Home / Historical / Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua / Bab2. Perawat Tanaman Hias Nyonya Shania

Share

Bab2. Perawat Tanaman Hias Nyonya Shania

last update Last Updated: 2022-02-18 23:22:56

Shania mematut tanaman kecil yang unik dalam sebuah pot kecil yang baru saja di terimanya dari tangan Janeta.

“Hm, ini tanaman hias yang tidak mudah untuk berkembang biak. Berasal dari gunung Cedarberg yang ada di Afrika Selatan. Tanaman ini sungguh langka dan sangat sulit di temukan keberadaannya dan konon kabarnya mempunyai daya magic yang mampu memberikan perlindungan.” gumam Shania dengan wajah berseri menggantikan rona kusut yang sebelumnya terlihat jelas.

“Hmm..he..hmm.” gumam Janeta tidak jelas. Shania ternyata lebih mengetahui secara detail tentang tanaman hias yang sedang ia tawarkan itu.

“Aku akan membayarnya dan sekali gus membayar jasamu untuk merawat tanaman ini! Kamu harus datang ke rumahku setiap hari dan usahakan tanaman ini bertunas dalam waktu secepat mungkin!” sederetan perintah keluar begitu saja dari bibir seksi wanita cantik berkulit putih bersih itu.

“Taa.. tapi.. Nyonya!” Janeta tidak meneruskan kalimatnya. Ia hanya menatap wajah Shania yang juga tengah memandanginya.

“Aku akan bayar tanaman ini 50 juta. Dan gajimu 5 juta sebulannya.” ujar Shania lalu meninggalkan Janeta yang kebingungan di teras rumah dengan biji mata membesar mengiringi kepergian Shania yang melenggok gemulai memasuki rumahnya.

Tak lama kemudian Shania kembali dengan membawa selembar kertas cek.

“Ini cek kontan senilai 55 juta rupiah, kamu boleh pergi sekarang ke bank untuk mencairkan uang ini dan jangan lupa kembali besok pagi untuk memulai tugasmu! Dan kamu hanya libur satu hari dalam seminggu yaitu di hari Selasa!” bagaikan terompet yang di tiup seorang, kembali wanita muda nan cantik itu memborbardir Janeta dengan sederetan perintah.

“Baiklah Nyonya!” ujar Janeta mengangguk dengan hikmat. Hatinya tentu saja senang karena tujuannya untuk mendekati Shania yang tengah ia curigai sebagai pembunuh Lusy, kini telah kesampaian.

“Tolong letakkan Kak Lusy di atas rak itu!” perintah Shania sambil menunjuk rak bunga bagian paling atas. Rak itu terbuat dari besi yang di cat dengan warna emas. Dari ukiran teralisnya, jelas terlihat kalau rak itu di buat oleh seseorang yang sangat ahli di bidangnya dan harganya tentu sangat mahal.

“Kak Lusy?” spontan Janeta bergumam sambil menerima tanaman hias dalam pot kecil itu dari tangan Shania.

Shania menatap Janeta dan dengan sedikit menunduk Janeta membalas tatapan Shania. 

Astaga..!

Dua anak air jatuh bergulir di pipi Shania yang putih mulus.

“Ma.. maaf, mengapa Nyonya menangis?” tanya Janeta penuh heran.

“Kak Lusy adalah madu tuaku. Ia bagaikan Kakak kandungku. Aku mengibaratkannya dengan bunga langka ini karena aku tahu tidak banyak orang sebaik Kak Lusy.” beber Shania mulai mengusap air matanya.

“Hmm, pelaku kejahatan memang selalu menampilkan kesedihan yang berlebihan untuk menutupi kesalahannya dan menghindar dari kecurigaan.” Janeta membaca sebuah kalimat yang ia dapatkan dari sebuah buku petunjuk di alam detektif. Tapi sudah pasti kalimat itu ia lontarkan hanya di dalam hatinya saja.

“Baiklah Nyonya! Saya tidak mengenal Nyonya Lusy yang Nyonya sebutkan tadi.” jawab Janeta lirih sambil menundukkan kepalanya. Jelas Janeta berbohong dan tengah menggiring pengakuan Shania selanjutnya dengan pancingan kalimatnya itu.

Janeta kemudian beringsut mendekati rak yang tadi di tunjuk oleh Shania lalu dengan hati-hati Janeta meletakkan pot itu pada bagian atas rak bunga tersebut.

