Share

Bab 3 Shitty Talk

Setelah mengobrol hampir selama dua jam, Cologne ingin pamit untuk pulang ke rumahnya.

“Ah, benar-benar sangat menyenangkan setiap kali mengobrol dengan Anda. Rasanya sedikit  beban di hatiku ini telah terangkat,” ucap Cologne dengan jujur.

Tuan Ash tersenyum. “Kalau begitu sering-seringlah datang kemari. Aku juga sangat berterima kasih karena kau sudah mau datang kemari untuk mengunjungi orang tua yang kesepian ini,” kata Tuan Ash  yang menyelipkan sedikit candaan di sana.

“Akan aku usahakan.” Cologne bangkit berdiri dari sofa yang diikuti juga oleh Tuan Ash yang mengetahui bahwa pemuda itu sebentar lagi akan pulang. “Terima kasih, Tuan Ash untuk jamuannya. Aku akan pulang,” ucap Cologne sembari meraih jaketnya yang ia sampirkan di sofa milik Tuan Ash.

Tuan Ash mengangguk dan mengantarkan pemuda tersebut sampai di depan pintu rumahnya. Namun sebelum melihat pemuda itu benar-benar pergi meninggalkan rumahnya, Tuan Ash sempat bertanya seperti ini pada pemuda tersebut, “Nak, tampaknya aku merasakan ada sesuatu yang buruk tengah mengikutimu, apa kau merasa baik-baik saja?” tanya Tuan Ash cemas. Pria tersebut bisa merasakan hawa jahat yang terus mengikuti keberadaan Cologne. Dia pikir pemuda tersebut baru saja mengalami ‘ketempelan roh jahat’ yang berbahaya.

Cologne tersenyum kecut. “Sungguh, aku baik-baik saja. Tuan tidak perlu merasa cemas,” jawabnya sedikit gugup. Tampaknya Cologne merasa sedikit takut bahwa Tuan Ash bisa saja mengetahui sesuatu yang telah dengan sengaja ia sembunyikan dari pria tersebut.

Tuan Ash merogoh saku celana kain hitamnya lalu mengeluarkan sebuah botol kecil berisikan air suci untuk diberikan pada Cologne. “Ambil ini. Aku harap benda ini dapat sedikit membantumu. Dan sering-seringlah berdoa agar kau selalu dilindungi Tuhan,” pinta Tuan Ash yang mencemaskan keadaan Cologne.

Cologne mengambil botol kecil tersebut dengan sedikit ragu. Dia sebenarnya ingin menolak. Dia berpikir meskipun Tuan Ash mencoba ingin melindunginya pada akhirnya hanya akan berakhir menjadi sia-sia saja karena iblis semacam Berlin tentu saja tidak akan  pernah mempan dengan menggunakan air suci dalam jumlah yang sangat sedikit.

Tersenyum setelah menerima botol pemberian Tuan Ash, Cologne kemudian benar-benar pergi dari rumah tersebut dengan perasaan sedikit tidak nyaman di hatinya.

***

“Hei …. ” panggil Berlin yang tiba-tiba saja muncul di samping tubuh Cologne dalam wujud asap.

“Apa?” tanya Cologne dengan suara yang terdengar sedikit ketus.

“Aku pikir kau melewatkan sedikit bagian dari rencana perjalananmu,” kata Berlin tiba-tiba.

“Jangan sok tahu!” balas Cologne acuh.

Meskipun, Berlin tahu bahwa Cologne akan terus berusaha mengacuhkan dirinya atau mencoba untuk tidak berbicara lebih banyak. Dirinya tahu, bahwa Cologne tentu saja tidak akan bisa mengabaikan satu hal ini.

“Kau sebenarnya berencana untuk pergi ke makam Jo bukan? Aku tahu hal itu karena aku bisa membaca pikiranmu. Kau tidak bisa berdalih. Dasar pengecut!” sindir Berlin.

“Cih … jangan ikut campur!” Cologne mengacungkan jari tengahnya. Sekarang dia terlihat seperti orang gila yang berbicara seorang diri. Bersyukurlah jalanan saat ini terlihat sepi, jika tidak maka jelas ia akan dianggap sebagai orang aneh yang terus berbicara sendirian di sepanjang jalan.

