Accueil / Historical / Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua / Bab 1. Janeta Dan Pembunuhan Pemilik Butik.

Share

Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua
Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua
Auteur: Neliwati Nelisaja

Bab 1. Janeta Dan Pembunuhan Pemilik Butik.

last update Dernière mise à jour: 2022-02-18 22:54:06

Janeta, seorang detektif yang usianya tidak terlalu muda. Wanita yang berumur 28 tahun tersebut masih betah hidup melajang karena hidupnya frustasi semenjak kedua orang tuanya menjadi korban pembunuhan oleh orang tak dikenal (OTK) sekitar 10 tahun yang lalu. Pelaku pembunuhan tidak berhasil ditemukan polisi karena minimnya bukti yang didapatkan pada tubuh korban serta tidak adanya saksi yang melihat kejadian itu.

Sampai saat ini, Janeta masih ingin memburu pembunuh kedua orang tuanya itu dan menyeretnya ke penjara. Untuk itu Janeta mengabdikan hidupnya menjadi seorang detektif swasta yang di bentuknya bersama pamannya Rusmidi seorang polisi yang sudah memasuki masa pensiun. Sepak terjang mereka sukses membantu tugas polisi dalam menyibak banyak kasus pembunuhan yang rumit. Dengan menemukan pelaku kejahatan, Janeta merasa puas bisa memberikan keadilan pada korban dan keluarganya.

*

Malam mulai larut, jarum jam sudah menunjukkan pukul 22.15 wib. Janeta memacu sepeda motornya menuju sebuah rumah makan yang masih buka dan menerima pelanggan. Ia memang terbiasa berkeliaran dikala malam telah tiba.

Baru saja akan memarkirkan sepeda motornya, tiba-tiba terlihat beberapa orang berlarian menuju suatu arah dan berteriak ‘pembunuhan’.

Naluri detektif Janeta segera bekerja. Ia ikut berlari mengikuti beberapa orang di depannya lalu berhenti di sebuah halaman parkir sebuah butik yang bertuliskan ‘Butik Lusyana’.

Sesosok tubuh wanita tergolek di samping sebuah mobil Fortuner tahun terbaru berwarna putih. Tubuh wanita itu bermandikan darah dan belum diketahui bagian mana dari tubuh wanita malang itu yang terluka. Bau anyir darah menyeruak menyesak rongga pernafasan dan mereka yang berkumpul hanya mampu melihat saja tanpa berani mendekat apalagi menyentuh tubuh wanita itu. Mereka, termasuk Janeta hanya membidikkan kamera untuk mengambil beberapa gambar untuk kepentingan yang ada di dalam otak masing-masing. Umumnya hanya untuk di share di media sosial. Namun bagi Janeta yang berprofesi sebagai seorang detektif,  tentu lebih khusus kegunaannya.

Entah siapa yang menghubungi polisi, tidak begitu lama lima orang polisi telah sampai di tempat kejadian perkara.  Janeta dan beberapa orang yang berkumpul di usir agar tidak mengganggu jalannya penyelidikan. Tubuh korban kemudian terlihat di bawa menuju rumah sakit dengan menggunakan mobil polisi.

Keesokan harinya  Janeta baru mengetahui dari berita televisi, bahwa wanita yang tergeletak bersimbah darah semalam sudah meninggal dunia sebelum sampai di rumah sakit. Korban di sebutkan bernama Lusy, berumur 40 tahun dan ia adalah pemilik butik Lusyana yang cukup besar dan ternama. 

Diam-diam Janeta ikut memantau kasus itu dengan mendatangi rumah sakit untuk mengenali orang-orang terdekat korban. Ia mempersiapkan dirinya apabila nanti diperintahkan untuk ikut menangani kasus tersebut.

Seorang lelaki hitam manis berusia sekitar empat puluh tahunan nampak begitu berduka. Ia tidak hentinya menangis sambil menggendong anak lelaki yang berumur sekitar 2 tahun. Kabarnya anak lelaki itu bernama Arkhas dan merupakan pemberian madu muda korban karena korban tidak bisa memiliki keturunan. Dan lelaki hitam manis tersebut adalah Tuan Fidel suami korban.