Shania mengikuti gerakan Janeta dengan pandangan matanya yang penuh misteri. Lalu setelah Janeta selesai melakukan tugasnya dan kembali ke hadapan Shania, Shania gantian berjalan perlahan menuju rak bunga tersebut.

Dengan sedikit menengadah Shania menatap tanaman hias yang baru saja di taruh Janeta dengan wajah sedih dan air mata berderai.

“Kak, aku akan merawatmu dengan baik. Kamu ibarat bunga ini yang tidak mudah di temui di dunia.” ucap Shania mulai terisak pilu. Bahunya berguncang turun naik.

“Nyonya..!” seruan Janeta tertahan ketika melihat Shania mengangkat tangan tanpa menoleh kepadanya.

“Pergilah! Biarkan aku di sini berbincang dengan Kak Lusy!” seru Shania mengusir halus Janeta untuk pergi.

Janeta mengangguk dan berjalan mundur perlahan ke belakang meninggalkan teras itu. Matanya yang tajam tetap mengawasi Shania yang terus saja meratap sedih sambil memandangi tanaman hias tadi.

“Sempurna !” maki Janeta lalu mengganti porseling mobil dan perlahan mengemudi meninggalkan tempat itu. Ia mengemas senyum miring di bibirnya.

“Aku sudah bertemu dengan orang yang berpotensi sebagai pelaku.” lapor Janeta lirih melalui ponselnya, sementara sebelah tangan kirinya memegang kemudi dan matanya nanar memandang lurus ke jalan.

“Siapa?” tanya Rusmidi dari ujung telepon.

“Shania!” jawab Janeta lirih.

“Bagus!” balas Rusmidi singkat lalu menutup pembicaraan.

*

“Hei, kamu tidak berhasil menjual satu pot bunga pun! Sudah aku katakan kalau kamu tidak berbakat menjadi seorang penjual tanaman. Coba kalau tadi aku ikut bersamamu, setidaknya 20 pot bunga bisa terjual.” Anggi langsung merepet setelah ia memeriksa dan menghitung pot tanaman hias di bak pik up yang baru saja sampai di halamannya yang menyerupai perkebunan tanaman hias. Jumlah pot yang di bawa Janeta masih masih sama dengan jumlah yang pulang sekarang. Itu artinya Janeta tidak berhasil menjual satu pot pun tanaman miliknya.

“Uh, merepet aja nih si Ibu. Bukannya di suruh duduk dulu.” sungut Janeta sambil memperbaiki letak tas selempang di dadanya.

“Kamu itu hidup sendiri, Janet! Kamu tidak tahu betapa besarnya biaya yang harus di keluarkan untuk biaya pendidikan anak. Mana besok aku harus membayar uang pembelian buku Rangga.” omelan Anggi terus berlanjut sambil memandang Angga putra semata wayangnya yang sedang sibuk menyiram bunga tak jauh dari bangku panjang tempat Janeta dan Anggi kini duduk.

Rangga menoleh kepada ibunya dengan wajah sendu lalu berjalan perlahan mendekati Anggi dan Janeta.

“Besok hari terakhir untuk membayar buku, Bu. Kalau tidak Rangga tidak di bolehkan ikut belajar.” ucap Rangga pilu lalu menundukkan kepalanya. Anak itu duduk di kelas VI Sekolah Dasar.

Anggi mengusap kepala Rangga nan nampak sedih.

“Sabar ya Nak. Ibu pasti akan berusaha memenuhi kebutuhanmu.” hibur Anggi mencoba tersenyum.

“Iya Bu!” jawab Rangga lalu meninggalkan Anggi dan Janeta untuk meneruskan pekerjaannya menyiram tanaman. Anggi mengikuti kepergian putranya dengan pandangan matanya.

“Nih !” Janeta menyodorkan satu ikat lembaran uang lima puluh ribuan.

Anggi menoleh dan rongga matanya langsung melebar.

“Uu.. uaang!” seru Anggi tak percaya menatap uang yang di sodorkan Janeta lalu beralih memandangi wajah Janeta yang duduk di sampingnya.

“Ya uanglah, masa kue apem.” sahut Janeta sambil salah satu tangannya membenarkan letak ranting kayu yang ia jepit dengan kedua bagian giginya.

