"Den Ayu?" ujar Ningsih.
Sosok itu pun menghilang.* * *_Juni 2020_"Aaaah, tolong ... "Rendra segera berlari menuju arah suara itu. Tampak olehnya seorang lelaki berseragam SMA berada di tengah kebun jagung miliknya."Kamu siapa? Kenapa kamu ada di kebun jagungku sore begini?" tanya Rendra.Lelaki itu membantu anak SMA itu berdiri."Saya Adnan, Mas. Asal saya dari Desa Dukuh Seribu, di Kota Kijang ini, saya sekolah," jawab Adnan.Rendra melihat saku di dada kiri lelaki itu sedikit terkoyak, dan terdapat lima buah titik hitam seperti terkena sejenis benda tajam.Melihat Rendra memperhatikan dada kirinya, Adnan pun melihat ke arah yang sama. Lelaki itu terkejut melihat tanda itu. Lalu menatap Rendra."Apa yang kau lakukan? Apa yang terjadi? Ayo ku antar pulang, sebentar lagi maghrib. Ceritakan di perjalanan," desak Rendra.Anak muda itu pun mengikuti langkah Rendra dan duduk di belakangnya."Tadi sepulang sekolah, ada wanita cantik dengan wajah pucat Mas, lalu mengajakku pergi. Tiba-tiba saja sudah berada di kebun ini, dia terlihat marah dan memegang dadaku seakan ingin mengoyak, aku berteriak, tiba-tiba saja dia menghilang," tutur Adnan."Lalu, di mana kamu tinggal?" tanya Rendra."Di rumah kos Ibu Ratri," sahutnya.Rendra pun mengantar lelaki itu menuju tempat kosnya.Adnan pun mengucapkan terima kasih, lalu menuju kamar kosnya. Belum jauh Rendra pergi, kembali terdengar teriakan.Renda kembali melajukan sepeda motornya ke arah di mana Adnan berada. Tampak Adnan kini mengambang dua jengkal dari lantai keramik."Kembang Wijaya, keluar!" titah lelaki itu.Telapak tangan kanannya berubah menjadi merah dan sebuah senjata keluar."Jangan ganggu dia setan laknat, hiaaaah!" hardik Rendra.Ningsih terpental dan memuntahkan darah dua teguk."Kurang ajar! Berani kau menentangku." Bentak Ningsih dan menyerang Rendra.Rendra menangkis serangannya dan senjatanya mengenai bahu Ningsih.Ningsih menjerit melengking, bahu dan seluruh tubuhnya terasa panas, kemudian menghilang dari hadapan mereka berdua."Adnan? Kamu tidak apa-apa?" tanya Rendra.Lelaki bernama Adnan itu hanya menatapnya kosong, lalu menjerit ketakutan, begitu seterusnya.Di tengah kebingungan, Sari pun datang. Gadis itu terkejut melihat adik sahabatnya dengan kondisi seperti itu.Rendra pun menjelaskan keadaan Adnan dari awal pertemuan mereka."Besok saya bawa pulang saja Mas, berobat kampung. Mbahnya seorang dukun hebat, maaf sudah merepotkan," ujar Sari.Adnan pun di temani oleh penjaga kos hingga esok hari."Arrrrggggghhhh, sial! Mengapa aku bisa kalah dengan anak ingusan itu? Entah mengapa, ada rasa takut dan segan saat menghadapinya," gerundel Ningsih."Tentu saja kau akan kalah. Bahkan aku pun bisa kalah di tangannya. Lelaki itu adalah cucu turun dari Rahayu, pemilik pusaka Kembang Wijaya dan ilmu Tarung Iblis. Siapa saja yang berurusan dengannya, pasti mati. Jika kau mampu, bunuh dia," urai Jenggala Manik.Ningsih terdiam, setelah lebih sekian lama memburu dan membunuh demi dendamnya, sebagian ingatannya kini menghilang.Saat Manik Jenggala menyebut nama Rahayu, masih ada ingatan tentang nama itu, sosok dan juga kebaikannya. Wanita ningrat yang sangat baik serta lembut itu adalah sahabat terdekatnya.Ningsih pergi dari tempat persembunyiannya dan mencari keberadaan Renda. Terbit sebuah harapan untuknya.'Anak itu, pasti dia bisa memutus perjanjian ini. Cucu turun Den Ayu pasti bisa, aku harus meminta bantuannya, sebelum semua ingatanku hilang dan Manik Jenggala menguasai tubuhku,' pikirnya.Sesampainya di rumah Rendra yang besar dan megah, dengan model bangunan ratusan tahun