Share

Pria Aneh

“Siapa kamu?” tanya Mutia lagi.

“Salam kenal Tia, aku Hadi orang terkaya di Desa sebelah.” jawab Hadi dengan keangkuhannya.

“Maaf, ada perlu apa anda kemari?” tanya Tia sudah mulai tidak suka dengan Pria itu.

“Aku hanya memastikan saja, banyak yang bilang dirumah ini ada seorang wanita cantik. Ternyata benar ada bidadari secantik kamu Tia.” jawab Hadi sambil duduk tanpa dipersilahkan.

“Maaf Pak Hadi, saya tidak ada waktu untuk ngobrol dengan orang asing seperti anda.” kata Mutia.

“Oke tidak apa-apa, nanti saya akan kesini lagi.” kata Hadi. “Jangan panggil aku Pak, panggil saja Mas Hadi.” kata Hadi.

“Baik mas, mas bisa pulang sekarang. Kami masih dalam suasana berkabung atas meninggalny Ibu dari Mbak Mira, jadi tolong hargai kami.” Kata Mutia sopan.

Pria itu tidak segera pergi malah berjalan mendekati Mutia, “Kamu benar-benar cantik, kamu akan menjadi milikku.” kata Hadi pada Mutia.

“Silahkan pulang mas, disana pintunya.” usir Mutia menunjukkan kearah pintu.

    Pria itu berjalan menjauh dari Mutia menuju pintu, tiba-tiba saja Hadi membalikkan badannya.

“I love you, Tia,” kata Hadi.

    Mutia ingin tertawa namun ia tahan, setelah Hadi pergi Mutia tertawa lepas.

“Hahahaha aneh sekali orang itu, terlihat sekali mata keranjang.” kata Mutia tertawa.

“Siapa dek? Kok kamu tertawa seperti itu?” tanya Mira.

“Itu kak ada orang aneh, namanya Hadi dari kampung sebelah. Katanya sih orang terkaya sekampung sebelah. Dia datang kesini hanya untuk memastikan kata orang yang katanya disini ada wanita cantik. Eh pas mau pulang bilang I love you ke aku, kan aku ketawa kak.” kata Mutia.

“Hadi orang terkaya? Oh iya aku tahu orangnya.” jawab Mira menganggukkan kepalanya. “ Dia terkenal mata keranjang dek, istrinya saja sudah dua loh. Jangan mau kalah dijadikan istri ketiganya, orangnya pelit.” kata Mutia.

“Ya nggak mungkin kak, udahlah Ayo kita kebelakang saja!” ajak Mutia.

    Sehari setelah 7 hari Ibunya, Mutia sedang asyik ngobrol dengan Mira diteras rumah. Tanpa ada angin dan hujan Hadi datang membawa seikat bunga.

“Wahai bidadari ku Tia, maukah kamu menjadi kekasih ku?” tanya Hadi didepan Mutia sambil memberikan bunga yang dia bawa.

“Maaf mas Hadi, Tia tidak suka bunga. Tia lebih suka Bunga Bank, lebih berguna daripada bunga seperti ini.” kata Tia sambil mencolek bunga yang dibawa Hadi.

“Baiklah, akan aku buatkan ATM baru beserta Saldonya asal kamu mau menjadi istri ku.”kata Hadi.

“Aku tidak pernah berkeinginan untuk menjadi istri ketiga mas Hadi. Lagi pula di kota, sudah ada pangeran yang menungguku Pulang.” jawab Mutia tersenyum.

“Tidak akan ada yang bisa menolak ku, Tia. Termasuk kamu,” kata Hadi kesal.

“Saya berhak menolak mas Hadi, saya takut nanti istri Mas Hadi berbuat kejam pada saya.” Kata Mutia.

    Hadi melempar bunga yang dia bawa ke lantai, dia kesal atas penolakan yang diberikan oleh Mutia.

“Ternyata kamu matre, Tia, “ kata Hadi.

“Hidup itu butuh uang mas, jadi kalau mas nggak mau modal ya udah mundur saja. Urus saja kedua istri mas dirumah, jangan berharap padaku lagi. Aku tidak akan mau hidup dengan orang pelit yang tidak mau berkorban untuk orang yang dia suka.” kata Mutia.

    Perkataan Mutia menjadi tamparan buat Hadi, bukan hanya penolakan yang dia dapatkan melainkan sebuah hinaan. Hadi perlahan mundur, lalu berbalik arah, ternyata dibelakangnya adalah tembok dia menabrak tembok. Jidatnya membentur tembok yang sedari tadi diam ditempatnya.

“Hahahah makanya kalau jalan lihat-lihat, nafsu amat mau nyium tembok.” ledek Mutia menertawakan tingkah Hadi.

Mira yang sedari tadi diam juga ikut tertawa lepas,” Pak Hadi, kalau mau dicium minta cium sama istrinya jangan sama tembok.”. goda Mira.