“Ambillah!” ujar Janeta lalu menyodorkan uang itu lebih dekat ke dada Anggi.

“Uu uuntukku..?” tanya Anggi tergagap.

“Yeah.! Jawab Janeta singkat lalu membuang ranting yang tadi di gigitnya.

Anggi bergegas menerima uang yang masih terikat kertas melintang yang bertuliskan nama sebuah Bank terkenal. Di kertas yang mengikat lembaran uang itu tertera jumlah nominalnya 5.000.000 Rupiah.

“Ranggaaa...!! Ini uangnya Naaak..!! Anggi berlari mendekati Rangga dan mendekap uang yang baru saja di berikan Janeta di dadanya.

Rangga yang sedang sibuk menyiram tanaman spontan melemparkan slang kecil yang masih di aliri air. Ia berlari menyambut kedatangan ibunya dan mereka terlihat menari-nari bahagia.

Janeta hanya memandangi kebahagiaan ibu dan anak itu dari bangku yang ia duduki. Janeta meletakkan kunci mobil milik Anggi di atas bangku, lalu mendekati sepeda motornya dan berlalu begitu saja dengan kendaraan roda dua tersebut.

*******

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 90. Pengadilan

    “Bu Asiiih....!”Janeta berlari ke jeruji besi yang mengurung Bu Asih. Bu Asih tengah duduk di lantai ruang tahanan.“Mengapa mesti Bu Asih yang menggantikan saya di sini, Bu?”Bu Asih berdiri di dari tempat ia duduk lalu berjalan mendekati Janeta yang berdiri di luar ruang tahanan. Tangan Janeta mencengkram erat besi-besi yang mengurung Bu Asih seakan ingin ia patahkan untuk membebaskan wanita itu.Ratih dan Cecep serta Bu Wati hanya terpaku membisu. Mereka berbaris berjejer di belakang Janeta. Mata mereka sembab dan kini pun masih basah. "Memang Ibu yang seharusnya berada di sini Neng. Ibu yang telah membunuh Pak Warno, bukan Neng." jawab Bu Asih tersenyum sambil menggenggam tangan Janeta yang ia julurkan di antara besi bulat berwarna hitam.“Taa..tapi mengapa Buu? Mengapa Ibu harus melakukan semua ini?”Bu Asih menghela nafas panjang. Ia melepaskan genggaman tangannya di tangan Janeta. Kedua pandangan matanya ia tumbukkan ke lantai ruang tahanan.

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 89. Cinta Buta Dibawa Mati

    “Jaa...jadi Ratih sudah menyerahkan pakaianku itu kepada polisi?” gumam Abbas geram.“Ibunya akan masuk penjara, karena Bu Asihlah yang mendorong Pak Warno masuk ke dalam sumur. Aku hanya bertugas mengamankan anjingnya saja.” Sambung Abbas kembali bergumam. Tanpa sadar ia telah membuka semua rahasia pembunuhan Pak Warno.“Apaaa...? Bi Asih yang membunuh Pak Warno?” Kali ini justru Cecep yang terkejut. Ia mendekati Abbas lalu mengguncang bahu anak muda itu tanpa memperdulikan sepotong kayu yang masih dipegang oleh Abbas. Cecep seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Abbas.Wira hanya terpana mendengar cerita Abbas. Ia tidak cukup mengerti dengan percakapan Cecep dan Abbas. Sementara itu Bik Imah yang juga sudah berada di sana hanya menunduk resah. Sekali-kali ia melirik ke arah Cecep.“Siapa sebenarnya laki-laki ini?” tanya Bik Imah dalam hati.“Bi Asih? Apa kamu mengenal perempuan ya

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 88. Serangan Abbas.