itu, Ningsih tidak bisa masuk, tubuhnya selalu saja terpental dan melemah. Bau tubuhnya yang terbakar pun menguar."Sial! Aku tidak bisa masuk. Pagar rumah ini terlalu kuat, bahkan tidak bisa di tembus dengan kekuatan iblis milikku," dengus Ningsih.Rendra mendengar sesuatu terbakar dan seperti seseorang yang sedang menabrakkan dirinya ke dinding."Bau apa ini? Siapa yang berani menembus pagar rumah ini? Apakah sosok tadi?" tanya Rendra pada dirinya.Kembali Ningsih mencoba menembus pagar gaib rumah itu, kali ini terpental jauh dan bau hangus semakin menyengat.Wahini dan Wahiru adalah sepasang trisula kembar yang bisa berubah wujud menjadi apa saja sesuai kemauan mereka. Keduanya adalah benda yang ditaklukan Rendra dan bersumpah mengabdi kepadanya dan keturunannya. Tingkah mereka selalu saja konyol, namun, kekuatannya tidak bisa di anggap remeh. Usia mereka sudah lebih dari seribu tahun, tentu saja memiliki ilmu yang mumpuni. Trisula kembar yang berwujud pria sangat tampan itu kini berada tepat di depan Ningsih yang sedang merintih kesakitan.Sama sekali tidak ada niat dari keduanya untuk menolong Ningsih yang malang itu."Kakang, lihatlah benda itu, kasian sekali," ejek Wahiru."Kok benda? Itu kan ... Oh iya, kau benar, dia manusia bukan, arwah juga bukan tetapi memiliki kekuatan iblis. Lalu apa ya sebutan yang cocok?" hina Wahini, sambil bertanya.Kedua benda yang menjelma itupun mulai memperdebatkan tentang sebutan apa yang cocok. Tiba-tiba terdengar suara Rendra yang memanggil keduanya. Keduanya pun menghilang, meninggalkan Ningsih yang sedang mengumpat mereka."Ada apa, Tuan?" tanya Wahini dan Wahiru kompak."Apa yang terjadi di luar? Entah mengapa aku merasakan hawa yang aneh dari sesosok atau sesuatu," tanya Rendra. Wahini pun menjelaskan jika di luar sana ada sesuatu yang mencoba menerobos masuk, namun kini keadaannya terluka parah.Wahiru pun mengatakan jika yang sedang berada di luar itu adalah sosok yang terbuang. Yang berarti arwah bukan, manusia pun bukan. Hal ini bisa terjadi karena terikat perjanjian dengan iblis yang berakhir dengan hidup abadi karena iblis itu mengambil alih tubuhnya."Mengerikan sekali ... Bagaimana bisa seperti itu?" tanya Rendra."Tentu saja bisa, Tuan. Ini adalah ilmu yang sangat tua dan langka. Biasanya pelakunya akan menumbalkan orang yang disayangi tanpa disadarinya," terbagi Wahini.Sementara itu di luar, Ningsih memutar pikirannya dengan sisa ingatan yang ada di kepalanya itu. Lalu menyeringai licik saat sudah mendapatkan jalan keluar, sosok itu pun segera menghilang."Aku akan datang kembali, hahahaha," ujarnya. Suara tawa Ningsih yang melengking pun terdengar, memecah keheningan malam. Wahini dan Wahiru menggedikkan bahunya, Rendra menatap keduanya dengan heran. "Ada apa?""Sosok itu, katanya akan kembali," jawab Wahiru. Rendra menghela napasnya. Lalu beranjak menuju tempat tidur, trisula kembar pun segera menghilang. Lelaki itu memikirkan apa sebenarnya alasan sosok yang mengejar hingga ke rumahnya? Berbagai macam pertanyaan pun berputar di benaknya, hingga lelaki itu terlelap dan lupa membaca doa sebelum tidur. Angin bertiup semilir, gesekan daun dan ranting sesekali terdengar. Suara daun kering gugur tersapu angin pun terdengar seperti langkah tanpa wujud. "Hey, Kejam sekali kalian. Heeey!" teriak seorang lelaki mengigau. Sesosok putih berambut panjang dan acak-acakan pun mendekatkan wajahnya ke wajah lelaki yang sepertinya sedang bermimpi itu. "Semprul! Dasar setan, seenaknya aja nempelin muka di mukaku. Bukan mahram, pea. Ternoda sudah wajah tampanku," gerutu Rendra. Lelaki itu menggerutu sambil menampar sosok berambut panjang. Sosok itu pun terlempar dan menghilang di balik dinding. Rendra pun kini tidur menyamping dan meraih guling deng
