis di sekitar mereka. Rani berlari menolong warga yang panik, menenangkan sekaligus menarik mereka menjauh dari bahaya.

Satu makhluk gelap melompat ke arah Ratna. Tubuhnya seperti kabut padat dengan cakar tajam. Benturan pertama membuat pedang Ratna bergetar.

Ia menahan napas, memusatkan energi gelang. Cahaya di pedangnya menyala terang, menebas makhluk itu hingga berubah jadi asap hitam.

Namun asap itu disedot oleh bayangan yang lebih besar di belakangnya.

“Mereka tak datang sendirian,” desis Ratna.

Singa Putih menepuk bahunya. “Tenanglah, Pewarisku. Gunakan gabungan doa dan pedang. Jangan biarkan takut menguasaimu.”

Ratna mengangguk. Makhluk lain datang lagi, lebih besar, dengan wajah menyeramkan dan aura dingin menekan. Ia memutar pedang, menebas cepat, tapi tubuhnya mulai lelah. Energinya terkuras, napas memburu.

Arga dan Nanda menyerang dari sisi lain. “Jangan mundur! Kita bertahan untuk warga!”

Sementara itu, Rani mengangkat tangannya, mengucap doa. Cahaya putih keluar dari telapak tangannya, melindungi seorang warga dari serangan jin kecil. Ia berhasil, tapi wajahnya pucat.

Ratna menatap pedangnya. Tubuhnya gemetar, tapi ia menolak menyerah. Ia menarik napas panjang, merasakan denyut gelang di pergelangan.

“Bangkitkan energi leluhurmu,” bisik Singa Putih. “Percayalah pada dirimu.”

Cahaya dari gelang menyebar ke seluruh tubuhnya, lalu ke pedang. Dengan satu ayunan kuat, Ratna menciptakan gelombang cahaya yang menyingkirkan banyak makhluk sekaligus.

Namun di kejauhan, sosok berjubah hitam berdiri di atas gedung tinggi. Matanya merah, senyumnya dingin.

“Pewarisku akhirnya bergerak. Bagus... tapi malam ini, aku kirimkan Tangan Kanan Raja Jin.”

Bayangan tebal turun menutupi kota. Di langit, sosok tinggi dengan jubah berkibar muncul, matanya merah menyala. Aura gelapnya begitu kuat hingga udara di sekitar perguruan terasa berat.

Ratna menatap sosok itu tanpa berkedip. “Jadi kau dalangnya?”

Suara serak menggema dari atas. “Aku adalah Tangan Kanan Raja Jin. Malam ini, kau akan merasakan ketakutan sejati.”

Sekejap kemudian, ribuan bayangan kecil meluncur ke arah perguruan. Angin berputar, jeritan terdengar di penjuru kota.

“Pertahankan formasi!” seru Ratna. “Aku akan hadapi pusat bayangan itu!”

Singa Putih berdiri di sisinya, wujudnya setengah cahaya. “Fokus pada doa dan kendali batin. Jangan biarkan amarah memimpin.”

Ratna mengangguk. Saat Tangan Kanan melesat ke arahnya, pedang cahaya memancarkan sinar putih yang menahan sebagian serangan. Tapi sebagian menembus, melukai lengannya.

“Bismillahirrahmanirrahim...” desis Ratna pelan.

Pedangnya berpendar kuat, menciptakan dinding cahaya yang mementalkan beberapa bayangan. Arga dan Nanda ikut menyerang, sementara Rani membantu warga di sisi lain.

Namun Tangan Kanan tersenyum dingin, menghilang lalu muncul di belakang Ratna. Serangan tiba-tiba memaksanya berbalik cepat.

“Hahaha... kau hanya pewaris setengah matang,” ejeknya.

Ratna terhuyung, darah menetes di lengan. Tapi Singa Putih menepuk bahunya. “Fokus. Rasakan darah leluhurmu mengalir. Kau tak sendiri.”

Ratna menutup mata sejenak, lalu memusatkan seluruh energi dan doa. Gelang Wira Pradana berpendar hebat, pedangnya menyatu dengan aura tubuhnya.

Ia membuka mata dengan tatapan tajam. “Aku pewaris darah leluhur! Aku tidak akan tunduk!”

Satu tebasan kuat memecah udara. Cahaya dan kegelapan bentrok keras.

DUARR!!