    Batu yang cukup besar tempat Abbas dan Wira duduk berjuntai dipayungi sebatang pohon besar yang cukup rindang. Daun-daun pohon itu melindungi keduanya dari sengatan matahari yang sudah mulai naik.Namun tanpa disadari mereka berdua, ada sesosok manusia yang bersembunyi di balik pohon besar itu. Ia tengah mendengarkan percakapan Abbas dan Wira.“Lalu apa yang kamu dapatkan dari kebodohanmu ini, Abbas? Apakah ini membuatmu kaya raya?” Agak sedikit kesal Wira bertanya kepada Abbas.Kembali Abbas menunduk. Dan kali ini malah semakin dalam. Lalu ia menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan berulang kali.“Yang Abbas dapatkan malah pengkhianatan. Abbas ternyata hanya diperalat oleh mereka.” Kali ini intonasi suara Abbas cukup keras. Tangannya terkepal.“Sudah kuduga!” jawab Wira lesu.“Paman!”“Ya..” Wira menyahuti keponakannya.“Ternyata Salma adalah selingkuhan Tuan Fidel.”“Tu.. Tuan Fidel siapa?” terbelalak mata Wira bertanya kepada Abbas.“Tuan

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 87. Pengakuan Yang Mengejutkan

    Kedua lelaki itu dipersilahkan Janeta untuk membersihkan badannya. Nampaknya mereka berdua memang membawa pakaian ganti hingga Janeta tidak perlu repot-repot memikirkan masalah itu.Janeta menyiapkan beberapa hidangan di meja makan. Dirinya yakin kedua orang tamunya itu tidak makan dengan teratur beberapa hari ini.“Maaf kedatangan kami telah membuat Neng sibuk.” ucap lelaki berpeci yang kini telah merubah panggilannya terhadap Janeta. Mungkin dia sudah mulai merasa akrab. Sedangkan Gunawan terlihat hanya terdiam di atas kursi rodanya. Pasti pikiran lelaki paruh baya itu masih tertuju kepada Salma putrinya yang kini sedang menjalani proses hukum di kantor polisi. Janeta dapat memahami kegundahan hati Gunawan. Mereka bertiga kini sudah berhadapan di meja makan milik Janeta. Janeta melemparkan senyuman kepada kedua lelaki itu.“Silahkan dinikmati hidangan seadanya, Pak!” ucap Janeta. Di atas meja sudah tertata rapi semangkuk besar nasi, telur dadar dan tumis bayam serta samba

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 86. Ratapan Di Atas Kursi Roda.

    “Tolong Pak! Jangan bawa Anak saya. Jika Anak saya di penjara, siapa yang akan merawat dan memberi saya makan, Pak!” seorang lelaki yang duduk di atas kursi roda terus memohon kepada polisi yang akan membawa Salma ke kantor polisi. Sedangkan seorang gadis juga duduk di atas kursi roda karena sebelah kakinya sudah di amputasi. Ia menunduk dan menangis dan mencoba menggapai bahu Gunawan yang tak lain adalah ayah kandungnya.Selama ini Salma memang di paksa mencari uang oleh ibu tirinya yang serakah. Sedangkan ayahnya cacat karena kecelakaan di tempat kerja. Mau tak mau Salma harus mencari uang sebanyak mungkin bagai mana pun caranya. Kalau tidak, ibu tirinya tidak akan mau mengurusi ayahnya dan juga mengancam akan membuang adik-adiknya. Walau pun berbeda ibu, Salma sangat menyayangi kedua adiknya buah perkawinan ayahnya dan ibu tirinya tersebut.Salma kini hanya bisa termenung. Ia menyadari bahwa mungkin saja hidupnya akan berakhir di penjara karena kejahatan y

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 85. Melarikan Diri.

    “Syukurlah Anda sudah sehat kembali, Nyonya!”“Terima kasih Tuan Morat. Anda sudah banyak membantu saya.” jawab Nyonya Shania tersenyum kepada Tuan Morat yang satu-satunya orang yang diberi izin untuk menemuinya. Hal itu karena Tuan Morat merupakan kuasa hukum Nyonya Shania. Jadi ia sangat mempunyai kepentingan untuk bertemu dengan kliennya guna menanyakan apa yang terjadi sebenarnya terhadap Nyonya Shania.“Sebenarnya apa yang terjadi, Nyonya? Sudah bisakah Nyonya mengingat semua kejadian sebelum Nyonya jatuh pingsan karena meminum racun yang mematikan itu?” Tuan Morat mulai mengorek keterangan dari Nyonya Shania sambil menyalakan rekaman di ponselnya.“Pagi itu saya bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Saya menunggu kehadiran Janeta yang datang sudah terlambat.”“Sekitar jam berapa itu, Nyonya?” tanya Tuan Morat.“Sekitar jam 8.30 pagi.” jawab Shania sambil mengingat-ingat kejadia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status