“Hahaha, dari semua manusia yang ada di sini, hanya kau yang tidak bisa di tipu. Wanita ini sudah menggadaikan tubuh dan jiwanya untukku. Semua demi uang dan keserakahan menguasai harta keluargamu.” Maya berkacak pinggang menghadap Soleh.Aidan terkejut bukan kepalang, bagaimana bisa sang istri memiliki sikap demikian buruk? Dia kemudian menundukkan kepala karena malu.Suara murotal sayup-sayup menyakiti Maya, diam-diam Soleh mengunci jin tersebut di dalam tubuh kakak iparnya. Hal ini agar mempermudah untuk memusnahkan mahluk tersebut dan tidak merasuki yang lainnya.Wahini dan Wahiru sudah tiba, keduanya mengatakan kepada Soleh agar melepaskan jin tersebut, karena mereka mampu mengatasi.“Ibu dan yang lainnya, tolonglah kalian masuk ke dalam kamar. Biarkan Aku, Rendra dan Mas Aidan yang di luar,” pinta Soleh.Ratri dan Rengganis bergegas masuk ke dalam kamar Aidan sambil mengajak kedua cucu mereka. Murad juga turut serta, karena menurutn
“Mbah ..., tolong jangan kumat sekarang. Malu sama Besan,” pinta Ayah Maya.“Kenapa? Malu? Dari awal udah aku ingetin, awas anakmu bisa gawe wirang kalo kamu gak tegas. Anak itu bikin malu keluarga besar kita aja,” gerundel seorang wanita tua yang di panggil Mbah tersebut.Hening, tidak ada pembicaraan, hanya dengusan napas kesal dari Ibu Maya. Dia masuk ke dalam kamar dan enggan kembali ke ruang tamu.Suasana berubah menjadi kaku dan canggung. Murad menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu menunduk memandangi lantai yang dipijaknya.“Maaf, tadi pembicaraan saya terputus. Sebelumnya saya meminta maaf atas nama anak saya Aidan, dia sudah menalak cerai Maya. Hal ini karena dia tidak bisa menjaga dirinya dengan menggadaikan jiwa dan tubuhnya kepada jin yang saya sendiri tidak tau dapet dari mana. Keluarga besar kami tidak bisa menerima hal tersebut, maafkan saya,” pungkas Ratri.Ayah Maya sangat terkejut, hanya wanita tua itu saja yang meng
Wanita tua yang menyeret Fitri tersebut melemparkan gadis itu begitu saja, bak seorang pemburu membuang kelinci hasil buruannya. Kemudian dia membalikkan tubuhnya menghadap Ningsih.Ningsih terkejut dan melayang mundur kira-kira tiga langkah. Gemerisik dedaunan seolah menambah rasa takut pada Ningsih. Awan yang semula putih menaungi mulai terganti dengan gulungan awan hitam diiringi hembusan angin yang membawa serta dedaunan yang kering.“I-Ibu,” ucap Ningsih terbata.“Ya, ini aku. Tidakkah cukup kau membalas dendam? Tidakkah cukup kau menumbalkanku atas dendammu? Mengapa kau tidak mau menghentikannya? Sampai kapan kau akan seperti ini? Menjadi mahluk terbuang tanpa ada alam yang menerimamu,” ujar Darsima.“Aku tidak akan pernah berhenti hingga semua keturunan mereka mati!” bentak Ningsih.Darsima tampak sangat marah, sorot matanya berubah menyeramkan. Ningsih menantang tatapan dari ibunya.“Itu bukanlah tujuanmu. Kalau kau ingi
“Maaf, Guru. Fitri lapar,” ungkap Fitri malu.Usai makan Fitri diminta untuk beristirahat. Pasalnya esok hari adalah pertama kali Darsima akan melatih fisiknya.Lagint masih gelap Fitri terjaga dari tidurnya dengan bersemangat. Dia membasuh tubuhnya di sebuah bilik yang ditunjukkan oleh Darsima, tidak lupa berwudu kemudian melaksanakan ibadah. Fitri tampak kebingungan memandang ke segala arah saat Darsima hendak melewatinya.“Guru, di manakah arah matahari terbenam?” tanya Fitri dengan sopan.Darsima menunjukkan arah yang ditanyakan oleh Fitri, usai mengucapkan terima kasih gadis itu melaksanakan ibadah.‘Cara beribadah yang menarik,’ batin Darsima sambil menatap Fitri.“Unik lebih tepatnya,” timpal Wunisa.“Ah, Guru. Bikin kaget aja,” sahut Darsima.Usai Fitri beribadah dia terkejut saat mengetahui jika sedang diperhatikan.“Maaf kalo Fitri menganggu,” cetus Fitri gugup.“Sama sekali gak ganggu. Berapa kali beribadah?” tanya Darsima.“Dalam sehari yang wajib lima kali, Guru,” jawab