Disamping Tuan Fidel, ada seorang wanita cantik yang masih muda. Umurnya masih sekitar 25 tahun. Ia bernama Shania dan dirinya adalah istri muda Tuan Fidel. Shania juga terlihat sangat bersedih dan tak hentinya meratapi kematian korban sambil membimbing putrinya bernama Ricana yang masih berumur 5 tahun.

Sudah hampir sebulan kasus itu berlalu namun belum ada tanda-tanda keberhasilan polisi mengungkap siapa pembunuh wanita malang itu.

Dreet...

Ponsel Janeta bergetar lalu terdengar suara Janeta menyahut dengan lirih.

“Siap Om!”

“Siap Om!”

Setelah menutup pembicaraan dengan seseorang lewat sambungan telepon,  Janeta kembali asyik dengan laptopnya. Ia mencatat beberapa nama di sebuah buku catatan kecil yang kemudian ia simpan di dalam laci mejanya.

“Oh, Shania adalah penggila tanaman hias.” gumam Janeta lalu mengintip laman f******k wanita yang tengah ia curigai itu.

Shania ternyata cukup aktif di media sosial. Itu terbukti dengan banyaknya status yang hampir tiap hari ia publikasikan. 

Statusnya kebanyakan tentang tanaman hias dan beberapa tentang keluarganya. Disana di pajang banyak sekali foto-foto kebersamaannya dengan suami dan anak-anaknya serta Lusy yang merupakan madu tuanya. Mereka terlihat sangat harmonis, tersenyum dan tertawa ke arah kamera dan di beberapa foto terlihat Shania dan Lusy saling berangkulan.

“Aku akan membeli bunga yang ini, berapa pun harganya!” ujar Janeta kepada seorang kenalannya yang berprofesi sebagai petani tanaman hias. 

“Eit, tidak bisa Janet! Tanaman jenis itu hanya satu-satunya milikku dan itu juga sudah dipesan pelangganku.” jawab perempuan yang nampaknya sebaya dengan Janeta. Wanita itu bernama Anggi dan sudah dua tahun menjanda karena suaminya di gondol janda kaya.

Walaupun sudah mengenal Janeta hampir setahun lamanya, Anggi tidak menyadari kalau Janeta adalah seorang agen rahasia. Yang ia tahu hanyalah, Janeta yang tengah patah hati karena di tinggal pacarnya yang sudah menikah lalu hidup menyendiri di sebuah rumah kontrakan yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Janeta memang sering bertandang ke rumah Anggi karena ia tidak setiap waktu memiliki tugas. 

“Di tawar berapa?” tanya Janeta tanpa berniat mengembalikan pot yang ia pegang. Di dalam pot yang tidak begitu besar itu tumbuh sebatang tanaman berdaun kecil dan berwarna unik antara hijau dan ungu. Daunnya tebal dan sedikit berbulu. Konon kabarnya tanaman itu tidak mudah berkembang biak seperti tanaman lain pada umumnya. Untuk menumbuhkan satu tunas baru saja, di butuhkan waktu sekitar satu tahun bahkan lebih. Kalau pandai merawat tunas baru itu maka akan mendapat anak tanaman tersebut dengan warna yang berbeda dengan induknya. Tapi kebanyakan gagal, hingga tanaman hias yang satu ini memang di buru dan sangat di minati karena kelangkaannya.

“Sepuluh juta!” seru Anggi dengan mata berbinar.

Bagaimana tidak, angka itu cukup besar untuk melebel tanaman yang tingginya masih sejengkal dari tanah.

“Hm, sepuluh juta.” gumam Janeta sambil mematut tumbuhan kecil itu.

“Yaa..!” seru Anggi sambil melipat tangan di dada dan sedikit menaikkan bahunya. Ia yakin kalau Janeta pasti bergidik mendengar jumlah uang yang ia sebutkan tadi.

“Aku bayar dua puluh juta.” ujar Janeta lalu merogoh uang dari tas yang ia selempangkan di dadanya.

