Beranda / Romansa / Desahan di Kamar Pembantu / Bab 7. Harus Tahu Diri

Share

Bab 7. Harus Tahu Diri

Penulis: Davian
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-01 15:02:45

Tanpa mempedulikan istrinya yang akan mengomel seperti biasa, Bara melangkah pergi dari sana. Ia harus sarapan dan segera ke kantor. Sebelum ke kantor, ia juga harus mengantar Celine ke sekolah.

"Kenapa Bella tidak minta maaf sama aku? Setelah dia meninggalkanku begitu saja malam itu, tanpa pamit."

Lelaki itu rupanya masih kesal, karena teringat pertengkaran mereka terakhir kali. Di mana Bella sangat keras kepala, meski dilarang pergi oleh Bara, wanita itu tetap pergi meninggalkannya.

"Sial! Kenapa sekarang aku malah ingat kejadian malam itu?" Bara mengumpat, karena ia malah ingat kejadian malam panas bersama pembantu cantik di rumahnya, beberapa hari lalu.

Ketika Bara sampai di lantai bawah, ia melihat pemandangan yang kurang menyenangkan dan etis menurutnya. Indira yang sedang duduk di kursi meja makan dan bersampingan dengan Celine. Hal yang tak seharusnya dilakukan pembantu.

"Apa yang kamu lakukan?"

Sontak saja Indira terperanjat melihat sosok Bara sudah ada dibelakangnya. Suara lelaki itu terdengar lebih dingin dari sebelumnya.

"Tu-tuan."

"Kamu siapa, berani duduk disamping keponakan saya?"

Indira langsung sadar akan posisinya, ia pun beranjak berdiri dan menundukkan kepalanya di depan Bara.

"Maafkan saya Tuan."

"Tahu diri, siapa kamu di rumah ini. Kamu cuma babu."

Kata-kata dingin itu menghunus tajam ke telinga dan pikiran Indira. Namun, ia berusaha untuk tidak memasukkannya ke dalam hati. Jika bukan karena Celine yang merengek, ia tidak mau duduk di sana. Bisa saja ia menjelaskannya, tapi mungkin kata-katanya akan terdengar seperti pembelaan.

"Om Bara jangan marahin kak Indi. Aku yang nyuruh kak Indi buat—"

Gadis kecil itu ingin menjelaskan semuanya, tapi Bara memotong perkataannya dengan cepat. "Celine, cepat makan sarapanmu. Tidak baik bicara saat makan. Setelah ini Om akan antar kamu ke sekolah."

Perasaan Bara yang kurang baik karena Bella, membuatnya seperti ini.

"Tapi Om—"

"Celine, makan." Balas Bara singkat yang membuat Celine bungkam. Namun, sepasang matanya yang polos menatap Indira dengan perasaan bersalah. Indira tersenyum tenang dan mengisyaratkan kepada Celine kalau ia tidak apa-apa.

Beberapa saat kemudian, majikan dan keponakan majikannya selesai makan, Indira memakaikan tas berwarna pink pada punggung Celine.

"Celine, duluan ke depan!" ujar Bara datar.

Celine mencebikkan bibir, kemudian berkata. "Jangan marahin kak Indi!"

Lelaki dewasa itu memutar bola matanya malas. Sedangkan Celine melangkah pergi dari sana, meninggalkan Indira dan Bara yang masih berjarak dekat.

"Ingat posisimu di rumah ini. Jangan karena Celina menerima kamu, bukan berarti kamu bisa seenaknya."

Indira menerima teguran itu. "Sa-saya tahu Tuan, maafkan saya."

Setelah mengatakan apa yang ingin ia katakan pada Indira. Bara melangkah pergi menyusul Celine yang sudah menunggu di depan mobil bersama dengan supirnya.

Indira menghela napas berat.

"Makanya kalau jadi babu jangan belagu. Sok-sokan duduk sama keponakan majikan! Mau godain tuan Bara juga kan, kamu?" ujar Wati sinis. Ia adalah salah satu pelayan di rumah itu yang terkenal judes dan menor.

Indira mengabaikan Wati dan lebih memilih melangkah pergi dari sana. Namun, Wati menghentikan langkahnya. "Hey! Gadis kampung. Kamu dipanggil nyonya Bella."

"Nyonya Bella manggil saya?" tanya Indira tak percaya.