Kedua mahluk berbeda jenis dan sering berkelahi itu pun, kini sibuk menyadarkan Rendra. Wajah Kunit tampak sedih saat memandang Rendra. "Kun ... Menurut mu, apakah sosok itu melihat kita?" tanya Posum cemas. "Pulihkan saja dulu kekuatan kita, baru kita pikirkan kemudian," sahut Kunit. Tiba-tiba, Kunit kini seperti transparan, Posum terkejut. Kunit memandang Posum dengan sedih. Lalu berpesan, agar menjaga Rendra sahabat mereka itu. "Katakan padanya, aku menyayanginya. Dia adalah manusia yang baik," pesan Kunit. Perlahan-lahan tubuhnya menghilang. Posum meraung keras melihat sahabatnya itu musnah. Mahluk itu sedih sekali kehilangan sahabatnya. Suaranya itulah membuat Rendra siuman. "Apa yang terjadi?" tanya Rendra. Posum menjelaskan, bahwa waktu itu Kunit melihat Rendra dalam bahaya. Mereka berdua berusaha untuk ikut ke alam di mana Ningsih membawa Rendra. Tanpa di sadari, usaha yang dilakukan Kunit untuk menolong Rendra, malah akan membuatnya musnah. "Jadi ... Sekarang Kunit
"Apa yang kau lakukan kepada anak cucu turun ku, Ningsih?" tanya seorang wanita.Suaranya menggema, diiringi angin kencang. "Ra-Rahayu?" sahut Ningsih, tampak ketakutan saat mendengar suara yang sangat dikenalnya itu. Muncul seorang wanita anggun. Berpakaian bangsawan Jawa di masa lampau. Angin kencang sama sekali tidak merusak penampilannya, hanya ujung bajunya saja yang sesekali berkibar pelan. Ningsih menundukkan kepalanya. Wanita yang bernama Rahayu itu pun mengibaskan tangan kirinya, hingga terlepaslah ikatan Ratri dari sebuah tiang kayu. Rendra berlari ingin menolong ibunya yang sudah pingsan, namun, Soleh sudah lebih dahulu menangkap tubuh bibinya itu. Lelaki itu menarik tangan Rendra dengan tangan kirinya lalu menghilang. "Maafkan aku, Den Ayu Rahayu. Cicit turun mu itu akan menganggu ku dalam membalas dendam. Aku tidak bermaksud menentang mu," urai Ningsih. "Gadis yang akan di selamatkan oleh Rendra adalah kunci untuk memutus perjanjianmu dengan iblis itu bukan? Bukankah
"Apa kau meragukan dirimu sendiri? Kau sudah memiliki anugerah itu sejak lahir. Sebaiknya kau asah," usul Soleh.Rendra pun mulai memikirkan usul sepupunya itu. Memang benar jika dirinya memang memiliki kelebihan yang tidak semua orang miliki, namun, dirinya masih saja takut jika ada penampakan tiba-tiba di depannya.Rasa takut dan menganggap itu tidak penting yang membuat lelaki itu malas untuk mengasah kemampuannya. Kini, wajahnya tampak serius, menimbang baik dan buruknya."Tak usah kau pikirkan rasa takutmu, itu hanya akan menghambat kemampuanmu saja," sambung Soleh.Rendra pun mengangguk, ucapan sepupunya itu benar. Rasa takutlah yang selama ini menghampiri."Baiklah, sepertinya nanti malam bisa kita coba," sahut Rendra.Soleh menghela napas lega. Akhirnya amanat dari leluhurnya itu bisa juga dilaksanakannya. Rendra tidak mengetahui hal itu, karena, Rahayu menitipkan Rendra kepada Soleh untuk mengasah kemampuannya. Wajah Soleh kini berbinar, senyum pun menghiasi wajahnya sekarang,
