Hingga sampai saat ini jantungnya terasa berdegup dengan sangat hebatnya. Setelah apa yang tadi dialaminya, Nadira hanya berbaring di atas kasur yang menjadi alas tidurnya. Tubuhnya terasa amat lemas. Air matanya menetes seakan tidak ada hentinya, hingga matanya sudah terlihat begitu sangat kecil
"Seandainya ada ibu disini, mungkin Dira akan lebih kuat. Ibu, Dira rindu ibu. Dira ingin peluk ibu dan ayah." Nadira hanya menangis melepaskan rasa sesak di dadanya
"Kita ke dokternya besok sajalah ya nak. Ibu rasanya lemas sekali setelah kejadian tadi." Nadira berkata dengan mengusap perutnya. "Ibu rasanya begitu sangat malu nak untuk keluar dari rumah." Tangis Nadira semakin pecah saat merasakan gerak janinnya. "Ibu gak akan salahkan kamu nak. Ibu tau kamu gak salah. Kamu hadir untuk menjaga ibu, Ibu tau itu." Nadira berkata dengan terus mengusap perutny
"Apakah aku boleh marah dengan takdir yang terasa b
Setelah memakan beberapa keping biskuit, Nadira merasakan matanya yang sangat mengantuk. Berulang kali ia menahan kelopak matanya agar tidak tertutup rapat. Namun matanya terasa amat berat. Dengan Sangat tidak sopan kelopak matanya tertutup dengan sangat rapat tanpa mau mengikuti kehendak hatinya. Tanpa sadar ia tertidur dengan melipatkan tangannya di atas meja dan menjadikan tangannya sebagai bantal. Arga melihat Nadira yang sudah tertidur. Pria itu berjalan mendekati gadis tersebut dengan langkah kaki yang tidak bersuara. Langkah kakinya terhenti ketika sudah berada di depan meja Nadira. Arga berdiri di dekat meja dan memandang wajah tenang wanita muda yang begitu sangat cantik dengan topi melekat di kepalanya. Ada rasa Kasihan saat ia menatap wajah polos yang tertidur dengan sangat tenang. Dengan sangat berhati-hati Arga mengangkat tubuh gadis yang saat ini sudah tertidur dengan sangat lelap.
Arga duduk di meja kerjanya, pria itu memandang buku kontrol kehamilan milik Nadira. Ada rasa bahagia dan haru ketika dirinya memandang namanya ditulis oleh Gadis itu di buku kontrol kandungan tersebut. "Kenapa tidak ada foto bayinya." Arga membalikkan lembar demi lembar buku yang ada di tangannya. Ia sering melihat postingan teman-teman sekolahnya di grup alumni yang menunjukkan hasil foto USG kandungan istri-istri mereka. Arga masih menunggu Teddy mencarikan baju hamil untuk Nadira. Ia tidak ingin melihat Nadira memakai celana yang sudah tidak bisa di kancing tersebut. Pria itu duduk dengan terus memikirkan apa langkah yang harus diambil nya. Arga tidak ingin anak itu lahir tanpa memiliki status yang jelas. anak itu harus memiliki status yang jelas dan menyandang nama Raditya. "Masuk," perintah Arga ketika mendengar suara ketukan pintunya. "Ini Tuan, baju yang and
Nadira menelan salivanya mendengar ancaman pria itu. Setiap kalimat yang keluar dari bibir pria itu penuh penekanan dan ancaman yang membuat nyali lawan bicaranya akan menciut.Arga mengambil cangkir teh yang ada di tangan Nadira dan meneguk teh hangat tersebut. "Kamu sudah lihat aku sudah meminumnya dan aku baik-baik saja. Sekarang minum teh hangat ini," perintah pria yang memberikan Cakir teh ke tangan Nadira."Bisakah Anda memakai pakaian Anda terlebih dahulu?" tanya Nadira yang merasa sangat tidak nyaman memandang pria yang belum memakai pakaian tersebut."Apakah kamu mengingat sesuatu bila melihat aku seperti ini atau menginginkan sesuatu?" Pria itu bertanya dengan penuh selidik.Nadira diam mendengar perintah pria itu. Posisi duduk pria itu sangat dekat dengannya, sehingga membuat degup jantungnya terasa begitu sangat cepat."Kenapa? Ay
