“Kang Cecep sepertinya benar-benar mencurigai aku. Kira-kira Darna ngomong apa ya, ke Kang Cecep?” hati Janeta bertanya-tanya. Cecep tidak juga mengalihkan pandangan darinya. Namun Janeta pura-pura tidak melihat itu. Dirinya fokus kepada Ratih dan ingin menggali keterangan dari gadis manis itu.
Janeta berjalan perlahan mendekati Ratih yang masih bersembunyi dibalik tubuh Bu Asih. Di lemparkannya senyuman manis kepada gadis itu.“Ratih, bisakah kamu menceritakan dengan tenang apa yang terjadi padamu? Katakan pada Kakak siapa Salma yang kamu maksud? Kakak janji akan mencari orang itu dan memberikan hukuman kepadanya.” Ratih menatap Janeta ragu lalu beralih kepada Bu Asih. Bu Asih menggelengkan kepalanya perlahan seakan memberi isyarat agar Ratih tidak menceritakan apa pun. Dan tindakan Bu Asih terlihat oleh Cecep.“Biarkan Ratih menceritakan Bi, sebenarnya ada apa dan siapa yang mengurung telah Ratih.” Cecep langsung menimp“Sial, Aku terlambat!” Janeta memaki dirinya sendiri begitu ia mendapati rumah Fitri sudah kosong. Dari mantan tetangga Fitri, Janeta mendapat keterangan yang sama seperti Salma.“Tadi ada gadis yang mencari Fitri?”“Iya Neng, dia datang dengan mengendarai mobil warna putih.” Seorang mantan tetangga Fitri menjelaskan.“Orangnya cantik dan rambutnya segini?” Janeta memperagakan rambut panjang sampai di bawah bahu.‘Iya betul Neng.” sahut salah seorang mantan tetangga Fitri.“Oh, Salma sudah lebih dahulu bergerak dari pada aku. Jangan sampai gadis jahat itu menemukan Fitri. Apalagi Tuan Fidel mau pun Tuan Tunio.” desah hati Janeta gelisah.“Aduh Fitri, kemana Kakak harus mencarimu, Dik! Kalian dalam bahaya besar.”Janeta berusaha memutar otaknya berupaya mengingat siapa orang yang bisa memberinya petunjuk tentang keberadaan Fitri.“Aku yakin pakaian b
Pagi itu di desa tempat Ratih dan ibunya tinggal.Matahari bersinar cukup cerah. Bu Asih terlihat bersiap turun ke sawah, Ratih memilih membersihkan dan merapikan gubuk mereka. Sejak dirinya pergi hampir 4 bulan meninggalkan ibunya, gubuk itu sudah terlihat sangat berantakan.Namun baru saja dirinya akan memulai pekerjaan yang sudah ia rencanakan, tiba-tiba ia mendengar ibunya tengah berbincang dengan seseorang.“Ratih ada di dalam.” Begitulah ucapan Bu Asih yang sampai ke telinga Ratih.“Ibu ngomong sama siapa?” gumam Ratih penasaran lalu menyusul ke bagian depan rumah kecil milik mereka itu.“Oh Kang Darna?” gumam Ratih dengan wajah agak memerah.“Bagaimana keadaan kamu Ratih?” tanya pemuda yang ternyata bernama Darna itu langsung memandang ke arahnya.“Sehat Kang.” sahut Ratih lalu duduk sebuah bangku panjang yang ada di depan gubuknya. Bangku panjang tersebut berada di bawah pohon ja
“Hari ini Neng gelis.. eh Neng Janeta nggak datang ke sini. Aduuh... Hatiku kok rasa gimanaaa gitu ya Allah... Dunia rasanya sepi tanpa penghuni..” Cecep mendesah resah. Berkali-kali ia memperbaiki posisi duduknya namun tak beranjak dari pelataran rumahnya itu.Dipandanginya langit yang berhiaskan bintang dan rembulan yang bersinar terang. Rindu dendam makin menyiksa hati.Bu Wati berkali-kali mengintip putranya dari ambang pintu yang terbuka. Beberapa kali pula ia menghela nafasnya.“Anakku benar-benar sedang jatuh cinta.” bisik hati Bu Wati tersenyum. Sudah lama ia tidak melihat Cecep seperti itu sejak kekasihnya pergi begitu saja meninggalkan dirinya. Hati Cecep seperti terkunci dan kunci agaknya sudah berkarat dan mustahil untuk dibuka.Tapi akhir-akhir ini Cecep berubah seratus delapan puluh derajat. Ia jadi sering melamun dan terkadang senyum-senyum sendiri.Tak lama kemudian terdengar suara sepeda motor mendekat. Suara itu sema
Sementara itu Fitri di rumah kontrakannya yang baru.Fitri terlihat melamun di atas kasur busa tipis yang terbentang di kamarnya. Kamar yang tidak begitu luas itu adalah satu-satunya tempat untuk fitri dan ibunya serta Hasan adiknya beristirahat.Sedangkan Lina terlihat sibuk di dapur. Ia mempersiapkan kue-kue dan makanan yang akan dijajakan Fitri dan Hasan besok di terminal bus antar kota yang tidak begitu jauh dari rumah kontrakannya itu.“Fitrii...! Sini bantuin Ibu. Dari tadi kok melamun terus.” Lina berteriak dari dapur. Suaranya cukup keras sampai ke kamar tempat Fitri duduk sambil menopang dagu dengan wajah kusut.“Ya Bu!” sahut Fitri bermalasan menuju dapur.Lina mengangkat wajahnya memandang putrinya itu. Ia harus menengadah karena ia duduk di atas bangku kecil yang rendah sedangkan Fitri berdiri. Tangan Lina sibuk meramu adonan kue di dalam sebuah baskom plastik.“Ada Fit? Ibu perhatiin sejak pagi tadi kamu murung