"Sssst ... Kamu denger suara?" tanya Rendra.Soleh menggeleng pelan."Katanya, pindahkan patung Harimau itu dari reruntuhan bangunan," ungkap Rendra.Soleh mengerutkan keningnya. Seharusnya perjalanan lintas alam kali ini hanya untuk latihan saja, tetapi, mengapa seperti tersirat sebuah pesan? Burung yang bisa berbicara, keadaan alam yang aneh, semua menimbulkan tanda tanya di benaknya. Rendra memandang sekitar, tangannya memegang lengan Soleh, seperti biasa, wajahnya ketakutan.Normalnya langit berwarna biru, tetapi itu tidak berlaku di alam yang sedang mereka kunjungi ini. Semua tampak putih, tak ada matahari, namun terang, kondisi udara lembab.'Mungkin saja karena ini hutan, makanya lembab seperti ini,' batin Soleh.Tangan Rendra mencengkram lengan Soleh. Lelaki itu menoleh untuk melihat raut wajah sepupunya yang tampak ketakutan itu."Ayo, pindahkan saja patung itu. Waktu kita tidak banyak," ajak Soleh.Lelaki itu melangkah pelan, mendekati reruntuhan bangunan itu. Rendra mengiku
"Nenek, siapa?" ulang Rendra.Tampak oleh Rendra sesosok nenek tua yang di lihatnya di dekat gapura rumahnya.Rendra kembali ketakutan saat sosok itu mulai berusaha bangkit menegakkan tubuhnya."Jangan makan saya, Nek. Daging saya pahit," lontar Rendra.Rendra beringsut ke belakang dengan menggunakan tangannya. Badannya terasa lemas saat sosok nenek itu mendekatinya."Kendalikan rasa takutmu itu!" bentak nenek itu.Nenek itu mengulurkan tangannya untuk membantu berdiri. Rendra yang ketakutan pun membalikkan tubuhnya lalu menyeret tubuhnya dengan menggunakan Boko*gnya, berusaha melarikan diri.Sosok itu menghela napas, tiba-tiba saja, sebuah tongkat yang seperti pengait sudah berada di tangan kirinya.Nenek itu menjulurkan tongkatnya dan mengait celana Rendra tepat di bagian pinggangnya. Lelaki itu menjerit-jerit ketakutan."Tolong ... Mas, siapa saja, tolong!" teriaknya.Soleh mendengar teriakan Rendra, kemudian memintanya untuk tetap tetap di tempatnya, agar dirinya lebih mudah menemu
"Aku sudah pertimbangan sedari lama. Kelak kau akan memiliki ilmu Tarung Iblis. Itu akan sangat dibutuhkan guna membantu memutus ikatan perjanjian dengan iblis dan anakku akan terbebas. Selain itu, aku akan menitipkan ilmuku kepada seorang gadis, korban dari kekejaman Ningsih. Maka, bantulah mereka mencapai tujuannya," urai Darsima."Tarung Iblis? Aku belum pernah mendengarnya," kata Rendra.Tiba-tiba pusaran angin kencang seakan menghisap apa saja yang berada di alam itu."Gadis itu akan bertemu denganmu sebentar lagi!" teriak Darsima.Darsima sudah duduk di pundak harimau. Soleh dan Rendra pun terhisap dan kembali ke tubuh mereka masing-masing.Terdengar suara ketukan di pintu kamar, ternyata suara Ratri yang membangunkan agar bersiap untuk salat karena waktu subuh akan tiba."Hah? Cepat sekali, sudah mau masuk waktu subuh," cetus Rendra."Waktu di sana memang berjalan lambat. Kau saja yang bertele-tele mengulur waktu sedari tadi," dengus Soleh.Rendra menggaruk kepalanya yang tidak
" Ibu ... " cetus Rendra."Bukan, aku Rahayu yang sedang meminjam tubuh Ibumu. Agar iblis itu tidak tahu jika aku datang," sahut Rahayu.Rendra membulatkan bola matanya. Lelaki itu terkejut. Wahini dan Wahiru menyingkir lalu menghilang.Ratri yang dirasuki oleh Rahayu itu pun mendekati Rendra dan mengajaknya untuk duduk di tepi ranjangnya.Angin kencang pun mendadak berhenti. Rintik hujan mulai terdengar seperti nyanyian alam yang menemani sore yang sebentar lagi menjelang."Dalam waktu sangat dekat, engkau akan bertemu dengan gadis yang dibicarakan Darsima kepadamu. Persiapkan dirimu, aku akan datang menyelinap melalui mimpi," tutur Ratri.Tubuh Ratri pun bangkit dari ranjang Rendra, tatapannya kosong, cara berjalannya juga tampak sangat anggun. Rendra kini mulai ketakutan dan beringsut mundur."Atasi rasa takutmu itu, atau aku akan mengajarimu bagaimana cara menghadapi kelemahanmu itu!" sergah Ratri.Wanita itu mengeluarkan nada tinggi tanpa menolehkan atau membalikkan tubuhnya sama