Ledakan cahaya memantul ke langit, membuat seluruh kota berguncang. Sebagian bayangan lenyap, sebagian masih berputar di sekitar perguruan.

Di kejauhan, Tangan Kanan Raja Jin tersenyum. “Bagus… ternyata kau bukan pewaris lemah. Tapi malam ini baru permulaan.”

Ratna menggenggam pedangnya lebih erat. Napasnya berat, tapi matanya membara. Ia tahu, pertempuran sebenarnya baru dimulai.

“Malam ini baru permulaan.” Suara dingin itu menggema di udara, dan Ratna menatap langit gelap di atas perguruan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dendam Sang Pewaris Leluhur   Gerbang Kegelapan

    BAB 9 “Kutukan ini akan mengikatmu, pewaris... sampai darahmu sendiri menolakmu.”Ratna meringis. Lengan kanannya berdenyut, tepat di bawah gelang pusaka. Luka hitam di sana membara, seolah ada ular berbisa yang menggeliat di bawah kulit, menyuntikkan racun ke dalam darahnya.“Kak... apa lagi ini?” suara Rani bergetar, panik.Gadis itu menggenggam tangan kakaknya erat-erat, wajahnya pucat.“Kenapa lukanya makin hitam? Kak, ini menakutkan...”Ratna mencoba tersenyum, meski wajahnya menahan sakit.“Kakak baik-baik saja. Jangan khawatir, Ran.”Arga dan Nanda saling berpandangan. Keduanya tahu, ini bukan sakit biasa. Udara di kamar pondok mendadak dingin, hawa tak kasatmata terasa menyelusup.Tok... tok... tok...Arga segera membuka pintu. Sosok berwibawa dengan sorban putih berdiri di sana. Wajahnya teduh, namun auranya begitu kuat. Dialah Kiai Karim, guru besar pondok itu orang yang jarang muncul kecuali untuk urusan luar biasa.“Assalamualaikum,” suaranya dalam dan tenang.“Wa’alaiku

  • Dendam Sang Pewaris Leluhur   Kutukan Darah Pewaris

    BAB 9 “Alhamdulillah... kalian kembali,” ujarnya lirih, lalu menuntun mereka masuk ke ruang pengobatan sederhana.Namun ketika hendak memeriksa, Ratna meringis kesakitan.Dari lengannya, tepat di bawah gelang pusaka, tampak sebuah tanda hitam berputar seperti bara api merayap di kulit. Aroma belerang bercampur darah menguar.“Subhanallah…” desah Kiai Jalal.“Ini bukan luka biasa. Ini kutukan gaib... balasan dari Ki Sura sebelum ajalnya.”Rani menahan tangis, menggenggam tangan kakaknya erat.“Tidak, Kak... jangan-jangan itu bisa membunuhmu?”Ratna tersenyum samar walau wajahnya menahan sakit.“Aku masih bisa menahannya. Selama gelang ini bersinar, aku belum kalah.”Namun jauh di dalam hati, Ratna tahu rasa sakit itu bukan sekadar luka.Ada tangan-tangan gaib yang perlahan mencoba menarik jiwanya ke kegelapan.Di luar pondok, warga yang selamat berkumpul. Tangisan terdengar di mana-mana.Ada yang kehilangan ayah, ada yang kehilangan anak, ada yang kehilangan dirinya sendiri karena ker

  • Dendam Sang Pewaris Leluhur   Bayangan Dibalik Cahaya

    BAB 7Di sisinya, Arga memeriksa ujung tombaknya yang retak.“Pedangmu masih menyala, Ratna. Tapi cahayanya... sedikit redup.”Ratna menatap gelang pusaka di pergelangannya. Cahaya itu berdenyut pelan, seolah ikut merasakan lelahnya sang pewaris.“Aku bisa merasakannya. Energi gelang ini seperti menunggu sesuatu... mungkin ujian baru.”Singa Putih muncul dari kabut dalam wujud manusia tegap.Aura suci di sekitarnya bergetar lembut, membuat angin berhenti sejenak.“Pewarisku,” ujarnya pelan, “malam ini bukan tentang pertempuran. Ini tentang keseimbangan batin. Kau harus memurnikan hatimu, atau gelang itu akan menolakmu.”Ratna menarik napas panjang.Ia tahu maksudnya bukan sekadar meditasi. Ini ujian spiritual antara terang dan bayangan di dalam dirinya sendiri.Beberapa jam kemudian, di aula utama perguruan yang kini sepi, Ratna duduk bersila di tengah lingkaran simbol leluhur.Lilin-lilin menyala di sekelilingnya, menebarkan cahaya lembut.Singa Putih berdiri menjaga di sisi, sementa