"Iya, kamu budek ya? Barusan kan saya bilang!" sentak Wati yang bicara dengan nada tidak bersahabat. Indira hanya menganggukkan kepalanya, kemudian pergi dari sana.

Setibanya di kamar Bella. Indira langsung dihadiahi tamparan oleh istri majikannya itu. Indira terkejut, sempat membeku sejenak sebelum ia tersadar.

"Nyonya. Kenapa nyonya melakukan ini pada saya? Kenapa—"

Plak!

Sekali lagi, Bella menampar Indira, sebelum wanita berpakaian maid itu sempat membalas. Tatapan nyalang Bella arahkan pada maid barunya ini.

"Kamu tanya kenapa, hah?" tanya Bella sinis.

Indira balik bertanya dengan polos sambil merasakan pipinya yang perih. "Saya tidak punya salah apa-apa, jadi kenapa saya ditampar?"

Bella tersenyum miring. "Perlu saya jelaskan alasannya? Bukannya kamu tahu sendiri apa salah kamu, hah?"

"Nyonya, saya benar-benar tidak mengerti."

Wanita bermata biru itu tidak percaya dengan kepolosan Indira. Ia masih menatap Indira dengan tajamnya.

"Jangan pernah berani untuk mencoba menggoda suami saya! Ingat, kamu di sini untuk bekerja, bukan untuk menggoda!" sentaknya.

"Tapi Nyonya, saya tidak—"

"Heh!" Jari telunjuk Bella mengarah pada wajah Indira dengan tajam. "Saya tahu wanita macam kamu. Memanfaatkan kecantikan kamu untuk menggoda lelaki kaya." Bella bisa melihat, dibalik penampilan Indira yang sederhana, tersimpan kecantikan alami, kecantikan wanita polos yang tidak biasa. Ia tahu, ia lebih dari Indira, jauh dari pelayan kampungan ini. Akan tetapi, tak ada salahnya untuk jaga-jaga. Siapa tahu Indira punya niat terselubung pada suaminya.

"Nyonya salah paham. Saya datang ke sini untuk bekerja, bukan untuk menggoda lelaki kaya." Setenang mungkin, Indira menjelaskannya.

"Baik, untuk sekarang saya percaya dengan niat kamu. Tapi kalau saya melihat kamu dekat-dekat dengan suami saya lagi—kamu akan habis ditangan saya!" Bella memperingatkan dengan tegas. Indira menganggukkan kepalanya.

"Sudah! Sekarang kamu kembali bekerja. Saya mau istirahat."

"Baik, Nyonya."

Setelah Indira pergi, Bella mendengus kesal. Merebahkan tubuhnya ke atas ranjang empuk. Kesal pada Indira dan kesal pada suaminya tadi.

"Kayaknya Bara marah banget sama aku, sampai dia nggak mau memenuhi keinginan aku. Padahal selama ini, dia selalu melakukan apa yang aku mau. Pokoknya, nanti aku harus bujuk dia, biar dia nggak marah lagi."

Bella menyadari kesalahannya, mungkin karena kurang memperhatikan Bara yang menyebabkan lelaki itu tidak mau menurutinya lagi.

"Oh iya. Ngomong-ngomong, aku suruh si mbok Tuti cari pembantu yang seumuran si mbok Yeni. Tapi kenapa yang datang malah pembantu yang masih muda. Mana cantik lagi! Awas aja kalau dia berani gangguin suamiku."

Wanita bermata biru itu, mengakui kalau Indira memang cantik dan masih muda. Dalam sekali lihat, ia tidak suka dengan pelayan barunya itu.

***

Siang itu, Bara sedang berkutat di dalam ruang kerjanya. Sebentar lagi ia akan ada rapat penting bersama dengan koleganya. Namun, ia menyadari ada sesuatu yang ia lupakan di rumah.

"Sial! Aku lupa membawa dokumennya di rumah."

"Ada apa pak Bara? Kenapa bapak terlihat panik? Sebentar lagi rapat, Pak." Rudi, asisten pribadinya melihat Bara tampak panik.

"Dokumen rapatnya ketinggal di rumah saya." Bara memijat pelipisnya.

"Biar saya yang ambilkan di rumah pak Bara." Saran Rudi.

"Tidak usah! Kita nggak punya banyak waktu. Pasti pak Suryo sudah menunggu kita dan kita harus segera menemuinya. Saya akan suruh orang di rumah untuk mengantar dokumennya ke tempat rapat."

