Pagi yang cukup membeku di kota London karna musim dingin dan salju yang menumpuk di sepanjang jalan berbatu di kompleks pemukiman kaum menengah. Bahkan matahari pun seolah enggan utnuk menampakkan diri dan semakin membuat hawa dingin yang menusuk sampai ke tulang.
Entah kenapa di pagi buta yang bahkan belum ada seorangpun yang membuka mata, seseorang terdengar menggedor pintu sebuah rumah bertingkat dengan nuansa hitam dan coklat. Gedoran pintu dari seorang yang tidak diketahui siapa itu pun akhirnya membuat seorang pria berambut pirang, terpaksa beranjak dari tempat tidurnya walau matanya masih terasa berat.
Selagi sang pria berambut pirang itu menuruni tangga rumahnya, gedoran pintu terdengar semakin kencang dan intens sehingga membuat gendang telinganya serasa akan pecah. “Ya...ya! Aku datang! Bisakah berhenti menggedor pintu? jika tidak rumah ini akan runtuh!!”
Sang pemilik rumah itu pun membuka pintu rumahnya dengan kesal. Dan ternyata, di depan pintu telah berdiri seorang wanita paruh baya yang nampak begitu kebingungan dan resah. Dengan wajah kecut, si rambut pirang yang tidak lain bernama Calvin itu pun bertanya dengan nada sengak.
“Siapa kau? Ada perlu apa sampai menggedor rumahku di pagi buta seperti ini?!” ketus Calvin.
“Um...ma-maafkan aku nak. Ini sangat mendesak dan penting. Apakah kau adalah Tuan Draco?” ucap sanga wanita dengan tubuh yang bergetar.
Calvin menggelengkan kepalanya kemudian menjawab, “Bukan, aku Calvin. Dan jika anda mencari Draco, maka dia masih sangat lelap di tempat tidurnya!”
“Kumohon Tuan Calvin! Penting bagiku untuk bertemu dengan Tuan Draco sekarang juga. Hidup dan mati suamiku ada di tangannya!” pinta sang wanita itu dengan mata yang mulai basah.
Tak tega melihat wanita yang bahkan seumuran dengan ibunya, maka terpaksa Calvin pun harus kembali menaiki tangga dan berusaha membangunkan orang yang dicari oleh sang wanita yang bahkan belum menyebutkan namanya itu.
“Pagi hariku dimulai dengan sangat menyebalkan! Entah kenapa si Draco itu suka sekali membuatku repot! Padahal aku bahkan sama sekali tidak mendapatkan upah darinya!” gerutu Calvin.
Calvin pun membuka pintu sebuah kamar dengan kasar. Karna jika tidak sudah pasti pintunya tidak akan bisa dibuka karna terganjal barang-barang yang berserakan di sembarang tempat. Dan...di sinilah aku berada. Ya, akulah Draco Black yang dicari oleh sang wanita paruh baya itu.
Entah karna kesal atau memang begitu caranya membangunkan seseorang, yang pasti Calvin membuatku sangat kesal dengan menarik paksa selimutku dan mendorongku sampai terjatuh ke lantai. “Hei!! Apa kau tidak waras?!! Kau sengaja mau membunuhku ya?!” teriakku pada Calvin.
Tapi meski apa yang kukatakan, Calvin bahkan hanya menatapku dengan datar dan dingin seolah dia sudah mati rasa terhadapku. Kusambar mantel tidur yang semalam kulemparkan sembarangan di lantai dan segera memakainya. Siapa yang tahan dengan udara menusuk tulang di London ketika musim dingin tiba.
“Cepat turun! Ada seorang wanita yang mencarimu di bawah!” kata Calvin dengan sinis.
“Kau bercanda ya?! Untuk apa orang mencariku di pagi buta seperti ini? Lagipula aku tidak punya janji dengan siapapun hari ini!” bantahku.