Berlin tertawa, “Hahaha … dasar bodoh. Kau tidak berani datang ke makam Jo karena kau masih terus merasa bersalah padanya bukan? Astaga di mana letak keberanianmu itu? Kau terlihat seperti kalkun tua yang menyedihkan,” ejek Berlin tidak ada habis-habisnya. Iblis nakal itu tidak akan pernah berhenti untuk mencoba mengganggu Cologne.

Cologne menutup kedua telinganya dan berteriak seolah-seolah ada objek yang benar-benar terlihat nyata di hadapannya saat ini, “BERISIK DIAM KAU SIALAN!” teriak Cologne murka.

“Bah. Tampaknya kejiwaan bocah ini kembali kambuh,” sindir Berlin.

***

Di Rumah

“Kau ingin tidur?” tanya Berlin saat mendapati Cologne kini telah rapi dalam balutan piayama sederhana miliknya.

Cologne menatap Berlin dengan wajah datar. “Tidak sekarang aku sedang mencoba simulasi kematian,”  jawabnya asal.

“Oh kalau begitu dengan sukarela aku akan membantumu,” kata Berlin kesenangan. Bayangan itu lalu menerbangkan pisau ke arah Cologne.

Cologne mendecak kesal, “Ck berhentilah main-main! Aku ingin istirahat,” tukasnya dengan cepat. Pemuda itu membersihkan tempat tidurnya terlebih dahulu lalu naik ke atas sana dengan perasaan nyaman. Setelah nyaman berada di posisi tersebut tiba-tiba saja Cologne bertanya pada Berlin yang kini tengah melayang-layang di atas kepalanya, “Hei menurutmu apa sebaiknya aku berhenti saja dari pekerjaan yang kumiliki sekarang?”

“Kau ingin jadi tunawisma?” cemooh Berlin.

“Sialan kau.”

“Kau yang sialan.”

Meskipun tahu bahwa Berlin tidak akan pernah memberi jawaban yang menyenangkan, Cologne tetap saja masih bertanya pada sosok iblis tersebut.

"Hei," panggil Cologne.

"Apa?"

"Apa kau tahu alasan mengapa akhir-akhir ini aku sering bermimpi buruk?" tanya Cologne yang sejujurnya tengah mencurigai Berlin. Pemuda itu berpikir bahwa penyebab dari mimpi buruk yang akhir-akhir ini ia alami berasal dari gangguan sosok iblis yang tengah menumpang di rumahnya saat ini.

"Tidak tahu. Mungkin itu pertanda bahwa sebentar lagi kau akan dikirim ke neraka," jawab Berlin dengan asal.

"Aarrghh ... bisakah kau memberi jawaban yang sedikit masuk akal?! Kau itu iblis!" jerit Cologne frustasi. Dia merasa kesal karena semua pertanyaan yang ia ajukan untuk Berlin sama sekali tidak ada yang dijawab dengan benar.

Berlin mendecak, "Ck. Kalau kau ingin mendapat jawaban yang benar, sana bertanyalah pada malaikat atau Tuhan! Kau itu bodoh atau apa? Mengharapkan jawaban yang benar dari sosok iblis?" balas Berlin tak kalah frustasinya dengan Cologne.

Cologne langsung terdiam dan menutup wajahnya dengan selimut. Diam-diam dia merasa malu sekaligus bodoh karena perkataan Berlin memang tidaklah salah. Kalau dia ingin mengharapkan jawaban yang benar mengapa ia tidak bertanya saja pada Tuhan dalam doanya?

***

Berlin menghembuskan nafasnya secara kasar dan merasa sedikit frustasi karena sudah meladeni tingkah laku konyol dari Cologne. Iblis itu sejenak merasakan kepintaran yang ia miliki mendadak turun drastis setelah berbicara dengan manusia aneh seperti Cologne.

"Sialan mengapa aku harus terlibat dengan manusia aneh seperti dirinya?" keluhnya kesal.

"Dia memang sedikit aneh tapi dia adalah sosok yang cerdas yang pernah kutemui," ujar seseorang yang tiba-tiba saja muncul di hadapan Berlin.

Berlin yang mendengarkan suara tersebut langsung mendongkak. Dan setelah berhasil melihat sosok tersebut lebih jelas, Berlin merasa semakin kesal. "Kenapa baru muncul sekarang?" tanyanya ketus.

Sosok tersebut yang tak lain tak bukan adalah arwah dari Heilige Potsdam atau Jo yang merupakan sahabat Cologne yang telah tiada.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status