Tidak ada waktu untuk pergi ke rumah, ia dan asisten serta sekretarisnya harus ke tempat pertemuan. Maka dari itu, Bara meminta orang rumah membawa dokumen itu dari ruang kerjanya.

"Aduh, maafin mbok Tuti ...tuan. Mbok lagi di supermarket sama pak Udin. Mbok Tuti juga mau sekalian jemput non Celine di sekolah."

Bara tidak bisa marah pada Tuti. Tuti juga sibuk, begitu pula dengan pelayan lain. "Ya sudah. Minta istri saya kemari untuk mengantarnya."

"Aduh Tuan, maaf ... nyonya Bella tadi pergi sama pak Andrew."

Lelaki diseberang sana terlihat kesal saat mendengarnya. Ia berusaha menahan amarah. "Suruh Indira datang kemari. Saya kirim alamatnya!" Putus Bara, yang lalu mematikan sambungan telponnya. "Sial Bella! Kenapa kamu selalu saja begini?"

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 7. Harus Tahu Diri

    Tanpa mempedulikan istrinya yang akan mengomel seperti biasa, Bara melangkah pergi dari sana. Ia harus sarapan dan segera ke kantor. Sebelum ke kantor, ia juga harus mengantar Celine ke sekolah."Kenapa Bella tidak minta maaf sama aku? Setelah dia meninggalkanku begitu saja malam itu, tanpa pamit."Lelaki itu rupanya masih kesal, karena teringat pertengkaran mereka terakhir kali. Di mana Bella sangat keras kepala, meski dilarang pergi oleh Bara, wanita itu tetap pergi meninggalkannya."Sial! Kenapa sekarang aku malah ingat kejadian malam itu?" Bara mengumpat, karena ia malah ingat kejadian malam panas bersama pembantu cantik di rumahnya, beberapa hari lalu.Ketika Bara sampai di lantai bawah, ia melihat pemandangan yang kurang menyenangkan dan etis menurutnya. Indira yang sedang duduk di kursi meja makan dan bersampingan dengan Celine. Hal yang tak seharusnya dilakukan pembantu."Apa yang kamu lakukan?"Sontak saja Indira terperanjat melihat sosok Bara sudah ada dibelakangnya. Suara l

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 6. Salah Paham!

    Bara dan Indira terkejut melihat kedatangan seorang wanita cantik berambut panjang dan bertubuh proposional yang menatap mereka dengan sepasang mata birunya membara."Wanita jalang! Beraninya kamu menggoda suamiku!" bentak wanita itu seraya menarik rambut Indira dengan kasar. Sehingga Indira menjauh dari Bara."Aakkh. Tolong lepaskan saya. Sa-sakit..." Indira meringis kesakitan, ketika merasakan tarikan kuat pada rambutnya yang dicepol itu. Seakan-akan rambutnya akan copot dari kepalanya detik itu juga.Cepol rambut Indira lepas dan membuat rambut panjangnya yang berwarna hitam tergerai."Berani ya kamu menggoda suami saya, hah?" sentak Bella emosi, tanpa melepaskan tangannya dari rambut Indira."Nyo-nyonya salah paham. Sa-saya tidak—aaakhh.""Sayang, kamu salah paham." Bara memegang tangan Bella dan berusaha menghentikan istrinya itu.Bella menatapnya tajam. "Salah paham apa? Jelas-jelas kamu pelukan sama dia, Bara! Kamu ada main sama wanita jalang ini, kan?" sungutnya."Lepaskan dia

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 5. Wanita Jalang

    Sontak saja wajah Bara dan Indira memucat, usai mereka mendengar suara yang ada di depan pintu.Mereka lebih terkejut lagi saat melihat seorang wanita paruh baya masuk ke dalam ruangan tersebut dan tiba-tiba wanita itu berada di tengah-tengah mereka."Apa sudah mulai ada kabar baik, Bar? Apa mantu mamih sudah mengandung?" tanya Mayang seraya menatap ke arah putranya. Dengan tatapan berbinar-binar yang penuh dengan harapan.Bara buru-buru menepis pertanyaan dari Mayang. Sebelum wanita itu kembali berharap akan datangnya seorang cucu darinya dan Bella. "Tidak Mih. Bukan begitu."Kemudian tatapan Mayang tertuju tajam ke arah Indira. Seorang wanita asing yang sedang bersama dengan putranya, di dalam ruangan yang tertutup."Dan kamu—siapa? Kenapa kamu bisa bersama dengan anak saya di sini?" tanyanya dengan nada yang datar.Sebelum Bara menjawabnya. Indira menjawab lebih dulu pertanyaan dari Mayang. "Sa-saya pembantu baru di rumah ini, Nyonya. Nama saya Indira.""Oh ... jadi kamu pembantu b