Ningsih menghilang dengan mata merah membara, Darsima mendekati Mbah Pur dan berpesan agar menjaga Fitri selagi memengaruhi pikiran Ningsih.Wunisa bergegas menuju kediaman Rendra, dia mengatakan bahwa waktunya untuk membebaskan dendam Ningsih.“Rendra, sudah saatnya untuk memutus dendam sang tumbal. Persiapkan dirimu karena aku, Fitri dan Darsima sedang mengembalikan kesadaran milik Ningsih. Tugasmu adalah membunuh Jenggala Manik dengan ilmu tarung iblis milikmu, ini kesempatan besar karena ingatan akan memberontak dengan sendirinya, serta iblis itu melemah dalam wujud Ningsih karena dia belum sepenuhnya menguasai tubuh manusia sebagai inang,” cakap Wunisa.“Baiklah, kini apa yang harus aku lakukan? Aku juga gak mau sendirian hadapi iblis itu, aku sama Soleh,” tandas Rendra.“Kita akan pergi ke masa lalu di mana Ningsih mulai bersekutu dengan Jenggala Manik. Di sana Fitri akan memutus persekutuan dengan iblis dan kau bunuh Ningsih dengan pisau yang sama saat jantungnya ditikam. Aku
Di dalam hutan yang gelap dan angker, tampak seorang gadis muda yang ketakutan dan putus asa. Tubuhnya terikat pada pohon besar yang kering dengan tali tepat di tepi telaga yang bernama Telaga Terkutuk. Kilatan petir yang terhalang pepohonan menerobos rimbunnya dedaunan.Gadis itu, bernama Dwi Ningsih yang biasa di panggil dengan Ningsih. Jantungnya berdegup kencang, matanya berkaca-kaca karena air mata yang mengalir tanpa henti. Serangga malam enggan bersuara karena keadaan yang mencekam.Di depannya, tampak dua orang lelaki berdiri di derasnya hujan dan suara petir menyambar. Mereka membiarkan seorang wanita terikat pada sebuah pohon yang sudah mengering, hingga tampak ranting kering nan rapuh, tiupan angin kencang menggoyangkan ranting kering yang bisa patah kapan saja. Kedua lelaki itu adalah pengabdi iblis yang bersemayam di telaga."Jangan ... Mas, aku mohon. Kasihan Ibu, tolong lepaskan aku." Pinta seorang wanita muda dengan ketakutan. "Hahahaha ... Tidak akan. Aku akan menikah
Marwoto melemparkan sesuatu yang berada di telapak tangannya tadi, lalu berdiri di sudut kamarnya. Matanya memandang keliling kamarnya yang remang. Hanya ada satu lampu minyak berukuran kecil di dekatnya berdiri sekarang. Lelaki itu merapatkan tubuhnya ke dinding kamarnya yang terbuat dari anyaman bambu itu. Anehnya, ibunya seperti tak mendengar suaranya, padahal, kamarnya tepat berada di sebelahnya. Raut wajah ketakutan tergambar jelas di wajahnya. Tiba-tiba terdengar suara seperti menggaruk kayu dengan kuku di jendelanya.Dengan kaki gemetar dan takut, lelaki itu pun menuju jendela dan membukanya. Tidak ada apapun. Saat akan menutup kembali jendelanya, sesuatu menahan jendelanya, Marwoto berusaha menarik nya dengan paksa. Ternyata, tangan tanpa daging sedang menahan jendelanya.Marwoto jatuh terjengkang, kini, tubuh Ningsih menembus dinding, lalu mendekati dirinya."Ah ... Jangan bunuh aku, Ningsih, aku terpaksa, sungguh," ucap Marwoto ketakutan.Bau pesing pun menguar memenuhi ron
Pertarungan Darman dan para peri itu berlangsung sengit, yang berakhir dengan Sembolo terluka dan keluar dari tubuh inangnya, yaitu Darman.Tubuh Darman pun ambruk. Peri-peri itu pun menghilang setelah mendengar suara suitan dari sosok bayangan hitam. Angin pun berhenti, berganti suara yang mirip seperti lolongan.Sosok Ningsih mendekati Darman perlahan, lelaki itu berusaha menggerakkan tubuhnya agar bisa lari. Ningsih mengangkat tubuh Darman dengan cara mencekiknya dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya yang berkuku tajam itu mengoyak dada kirinya mengambil jantung dan menyumpal mulut lelaki itu dengan organ tubuhnya sendiri."Aaaaah," teriak Sukemi.Ningsih melempar tubuh Darman ke arah wanita itu. Seketika tubuhnya ambruk. Aroma busuk dan wangi bunga kembali menguar, suara melengking pun menggema, terdengar hingga ke seluruh desa itu.Sukemi semakin berduka dengan kematian kedua putranya sekaligus. Wanita malang itu seketika di anggap gila dan warga meminta agar dirawat ol