    Hadi segera pergi dengan membawa malu yang teramat dalam, “Sialan ternyata dia tidak bisa ditaklukkan hanya dengan rayuan. Daripada aku keluarkan uangku untuk dia, mending buat bersenang-senang saja.” kata Hadi lalu menaiki mobil putihnya.

“Kak Mira lihat kan betapa anehnya itu Hadi, dikira aku akan termakan rayuan dia yang hanya bermodalkan seikat bunga.” Kata Mutia.

“Oh ya dek, kapan kamu kembali ke kota?” tanya Mira.

“Besok kak, tadi aku sudah telfon Mama.” jawab Mutia.

“Hati-hati di kota dek, jangan mudah dirayu lelaki. Karena lelaki itu hampir sama dimana pun tempatnya.” kata Mira.

Mutia memeluk kakaknya,”Mungkin lama sekali kita tidak akan bertemu kak, aku harus fokus pada tujuan ku.” kata Mutia.

“Tidak apa-apa, kita bisa bertukar kabar lewat ponsel kan.” kata Mira sedih.

“Mutia tidak akan kembali sebelum dendam ini terbalaskan, Kak,” kata Mutia melepaskan pelukannya.

“Maafkan kakak yang tidak bisa menjaga Ibu dengan benar.” kata Mira menyesal dengan apa yang telah terjadi.

“Sudahlah kak, lupakan saja. Kita membuka lembaran baru, jangan terpuruk hanya karena suatu hal.” kata Mutia.

“Benar dek apa yang kamu bilang, kakak akan melupakan hal yang tidak penting dek.” kata Mira.

Mereka masuk kedalam rumah saling bergandengan, Budi senang melihat istrinya tidak lagi murung.

“Harusnya kamu terima saja Hadi Tia, lalu kamu manfaatkan dia.” kata Budi setelah Mira dan Mutia sampai diruang tamu.

“Dia kan pelit mas, buktinya nggak mau modal kan. Jadi untuk apa memanfaatkan orang pelit, untuk kebutuhan dia aja perhitungan apa lagi untuk orang lain mas. Yang ada kalau aku terima dia, aku yang makan hati.” Kata Mutia.

“Benar juga sih secara istrinya sudah dua, kamu pasti dibulli sama istrinya yang terdahulu. Mas nggak bisa bayangkan kalau kamu dijahati mereka.” kata Budi.

“Nah itu mas tahu, mending sendiri hidup bebas mas tanpa ada ikatan.” Kata Mutia tersenyum puas karena telah berhasil membuat Hadi mundur dengan sendirinya.

“Tapi suatu saat kamu pasti akan menemukan jodoh yang tepat dek.” kata Mira.

“iya kata, Mira tahu,” kata Mira.

    Esoknya Mira sudah siap dengan Kopernya, dia berjalan menuju mobil milik Pak Samsul.

“Tia pergi ya kak,” kata Tia.

“Kalau sudah sampai jangan lupa kasih kabar ya.” kata Mira.

“Tentu kak,” kata Tia masuk kedalam mobil lalu melambaikan tangan ke Mira dan Sabrina.

    Baru keluar dari Desa Mutia, tiba-tiba mobil berhenti.

“Ada apa pak? Kok berhenti?” tanya Mutia sambil melihat layar ponselnya.

“Itu mbak ada orang ditengah jalan.” jawab Pak supir.

    Mutia melihat kedepan, ternyata Hadi yang menghentikan mobil Mutia.

“Tia...Tia buka kaca mobilnya.” kata Hadi.

Tia membuka kaca mobilnya, “Ada apa lagi mas?” tanya Mutia.

“Terimalah ini Tia sebagai kata perpisahan dariku.” jawab Hadi memberikan seikat bunga.

    Mutia dengan terpaksa menerima bunga tersebut,”Terimakasih mas, sudah ya saya mau jalan lagi.” kata Mutia menutup kaca mobilnya kembali.

    Mutia menaruh bunga tadi tong sampah yang ada didalam mobil.

“lho kok di buang Non?” tanya Pak supir.

“Iya pak, malas aja bawa bunga murah begitu.” canda Mutia sambil tersenyum.

    Baru setengah perjalanan mobil kembali terhenti, kali ini tidak menabrak sesuatu. Tapi Pak supir sengaja berhenti di sebuah masjid.

“Kenapa Pak?” tanya Mutia.

“kebelet Non, mau ke kamar mandi dulu.” jawab Pak supir.

    Mutia hanya tersenyum, tiba-tiba saja ponsel Mutia berdering, Mantan iparnya menelfon.

Mutia tidak segera mengangkatnya, malah dirijek tapi dia kembali menelfon lagi.

“Ada apa?” tanya Mutia kesal.

    Bukan Jawaban yang dia dapatkan malah hanya sebuah tawa dari suara diseberang sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status