  • Dendam Sang Pewaris Leluhur   Tanda Dari Langit

    BAB 6“Kau tidak tidur semalaman lagi?” suara Arga terdengar dari belakang, lembut namun penuh khawatir.Ratna menoleh, menatap sahabatnya itu sambil tersenyum tipis.“Aku tidak bisa tidur. Setiap kali memejamkan mata, aku mendengar langkah-langkah... seperti seseorang berjalan di sekeliling pondok.”Arga menghela napas, lalu duduk di sampingnya. “Mungkin hanya perasaanmu. Setelah apa yang terjadi, wajar kalau kau masih gelisah.”Ratna tidak menjawab. Ia tahu suara itu nyata langkah yang berat, berirama, seperti milik prajurit yang sedang berbaris.Siang itu, Kiai Jalal memanggil mereka ke balai tengah. Beberapa murid perguruan lain sudah berkumpul, wajah mereka masih dipenuhi kelelahan dan sisa takut dari malam-malam sebelumnya.Di hadapan mereka, Kiai Jalal menancapkan sebatang tongkat kayu ke tanah. Ujungnya bergetar, lalu muncul cahaya samar dari tanah membentuk pola lingkaran yang bercahaya biru.“Anak-anakku... pertempuran belum selesai. Apa yang terjadi malam itu hanyalah awal.

  • Dendam Sang Pewaris Leluhur   Ujian Malam Terakhir

    BAB 5 “Ini ujian terakhirmu malam ini, Pewarisku.” Suaranya berat dan dalam. “Kau akan menghadapi Tangan Kanan Raja Jin. Ini bukan sekadar pertarungan fisik tapi juga pertarungan batin. Fokuslah pada kekuatan leluhurmu.”Ratna mengangguk. Ia tahu, malam ini akan menentukan seberapa jauh ia mampu mengendalikan gelang pusaka.Dari balik kabut, muncullah sosok tinggi berjubah hitam. Matanya merah membara, dan aura gelap yang menyelimutinya membuat udara terasa berat.“Kau pewaris yang ditakuti itu? Menarik. Tapi malam ini, cahaya akan padam di hadapanku.”Suara itu menggema, membuat bulu kuduk berdiri.Ratna menggenggam pedangnya lebih erat. “Aku tidak akan mundur. Aku pewaris leluhur, dan aku akan menuntaskan sumpah darah ini.”Seketika, Tangan Kanan Raja Jin melesat cepat. Serangan gaibnya menghantam udara.DUAKK!Benturan keras memecah keheningan. Ratna menangkis dengan pedang cahaya, tapi tubuhnya terpental, hampir jatuh.“Fokus, Ratna! Jangan biarkan amarah menguasaimu!” seru Sing

  • Dendam Sang Pewaris Leluhur   Bayangan Diatas Kota

    BAB 4 “Ini baru permulaan,” bisik Ratna pelan. “Musuh belum menunjukkan kekuatannya.” Ia menarik napas panjang, memejamkan mata, lalu melafalkan doa ringan. Dalam sekejap, Singa Putih muncul dalam wujud manusia tegap dengan mata tajam dan aura kepemimpinan yang kuat. “Kalian harus fokus,” ujarnya tenang. “Pasukan bayangan akan menyerang kota malam ini. Aku akan membimbing Ratna, tapi kalian semua harus siap.” Ratna mengangguk. Mereka duduk bersila, menyusun strategi. Ratna memimpin di garis depan, Arga dan Nanda menjaga sayap kiri-kanan, sementara Rani bertugas melindungi warga dan memulihkan energi jika diperlukan. Singa Putih menatap langit malam. “Jangan anggap remeh. Ini hanya ujian kecil. Tapi aku bisa merasakan mereka terhubung dengan dalang besar di balik tirai kegelapan. Kalian harus bertahan sampai fajar.” Suara gemuruh tiba-tiba terdengar dari kejauhan. Bayangan-bayangan gelap meluncur di antara jalan, menyerupai sosok humanoid dengan mata merah menyala. Mereka men

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status