“Serius kamu Jan?” tanya Anggi sambil membesarkan biji matanya. Syukur saja tidak ada ayam di situ, kalau ada, pasti biji mata Anggi sudah di patoknya.

“Seriuslah! Tapi aku pinjam mobilmu berikut beberapa pot tanaman ya.” pinta Janeta menatap Anggi yang terlihat kebingungan.

Janeta segera menyodorkan segepok uang.

“Dua puluh juta, kontan!” ujar Janeta.

*

Dengan menggunakan mobil pik up milik Anggi, Janeta menawarkan tanaman hias di perumahan elit tempat tinggal Tuan Fidel bersama istri mudanya yang sering di panggil dengan sapaan Nyonya Muda Shania. Target Janeta tentu saja Shania yang ia selidiki adalah tipe wanita penggila tanaman hias. Di teras dan di taman rumahnya tertata banyak sekali tanaman hias yang terlihat indah dan menyejukkan mata.

“Nyonya, saya menawarkan tanaman hias langka yang paling dicari dan diminati di seluruh dunia.” ucap Janeta begitu ia mendapat kesempatan berbicara dengan Shania.

“Tanaman hias langka? Mana? Coba saya lihat!” ujar Shania nampak tertarik.

*******

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 90. Pengadilan

    “Bu Asiiih....!”Janeta berlari ke jeruji besi yang mengurung Bu Asih. Bu Asih tengah duduk di lantai ruang tahanan.“Mengapa mesti Bu Asih yang menggantikan saya di sini, Bu?”Bu Asih berdiri di dari tempat ia duduk lalu berjalan mendekati Janeta yang berdiri di luar ruang tahanan. Tangan Janeta mencengkram erat besi-besi yang mengurung Bu Asih seakan ingin ia patahkan untuk membebaskan wanita itu.Ratih dan Cecep serta Bu Wati hanya terpaku membisu. Mereka berbaris berjejer di belakang Janeta. Mata mereka sembab dan kini pun masih basah. "Memang Ibu yang seharusnya berada di sini Neng. Ibu yang telah membunuh Pak Warno, bukan Neng." jawab Bu Asih tersenyum sambil menggenggam tangan Janeta yang ia julurkan di antara besi bulat berwarna hitam.“Taa..tapi mengapa Buu? Mengapa Ibu harus melakukan semua ini?”Bu Asih menghela nafas panjang. Ia melepaskan genggaman tangannya di tangan Janeta. Kedua pandangan matanya ia tumbukkan ke lantai ruang tahanan.

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 89. Cinta Buta Dibawa Mati

    “Jaa...jadi Ratih sudah menyerahkan pakaianku itu kepada polisi?” gumam Abbas geram.“Ibunya akan masuk penjara, karena Bu Asihlah yang mendorong Pak Warno masuk ke dalam sumur. Aku hanya bertugas mengamankan anjingnya saja.” Sambung Abbas kembali bergumam. Tanpa sadar ia telah membuka semua rahasia pembunuhan Pak Warno.“Apaaa...? Bi Asih yang membunuh Pak Warno?” Kali ini justru Cecep yang terkejut. Ia mendekati Abbas lalu mengguncang bahu anak muda itu tanpa memperdulikan sepotong kayu yang masih dipegang oleh Abbas. Cecep seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Abbas.Wira hanya terpana mendengar cerita Abbas. Ia tidak cukup mengerti dengan percakapan Cecep dan Abbas. Sementara itu Bik Imah yang juga sudah berada di sana hanya menunduk resah. Sekali-kali ia melirik ke arah Cecep.“Siapa sebenarnya laki-laki ini?” tanya Bik Imah dalam hati.“Bi Asih? Apa kamu mengenal perempuan ya

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 88. Serangan Abbas.