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 4. Dua Ratus Juta

    Indira tercekat, ketika ia melihat dengan jelas siapa yang berdiri tak jauh darinya. "Tuan Bara?" gumamnya pelan. Seakan tak percaya kalau ada Bara di sini."Jangan ikut campur, kalau tidak mau babak belur!"Bara tersenyum tipis, ia memandang ketiga pria bertubuh besar itu dengan remeh. Kemudian berkata tanpa rasa takut. "Kalian yang akan babak belur, kalau berurusan dengan saya!""Kamu nantangin kita hah!"Kedua pria itu mendekati Bara dengan emosi, sementara satu pria lainnya masih memegang tangan Indira dengan kuat. Akhirnya terjadi perkelahian yang melibatkan baku hantam di sana. Dengan mudahnya, hanya dengan hitungan detik, Bara berhasil melumpuhkan keduanya. Mereka yang semula menantangnya, kini terkapar di atas aspal dengan ringisan kesakitan yang keluar dari bibir mereka."A-ampun ...jangan pukuli kami lagi.""Sudah cukup, ini sakit sekali," kata pria berkepala plontos itu sambil memegang perutnya yang terasa sakit seperti diremas-remas. Akibat ulah Bara."Saya kan sudah bilan

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 3. Kamu wanita semalam?

    Indira terdiam membeku, mendengar kata-kata perintah dari Bara untuk mengangkat kepalanya. Suara Bara malah membuatnya teringat kejadian semalam. Bahkan rasa sakit karena kegiatan semalam saja, masih belum hilang. "Aku tidak boleh mengangkat kepalaku," gumam Indira dalam hatinya. "Kamu tuli?!" Suara Bara terdengar meninggi. Pertanda bahwa perintahnya tak boleh dibantah. Tuti langsung menyenggol lengan Indira, kemudian berbisik, "Indira, Tuan bicara sama kamu. Cepat lakukan apa yang dia katakan!" Dengan ragu, Indira mendongakkan kepalanya perlahan-lahan. Hingga akhirnya sepasang matanya yang berwarna coklat muda itu bertemu dengan sepasang mata berwarna abu-abu milik Bara. "Siapa namamu?" tanya Bara. Indira menjawab terbata-bata."Na-nama saya Indira, Tu-tuan." Terjawab sudah pertanyaan Bara pagi ini, ketika ia mendengar suara Indira. Kilatan ingatan semalam yang samar-samar mulai muncul di kepalanya. "Tu-tuan, tolong le-lepaskan saya. Saya bukan nyonya Bella. Saya Indira, Tuan.

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 2. Darah di seprai

    Bara terlelap dalam damai setelah percintaan panasnya dengan Indira. Sementara wanita itu, ia kembali ke kamarnya dengan perasaan hancur. Ia berjalan masuk ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya yang masih memakai pakaian lengkap dengan air yang mengalir."Aku sudah kotor, a-aku kotor, ibu ...," lirih Indira seraya menggaruk-garuk tubuhnya dengan frustasi. "Aku kotor ...""Aku tidak bisa menjaga diriku. Aku gagal menjaganya."Tak pernah Indira duga, di hari pertamanya bekerja, ia harus mengalami kejadian mengerikan ini. Akan tetapi, ia tidak bisa terus terpuruk seperti ini. Semuanya sudah terjadi.Meski tubuhnya sakit, seperti terasa remuk. Tidak ada yang lebih menyakitkan dibandingkan dosa yang sudah ia lakukan. "Aku harus resign dari sini. Aku nggak bisa bekerja di rumah ini lagi. Aku harus pergi," gumam Indira disela-sela isak tangisnya yang terdengar pilu, menggema di kamar mandi itu."Indira. Kamu kemana? Saya nyariin kamu dari tadi."Indira terkejut, manakala ia mendapati Tuti, k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status