Sebenarnya aku bahkan enggan untuk meninggalkan tempat tidurku. Tapi apa boleh buat, aku pun sudah terlanjur bangun. Terpaksa aku pun turun ke ruang tamu dengan masih memakai piyama dan jubah tidur. Dan benar saja, wanita yang sepertinya berusia sekitar 50 tahun an itu seketika beranjak dari tempat duduk ketika melihatku menuruni tangga.
Aku menatap wajah wanita itu yang sepertinya sangat cemas dan juga ketakutan. Dan aku menduga, sesuatu yang buruk mungkin sedang terjadi pada keluargannya. Calvin benar, aku pun tak tega melihat keadaan wanita itu yang terus gemetaran. Dan menurutku, itu bukan karna ia sedang kedinginan.
Tanpa basa-basi, wanita itu kemudian mulai bersuara. “Tuan Draco Black, namaku Janet...Janet Thommpson. Ak-aku...sangat butuh bantuanmu...”
Aku mengernyitkan dahiku karna aku memang tidak mengerti apa maksud wanita itu. Dan jujur saja, aku bahkan belum pernah menerima klient dalam keadaan seperti ini. Benar-benar bukan gayaku. Dan ya...menurutku sangat penting untuk berpenampilan rapi dan menarik ketika berhadapan dengan klient.
Apalagi, karna aku adalah seorang Detektif swasta yang sangat terkemuka di era ini. Bahkan jika aku mau, mereka akan bersedia membayar berapapun demi untuk mendapat layanan jasaku. Tapi hari ini, entah kenapa wanita ini mendatangiku dengan keadaan yang sangat tidak layak seperti ini.
“Maaf, Nyonya Thompson. Aku tidak mengerti dengan apa yang kau katakan. Dan lagipula, kenapa kau tidak mebuat jamji dengan asistenku sebelumnya?”
“Aku sungguh sangat minta maaf telah mengganggumu dengan cara seperti ini. Tapi...aku tidak punya waktu untuk membuat janji. Dan kupikir...hanya kau yang bisa menolongku. Karna kau selalu bisa memecahkan setiap masalah bahkan yang tidak mungkin sekalipun...” pinta Janet padaku.
Aku menyadarkan diriku pada kursi sofa yang kududuki dan mencoba untuk berpikir. Ya, memang benar apa yang dikatakan oleh Janet. Dan aku juga tdak heran jika banyak orang menganggapku sebagai Detektif yang sanggup melakukan apapun bahkan yang terlihat tidak mungkin.
Intelejent Kepolisian pun bahkan selalu bertanya padaku, bagaimana bisa aku mengetahui dengan tepat? Kemana aku harus pergi? Apa yang harus kucari? Dan siapa yan harus kutemui? Tapi pada dasarnya, aku pun tidak bisa menjelaskan kenapa aku bisa melakukan semua itu.
Semuannya mengalir begitu saja di dalam kepalaku. Bahkan aku bukanlah seorang yang jenius dengan IQ yang tinggi. Seolah ada sesuatu dalam diriku yang bahkan aku sendiri pun tidak tau. Tapi setiap kali aku menemui masalah, seolah sesuatu dalam kepalaku selalu menuntunku sehingga aku selalu tau apa yang harus kulakukan.
Kadang aku berpikir, apakah ada sesuatu yang aneh di dalam diriku. Dan hal itu sudah kurasakan sejak aku masih kecil. Ya, sejak kecil...setiap malam aku hampir selalu bermimpi tentang hal yang sama. Dan itu selalu berulang sampai sekarang.
Dalam mimpiku aku merasa berada di dalam sebuah medan pertempuran. Sebuah pertempuran yang terjadi di zaman kuno di mana aku berdiri sebagai panglima perang dari sebuah kerajan. Aku tidak tau dan tidak berusaha untuk mencari tau kerajaan apa itu. Yang jelas, ada lambang naga pada baju zirah yang kupakai.