    Batu yang cukup besar tempat Abbas dan Wira duduk berjuntai dipayungi sebatang pohon besar yang cukup rindang. Daun-daun pohon itu melindungi keduanya dari sengatan matahari yang sudah mulai naik.Namun tanpa disadari mereka berdua, ada sesosok manusia yang bersembunyi di balik pohon besar itu. Ia tengah mendengarkan percakapan Abbas dan Wira.“Lalu apa yang kamu dapatkan dari kebodohanmu ini, Abbas? Apakah ini membuatmu kaya raya?” Agak sedikit kesal Wira bertanya kepada Abbas.Kembali Abbas menunduk. Dan kali ini malah semakin dalam. Lalu ia menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan berulang kali.“Yang Abbas dapatkan malah pengkhianatan. Abbas ternyata hanya diperalat oleh mereka.” Kali ini intonasi suara Abbas cukup keras. Tangannya terkepal.“Sudah kuduga!” jawab Wira lesu.“Paman!”“Ya..” Wira menyahuti keponakannya.“Ternyata Salma adalah selingkuhan Tuan Fidel.”“Tu.. Tuan Fidel siapa?” terbelalak mata Wira bertanya kepada Abbas.“Tuan

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 87. Pengakuan Yang Mengejutkan

    Kedua lelaki itu dipersilahkan Janeta untuk membersihkan badannya. Nampaknya mereka berdua memang membawa pakaian ganti hingga Janeta tidak perlu repot-repot memikirkan masalah itu.Janeta menyiapkan beberapa hidangan di meja makan. Dirinya yakin kedua orang tamunya itu tidak makan dengan teratur beberapa hari ini.“Maaf kedatangan kami telah membuat Neng sibuk.” ucap lelaki berpeci yang kini telah merubah panggilannya terhadap Janeta. Mungkin dia sudah mulai merasa akrab. Sedangkan Gunawan terlihat hanya terdiam di atas kursi rodanya. Pasti pikiran lelaki paruh baya itu masih tertuju kepada Salma putrinya yang kini sedang menjalani proses hukum di kantor polisi. Janeta dapat memahami kegundahan hati Gunawan. Mereka bertiga kini sudah berhadapan di meja makan milik Janeta. Janeta melemparkan senyuman kepada kedua lelaki itu.“Silahkan dinikmati hidangan seadanya, Pak!” ucap Janeta. Di atas meja sudah tertata rapi semangkuk besar nasi, telur dadar dan tumis bayam serta samba

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 86. Ratapan Di Atas Kursi Roda.

    “Tolong Pak! Jangan bawa Anak saya. Jika Anak saya di penjara, siapa yang akan merawat dan memberi saya makan, Pak!” seorang lelaki yang duduk di atas kursi roda terus memohon kepada polisi yang akan membawa Salma ke kantor polisi. Sedangkan seorang gadis juga duduk di atas kursi roda karena sebelah kakinya sudah di amputasi. Ia menunduk dan menangis dan mencoba menggapai bahu Gunawan yang tak lain adalah ayah kandungnya.Selama ini Salma memang di paksa mencari uang oleh ibu tirinya yang serakah. Sedangkan ayahnya cacat karena kecelakaan di tempat kerja. Mau tak mau Salma harus mencari uang sebanyak mungkin bagai mana pun caranya. Kalau tidak, ibu tirinya tidak akan mau mengurusi ayahnya dan juga mengancam akan membuang adik-adiknya. Walau pun berbeda ibu, Salma sangat menyayangi kedua adiknya buah perkawinan ayahnya dan ibu tirinya tersebut.Salma kini hanya bisa termenung. Ia menyadari bahwa mungkin saja hidupnya akan berakhir di penjara karena kejahatan y

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 85. Melarikan Diri.

    “Syukurlah Anda sudah sehat kembali, Nyonya!”“Terima kasih Tuan Morat. Anda sudah banyak membantu saya.” jawab Nyonya Shania tersenyum kepada Tuan Morat yang satu-satunya orang yang diberi izin untuk menemuinya. Hal itu karena Tuan Morat merupakan kuasa hukum Nyonya Shania. Jadi ia sangat mempunyai kepentingan untuk bertemu dengan kliennya guna menanyakan apa yang terjadi sebenarnya terhadap Nyonya Shania.“Sebenarnya apa yang terjadi, Nyonya? Sudah bisakah Nyonya mengingat semua kejadian sebelum Nyonya jatuh pingsan karena meminum racun yang mematikan itu?” Tuan Morat mulai mengorek keterangan dari Nyonya Shania sambil menyalakan rekaman di ponselnya.“Pagi itu saya bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Saya menunggu kehadiran Janeta yang datang sudah terlambat.”“Sekitar jam berapa itu, Nyonya?” tanya Tuan Morat.“Sekitar jam 8.30 pagi.” jawab Shania sambil mengingat-ingat kejadia

