Home / Romansa / Desahan di Kamar Pembantu / Bab 8. Kesepian dan Desahan

Share

Bab 8. Kesepian dan Desahan

Author: Davian
last update Last Updated: 2025-10-02 13:19:07

Indira menyimpan gagang telpon yang ada di rumah Rahadian, baru saja ia mendapatkan telpon dari Mbok Tuti yang memberitahukan alamat restoran tempat tuannya menunggu saat ini. Jantungnya berdegup tak karuan. Dokumen yang diminta Bara sudah dalam genggamannya, ia harus segera pergi agar tidak menimbulkan masalah. Dengan langkah cepat, ia keluar dari rumah besar itu dan mencari tukang ojeg.

Motor yang membawanya melaju cukup kencang di jalanan kota. Angin menerpa wajahnya, namun pikirannya penuh dengan rasa cemas. Ia tahu betul bagaimana Bara jika sudah marah. Lelaki itu tidak akan segan memarahinya.

Namun, di tengah perjalanan, motor yang ia tumpangi melambat. Di depan, terlihat kerumunan orang di pinggir jalan. Suara gaduh terdengar, disertai teriakan beberapa orang yang panik.

"Ada apa ya, Pak? Kok rame-rame begitu di depan?" tanya Indira.

“Kayaknya ada kecelakaan, Mbak,” ujar tukang ojek, menghentikan laju motor.

Indira menoleh, matanya membelalak ketika melihat seorang pria tua te
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 37. Pingsan

    Air mata Indira kini tertahan. Ia ingin bicara dan menjawab pertanyaan Bara, tapi bibirnya malah gemetar. Semua kata tertelan di tenggorokan, kala ia melihat Bara berdiri dihadapannya. Ia terkejut melihat kedatangan Bara, Celine dan Radit ke rumahnya.Celine pun mendekat dan memeluknya. “Kak Indi… kami semua khawatir sama kak Indi. Apalagi Om Bara."Bara menatap luka di pelipis Indira, memandang wajah lelahnya, lalu ke arah foto mendiang ibunya yang masih terpajang di dinding rumah tua itu."Apa yang terjadi selama dia di sini? Setahuku tak ada luka itu sebelum dia pergi." Pertanyaan itu hanya Bara simpan dalam hati. Ia takut dianggap terlalu peduli pada pelayannya sendiri."Hai Non Celine. Apa kabar?" tanya Indira seraya memasang senyum palsunya."Aku baik," ucap Celine. Tak lama kemudian ia menggelengkan kepalanya. "Eh—tapi nggak baik-baik aja karena kak Indi lama pulangnya!""Indira, maaf kalau kedatangan kami kemari mengagetkan kamu. Kami ke sini hanya ingin melihat keadaan kamu k

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 36. Menyusul Indira

    Bara terpaku. Kata-kata Radit seolah menggema tanpa henti di kepalanya, membuat dadanya terasa sesak. Ia menatap kosong ke arah meja kerjanya yang penuh berkas, namun pikirannya melayang jauh, pada wajah Bella, ke setiap senyum dan tatapan lembut istrinya yang dulu membuatnya yakin telah menemukan rumah.Namun, sekarang… benarkah Bella sanggup mengkhianatinya seperti itu? Bella sangat mencintainya dan ia tahu itu.Suara Radit kembali terdengar di ujung telepon, pelan tapi tegas.“Bar, aku nggak ngomong sembarangan. Aku lihat langsung di lampu merah. Aku nggak tahu mereka udah sejauh apa, tapi…”Ia terhenti sejenak, seolah ragu melanjutkan. “Sepertinya mereka udah deket banget. Terlalu deket untuk sekadar hubungan kerja. Aku sangat yakin mereka berciuman."Bara menutup mata, mencoba menahan diri agar tidak langsung meledak.“Enggak,” katanya pelan tapi penuh penolakan. “Bella nggak seperti itu. Dia nggak mungkin selingkuh. Aku kenal dia, Radit.”Namun, kalimat itu terdengar rapuh bahka