Awalnya kupikir itu hanya sebuah mimpi biasa. Tapi aku mulai merasa tidak nyaman karna sampai sekarang aku masih terus mengalami hal itu. Kata Psikolog, hal itu disebabkan karna sebagai seorang dengan karir yang gemilang, maka aku merasa mampu menguasai semua orang. Tapi menurutku, itu bukanlah arti dari mimpiku.
Kini aku membiarkannya terjadi begitu saja dan menganggap mimpiku itu sebuah rutinitas keseharianku semata. Aku lebih suka menikmati karirku dan menjalani hidupku dengan senyaman mungkin. Salah satu caranya, bersenang-senang dan juga wanita tentunya.
Aku tidak tahan melihat itu. Maka kubuat satu tanda merah di lehernya, tapi nyatanya memberi satu tanda pada Gwen tidaklah cukup. Akhirnya kini hampir seluruh leher dan dada Gwen dipenuhi dengan tanda kepemilikkan dariku.***Hingga akhirnya, aksi panas di atas ranjang pun terjadi pada malam pertama pernikahanku dan Gwen. Kupikir hanya aku saja yang terlalu bersemangat untuk ini, tapi nyatanya Gwen pun sangat luar biasa di atas ranjang.Tak kusangka rupanya Istriku sangat luar biasa dan panas. Astaga! Bahkan di luar ekspektasi kami pun terus bercinta sampai berkali-kali dalam semalam. Aku bahkan sudah lupa berapa ronde kami lakukan. Tak ayal hal itu akhirnya membuat kami kelelahan.Hingga akhirnya ramainya kicauan burung mulai membangunkanku. Entah sudah berapa lama aku tidur, yang pasti sampai aku bangun pun Gwen masih terlelap di sampingku. Tidak biasanya ia bangun lebih siang dariku. Biasanya Gwen selalu bangun pagi karna ia suka menyiapkan sarapan.
“Untuk apa harus menunggu selama itu? Apa kau tau, Sayang? Diberi kesempatan sekali lagi untuk hidup dan bersama, adalah hal yang tidak boleh disia-siakan. Jadi, ayo kita menikah!”***“Ta-tapi...ada apa denganmu? Kenapa mendadak kau ingin kita menikah dengan cepat?” kata Gwen bingung.“Sudah kubilang untuk memenuhi janjiku padamu. Lagipula apa yang kau tunggu? Bagaimana kalau sebelum kita sempat menikah ternyata aku atau kau lebih dulu meninggal?! Kau mau seperti itu?!”Aku tau aku sedikit memaksa. Tapi tidak ada cara lain karna bahkan Gwen juga lupa kalau dulu dialah membuatku berjanji untuk segera menikahinya. Tapi dari apa yang kukatakan pada Gwen, sepertinya ia pun mulai berpikir. Hingga akhirnya ia berkata, “Baiklah. Aku setuju untuk menikah. Tapi kau janji tidak akan ada yang berubah bukan?”“Tentu saja ada yang berubah. Kita tidak akan lagi hanya berdua, karna akan ada anak-anak kita buk
Aku pun berpaling ke belakang dan lagi-lagi aku kembali dikejutkan dengan apa yang kulihat. Aku bahkan tidak percaya dengan semua ini. Aku bahkan berpikir mungkin benturan itu membuat kepalaku cidera dan aku mulai gila!***Bagaimana semua ini adalah nyata? Bagaimana bisa aku melihat diriku sendiri? Berdiri di hadapanku dan menatapku dengan sorot mata yang tajam. Tidak! Semua ini pasti hanyalah sebuah mimpi. Tapi...kenapa meski sudah berkali-kali kugosok mataku dan menampar pipiku sendiri, sosok yang mirip sepertiku itu tetap saja ada?Malahan, kini ia mulai melangkahkan kakinya dan berjalan mendekatiku. Bersama dengan itu, aku pun melangkahkan kakiku mundur semakin menjauh darinya. Bukannya aku takut padanya. Tapi aku takut pada diriku sendiri.Hingga akhirnya kulihat liontin Naga yang tergantung di leher pria yang wajahnya sama denganku itu. Aku pun mulai berpikir, apakah mungkin dia adalah Panglima Dragori? Tapi...kenapa wajahnya mirip sepertiku?