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 84. Bertemu Intan

    Sejurus kemudian Janeta dan Cecep sudah sampai di sebuah cafe yang lumayan ramai dikunjungi sebagian besar anak muda namun ada juga beberapa orang yang mungkin pasangan suami istri. Suasana nyaman semakin tenang dengan alunan musik lembut. Cahaya remang-remang membuat suasana terasa sangat romantis. Cefe ini memang sangar cocok didatangi oleh pasangan yang tengah memadu cinta.Sekali-kali Cecep terlihat mencuri pandang kepada Janeta yang tampil sebagai wanita sempurna. Gaun hitam berbahan mengkilat dengan panjang lengan baju menutupi hingga pangkal siku, Janeta terlihat anggun dan feminim. Ditambah lagi dengan high hill walau tidak begitu tinggi namun mampu membuat Janeta benar-benar bagaikan seorang putri yang baru berusia 20 tahun. Dan ini adalah penampilan feminim Janeta yang pertama kali di dalam hidupnya. Biasanya Janeta lebih suka memakai celana jeans dan jaket. Tapi demi menghargai Sofia, Janeta tidak membantah untuk bergaun ria di malam itu. Namun dapat dipahami kalau J

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 83. Lampu Hijau

    Sore kini sudah merangkak ke ambang malam. Tidak terasa empat jam sudah mereka berempat berada di ruang khusus milik Om Rusmidi membahas tentang kasus pembunuhan Nyonya Lusy dan Pak Warno yang kami yakini adalah sebuah kasus pembunuhan berantai.“Oke Jane, Cecep, tugas kalian sudah selesai. Nanti Om akan meneruskan semua bukti-bukti yang telah berhasil kita kumpulkan kepada penyidik kepolisian. Dan kalian berdua silahkan menikmati hari-hari kalian tanpa harus terbebani apa pun. Kalian tidak perlu khawatir polisi akan mencari kalian karena duduk persoalannya mulai terang.” ucap Om Rusmidi yang sepertinya memberi angin kepada Janeta untuk lebih dekat dengan Cecep. Apalagi mendengar prestasi yang diukir oleh Cecep dari mulut Tuan Morat, Om Rusmidi makin menatap bangga kepada Cecep.“Baiklah Om, Tuan Morat, kami berdua undur diri.” ucap Janeta yang langsung dibalas senyuman oleh Om Rusmidi dan Tuan Morat.Janeta mengajak Cecep keluar dari rua

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 82. Pertemuan Tak Sengaja

    Tak lama kemudian Janeta dan Sofia kembali ke ruang tamu. Janeta membawa satu nampan berisi secangkir teh hangat yang asapnya masih menguap ke udara. Ia meletakkan cangkir itu persis di hadapan Cecep.“Silahkan diminum, Kang Cecep! Mumpung masih hangat!” ucap Janeta mempersilahkan.“Terima kasih, Neng!” sahut Cecep lalu mengangkat cangkir itu dan menghirup teh manis hangat yang segar buatan Janeta.Sofia yang sudah duduk di samping Janeta tersenyum ke arah Cecep, dan Cecep tiba-tiba merasa grogi karena merasa diperhatikan oleh Sofia.“Om kemana, Tan?” Janeta bertanya kepada Sofia untuk mengurangi rasa risih Cecep karena Sofia selalu memperhatikannya. Wanita itu sepertinya sangat berharap Janeta akan menikah dengan Cecep.“Tadi pagi-pagi sudah pergi bersama Bang Morat. Tidak tahu mereka mau ke mana. Biasalah Jane, mereka memang sahabat sejak kuliah dan hampir sepuluh tahun tidak bertemu langsung. Paling cuma ngobrol d

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status