Tengah malam dini hari.Suara dengkur Fitri dan Hasan terdengar halus. Dada mereka naik turun mengikuti irama nafas yang keluar dari mulut dan hidung mereka.Lina tersentak bangun ketika ia bermimpi dengan Nyonya Lusy. Dalam mimpi ia melihat Nyonya Lusy bersimbah darah lalu seseorang yang telah memberikan beberapa lubang tikaman di tubuhnya terlihat berlari menjauh. Di sebuah tempat yang agak gelap, sosok yang tidak diketahui gendernya itu terlihat melepaskan pakaiannya yang berlumur darah lalu memasukkan ke dalam kantong kresek berwarna biru.“Ooh, mengapa aku seperti melihat pembunuhan Nyonya Lusy? Dan kantong kresek berwarna biru serta baju di dalamnyaa...Lina mengucek-ngucek kedua matanya hingga pandangannya menjadi jernih. Lampu bertenaga 5 watt yang menerangi kamar itu, cukup bagi Lina untuk melihat dengan jelas ke dua anaknya yang tertidur lelap.Fitri berada di samping kanannya dan Hasan di samping kirinya. Semenjak suami Lina meninggal dunia,
Menjelang siang di ruang kerja Tuan Morat.“Aku tidak menyangka hidupmu akan berakhir dengan setragis ini, sayang. Ooh, dulunya aku berharap, kamu akan lebih bahagia hidup tanpa aku. Hidupmu akan lebih sempurna dan mendapatkan cinta yang seutuhnya. Tapiii....Tubuh Tuan Morat sedikit membungkuk ke depan. Ia tumpukan sikunya di atas meja dan tangannya itu menopang wajahnya yang menoleh agak ke samping kiri. Sementara itu sebelah tangannya lagi tetap memegang selembar foto. Nanar matanya menatap seraut wajah disana.Tuan Morat yang biasa terlihat berwibawa dan cool, tapi di dalam kesendiriannya ternyata ia juga manusia biasa yang tidak luput dari duka.Dua rongga mata Tuan Morat membasah. Netranya mengaca lalu membentuk anak sungai kecil yang kini mulai menuruni wajah tuanya.“Percayalah sayang... aku pasti akan menuntut orang yang menyakitimu dengan seberat-beratnya. Agar kamu tenang di alam sana dan menungguku agar kita kembali bersama.” Wa
Tuan Fidel sudah menunggu dari tadi, Bu!” Disti melapor ketika Janeta baru saja memasuki kantornya. Gadis itu baru saja diterima sebagai karyawati yang bertugas menerima tamu perusahaan.“Oh ya. Dimana dia?” tanya Janeta tanpa memperlambat jalannya yang memang terbiasa cepat. Disti agak setengah berlari mengikuti langkah wanita bertubuh tinggi itu. Suara tumit sepatu Disti berirama teratur menaiki anak tangga.“Di ruang tunggu, Bu!” jawab Disti berusaha membarengi langkah Janeta.“Hm..” gumam Janeta singkat saja. Ia sudah berada di lantai atas dan siap masuk ke ruangannya. Disti berhenti di depan pintu agak takut melihat sikap dingin bos-nya itu. Ia nampak bingung apakah harus mempersilahkan Tuan Fidel masuk ke ruang Janeta atau tidak. Sebagai karyawati baru, Disti belum memahami sifat atasannya.“Si Bos gayanya santai tapi orangnya cuek banget.” Disti membathin dalam hati. Ia menggigit ujung kukunya sem
“Desas-desus itu sudah berkembang sangat santer, Ndan!” seorang polisi berpangkat Briptu melapor kepada seniornya yang berpangkat lebih tinggi.“Hm..!” Sang senior bergumam sambil berbarengan langkah dengan yuniornya itu.“Siapkan tim untuk melakukan penyelidikan ulang! Kesimpulan korban bunuh diri baru kesimpulan awal yang berdasarkan hasil otopsi Dokter dimana tidak ditemukannya tindak kekerasan ditubuh korban.”“Siap Ndan!”“Dan jika memang ada temuan baru yang mengacu pada kejanggalan kasus ini, maka kita harus meresponnya sesegera mungkin!”“Siap Ndan!”Setelah menerima beberapa arahan lalu anggota polisi yang lebih yunior memberi hormat kepada seniornya itu. Lalu ia bersama beberapa orang anggota lainnya mulai merangkak untuk mencari informasi seputar kematian Pak Warno yang terjadi di daerah hukum tempat mereka bertugas.“Ada apa kok banyak polisi datan