“Benarkah? Kalau begitu mari kita duel satu lawan satu! Dan kita lihat siapa pecundang di antara kita!”***Seperti yang kuduga, akhirnya Edi pun semakin kesal. Ia pun akhirnya meletakkan senapan yang ia bawa dan ia berkata, “Baiklah, kuterima tantanganmu! Tapi tidak akan seru kalau tidak ada hadiahnya!”“Begitu? Apa yang kau inginkan? Setumpuk mayat untuk membuat parfum?”Edi pun mnyeringai dan dengan wajah dingin ia berkata, “Aku bisa mendapatkan mayat dengan sangat mudah. Yang kuinginkan adalah Nona Gwen Gringer. Kalau aku menang dalam duel ini, maka Gwen akan menjadi milikku dan aku bebas melakukan apapun padanya!”Dasar brengsek! Bisa-bisanya dalam keadaan seperti ini ia mengambil kesempatan. Tapi kalau aku sampai menolak, maka artinya aku mengakui kalah sebelum bertarung. Dan sudah pasti aku tidak akan sudi harga diriku direndahkan manusia seperti dia.Tidak ada pilihan. Akhinya kusetujui
Sementara itu, diam-diam aku pun membuka lantai kayu yang ternyata adalah sebuah pintu menuju tempat lain di dalam rumah itu.***Kubuka dengan perlahan lantai kayu itu dan kucoba mengamati sekitar ruangan bawah tanah yang tersembunyi di bawah sana. Rupanya tidak ada siapapun di sana. Aku pun mulai menuruni tangga kayu yang merupakan akses untuk menuju ruangan bawah tanah itu.Seperti sebelumnya, tidak ada siapapun di ruangan bawah tanah. Meski begitu, tetap saja aku harus bersiaga dengan menodongkan pistol ke depan.Kulangkahkan kakiku menyusuri setiap sudut ruangan. Dan aku baru sadar, ternyata ruangan bawah tanah itu dilapisi oleh lapisan kedap suara. Pantas saja tidak terdengar apapun dari luar meski Edi mungkin telah banyak melakukan tindakan melanggar hukum di rumah ini.Masih tidak kutemukan keberadaan Edi dan juga Gwen. Dan itu membuatku semakin frustasi. Aku sangat takut kalau Edi membawa Gwen pergi dan ia melakukan hal yang buruk pada Gwe
Melihat Gwen yang mulai berteriak itu, tak membuat Edi menjadi panik. Ia bahkan kembali terbahak dan semakinmenjadi-jadi layaknya orang gila. Lalu ia mendekatkan wajahnya pada Gwen dan berkata, “Percuma saja kau berteriak. Ruangan ini kedap saura, jadi si bodoh itu tidak akan bisa menemukan kita....”****Draco Pov*Kulajukkan mobilku dengan kecepatan sangat tinggi sembari berusaha menghubungi ponsel Gwen. Tapi bahkan sudah lebih dari lima puluh kali kucoba, tetap saja Gwen tidak menjawab panggilan telpon dariku.Tentu saja hal itu semakin membuatku panik dan khawatir. Hingga akhirnya ponselku tiba-tiba berdering dan kupikir itu adalah Gwen. Tapi sayangnya aku salah. Ternyata itu adalah panggilan dari Edi Tomb yang bahkan sedang kami buru.Segera saja kusambar ponsel yang tadinya kuletakkan di kursi mobil dan kuangkat panggilan telpon itu. “Hallo, Tuan Black! Kau senang mendengar suaraku? Atau mungkin kau ingin mendengar suara yan