"Apa kamu bisa menjelaskan Apa maksud dari buku ini?" Arga bertanya dengan memandang Nadira.Wajah Nadira begitu amat pucat kakinya gemetar, begitu juga dengan tangannya. Telapak tangannya terasa begitu sangat dingin. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya."Jawablah," pinta Arga yang memandang Nadira. Pria itu sudah tidak sabar menunggu jawaban Nadira."Kamu hamil?" tanyanya.Rasa takut membuat perutnya terasa diaduk-aduk. Nadira tidak bisa berbuat apa-apa pria itu duduk sangat dekat dengannya. Nadira berusaha menahan mual di perutnya. Apa yang tadi dimakannya seakan ingin melompat keluar.Arga diam memejamkan matanya ketika wanita yang duduk di depannya memuntahkan apa yang dimakannya tadi ke wajahnya. "Kenapa pagi ini nasibku sangat tidak baik. Tadi disembur Teh Sekarang dimuntahkan makanan," batin Arga. Bila yang melakukannya bukan Nadira mungkin pria itu suda
Tatapan mata pria itu tertuju ke arah sosok wanita yang saat ini sedang tertidur lelap."Aku ingin mengetahui tentang dirinya lebih banyak." Arga tersenyum tipis ketika mengucapkan kalimat itu di dalam hatinya.Pria itu beranjak dari sofa yang didudukinya. Langkah kakinya begitu sangat ringan ketika berjalan sehingga tidak mengeluarkan suara. Diambilnya ponsel milik Nadira yang yang berada di dalam tas. Arga membuka kunci ponsel itu. Namun ternyata ponsel tersebut di kunci dengan sidik jari.Pria itu tersenyum tipis memandang ponsel milik Nadira, dengan langkah yang sangat ringan ia berjalan mendekati Nadira yang tertidur di atas tempat tidur. Arga begitu sangat hati-hati ketika memegang tangan Nadira. "Jangan sampai dia terbangun," ucapnya di dalam hati ketika mengangkat jari telunjuk Nadira di s
"Sayang sudah makan tuan, apakah saya sudah boleh pulang sekarang?" Nadira bertanya dengan sangat hati-hati. "Mengapa wajah pria ini lebih tampan bila sedang tertidur daripada dia membuka matanya seperti ini." Nadira berkata di dalam hatinya. Nadira sedikit mengangkat kepalanya dan menendang pria tersebut. Dengan sangat cepat Nadira kembali menundukkan kepalanya "Mengapa aku sangat takut melihat tatapan matanya." Nadira tidak beraniUntuk menatap mata pria yang saat ini sedang duduk menatapnya."Aku aku akan mengantarkanmu pulang, namun kita harus selesaikan dulu permasalahan diantara kita." Arga berkata dengan nada suara yang datar.Nadira memejamkan matanya. "Sepertinya penyakit ini orang akan kumat. Sikapnya sudah tidak seperti yang tadi hangat, dan sangat baik. Cara dia memandang aku, tatapan matanya sangat menakutkan. Gaya dia bicaranya Juga seram. Apa yang harus aku lakukan sekarang." Nadira berkata ket
Arga memandang Nadira. Rasa senang dan bahagia begitu sangat sempurna dirasakannya. Diusapnya pipi Nadira dan di tatapannya mata Nadira yang sudah sembab karena terlalu banyak menangis. "Katanya mau pulang?"Nadira menganggukan kepalanya. Saat ini kasur tipis yang menjadi alas tidurnya begitu sangat di rindukannya.Nadira ingin menenangkan pikirannya sejenak."Ayo kita pulang." Arga berkata dengan memegang tangan Nadira."Iya tuan," jawab Nadira."Aku ini ayah dari anak yang kamu kandung, Kenapa masih panggil tuan?" Arga tersenyum tipis dengan menyelipkan jarinya di dagu Nadira.Nadira hanya diam, ia bingung harus memanggil pria itu apa. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya ketika pria itu menatap wajahnya."PR untuk kamu, cari panggilan yang keren untuk aku. Nanti bila kita sudah menikah panggil aku dengan panggil
Nadira tidak tau kemana mobil ini akan melaju. Ia memandang jalan yang saat ini dilaluinya. Walaupun dirinya tidak tahu sekarang dia berada di jalan apa. Arah mobil itu semakin menjauh dari ibukota. "Mengapa aku merasa takut seperti ini." Nadira berkata di dalam hatinya ketika ia melirik sekilas kearah pria yang duduk disampingnya. Pria itu hanya diam tanpa berbicara.Dirinya ingin pasrah saja dengan apa yang akan terjadi nanti. Namun rasa takut ketika membayangkan apa yang akan terjadi kepada dirinya, membuat Nadira tampak sangat waspada dan berhati-hati. Nadira bahkan tidak ingin memejamkan matanya. Ia memperhatikan setiap jalan dan juga ciri-ciri tempat yang dilaluinya ini.Mobil itu terus saja melaju tanpa ada ciri-ciri akan berhenti. Bibirnya terasa sudah gatal untuk bertanya Kemana tujuan yang akan mereka datangi. Namun Nadira tidak berani lagi untuk bertanya ketika mengingat pria itu sudah mengingatkannya, ba