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 35. Kepergok

    Indira menggertakkan rahangnya, mencoba menahan amarah yang sudah menumpuk di dada. Suasana rumah masih diselimuti bau bunga kamboja dan dupa dari para pelayat yang belum lama pergi. Namun kini, suasana berubah tegang. Tatapan ayahnya, Kusman, yang mabuk dan berbau alkohol, membuat tubuh Indira gemetar antara marah dan jijik.“Bapak jangan ngaco!” suaranya meninggi, matanya berkilat. “Utang-utang itu bukan karena Ibu! Itu karena Bapak, karena judi dan minuman Bapak yang nggak pernah berhenti!”Kusman mendengus kasar. “Kamu tahu apa, hah? Kamu enak di kota, kerja, makan dari uang orang kaya! Sementara di sini, Bapak yang harus tanggung semuanya!”Indira berdiri, suaranya pecah di udara yang hening. “Tanggung? Apa yang Bapak tanggung? Ibu yang dulu kerja siang malam! Adik-adik kelaparan, Bapak malah nongkrong di warung dan habisin uang kiriman yang seharusnya buat obat Ibu!”Kusman menatapnya tajam, matanya merah dan penuh kemarahan. “Uang itu uang siapa, hah? Uang dari kamu juga bukan,

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 34. Duka

    Radit mengerjap pelan begitu langkah kakinya berhenti di ujung dapur. Pandangannya tertuju pada sesuatu yang tak seharusnya ia lihat—Bara keluar dari kamar Indira dengan langkah pelan dan hati-hati, seolah takut membangunkan seseorang di dalam sana.Alis Radit langsung bertaut. Ia mengenal Bara sejak kecil, tahu betul gerak-gerik adik sepupunya itu. Kali ini, tatapan Bara saat menutup pintu kamar pelayannya itu terlalu gelisah, terlalu canggung. Seperti seseorang yang baru saja melakukan sesuatu yang tak pantas.Radit tidak berkata apa-apa. Ia hanya berdiri di balik pilar, mengamati dari kejauhan sampai Bara benar-benar berlalu dan menghilang di tikungan koridor. Namun pikirannya berputar cepat, mencoba mencerna apa yang baru saja dilihatnya.“Kenapa dia keluar dari kamar Indira sepagi ini?” gumamnya pelan. “Jangan bilang—”Ia menahan napas, menepis pikiran buruk yang mulai tumbuh liar di kepalanya. Ia tahu Bara punya masalah dengan Bella, tapi Radit tidak pernah menduga bahwa masalah

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 33. Bermalam Di Kamar Pembantu

    Indira menutup telepon dengan tangan gemetar. Air matanya mengalir deras, membasahi pipi tanpa bisa dibendung. Tubuhnya lunglai, jatuh berlutut di lantai dingin kamar itu. Semua yang ia dengar barusan seperti mimpi buruk yang menampar kesadarannya.Ibu koma.Ayah kembali ke meja judi.Adik-adiknya terlantar.Semua doa dan kerja kerasnya terasa sia-sia. Uang yang dikirim selama ini, yang ia sisihkan dari hasil kerjanya dengan merelakan harga diri, lelah dan keringatnya, ternyata tak sampai pada orang yang seharusnya menerima.“Ya Tuhan...” bisiknya di antara isak. “Kenapa harus begini...”Ia memeluk lututnya erat, seperti mencari kehangatan dalam kesendirian. Dalam tangis yang pecah malam itu, ia tahu satu hal, ia harus pulang. Apa pun yang terjadi, ia tidak bisa tinggal diam di sini.Setelah cukup lama terisak, Indira menegakkan tubuhnya dengan sisa tenaga. Matanya sembab, tapi tekadnya mulai terbentuk. Ia menatap foto kecil ibunya yang selalu ia bawa di dalam dompet. Wajah lembut it

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 32. Kebohongan terkuak

    "Aku akan bicara dengannya besok saja. Aku mau istirahat dulu, Tan." "Ya sudah. Kamu istirahat sana," ucap Mayang pada keponakannya itu. *** Pagi itu, udara di halaman rumah besar keluarga Bara terasa hangat oleh sinar matahari. Celine berlarian di taman, sementara Indira sibuk menyapu daun-daun yang gugur di sekitar kolam ikan. Sesekali gadis itu tersenyum kecil melihat tingkah Celine yang ceria. “Non, hati-hati nanti jatuh,” ujar Indira lembut sambil menatap gadis kecil itu. Celine tertawa. “Nggak apa-apa, Kak Indi. Nih, lihat!” Ia melompat kecil di atas batu pijakan taman. Dari arah pintu belakang, Mayang datang menghampiri Celine dan Indira. Di belakangnya, seorang pria muda dengan wajah teduh dan pakaian rapi mengikuti langkahnya. “Indira, sini sebentar,” panggil Mayang. Indira buru-buru menghampiri. “Iya, Nyonya?" Mayang menatap ke arah pria di sampingnya. “Kenalin, ini Radit. Papanya Celine, keponakan saya. Dia baru saja pulang dari luar negeri.” Indira spon

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status