Kini aku membiarkannya terjadi begitu saja dan menganggap mimpiku itu sebuah rutinitas keseharianku semata. Aku lebih suka menikmati karirku dan menjalani hidupku dengan senyaman mungkin. Salah satu caranya, bersenang-senang dan juga wanita tentunya.
***
Kembali pada Janet yang masih berada di hadapanku saat ini. Sejauh yang kulihat, sepertinya dia adalah seorang ibu rumah tangga biasa dengan kehidupan yang sederhana. Pertanyaanya adalah, apa yang terjadi pada sebuah keluarga sederhana sampai-sampai Janet datang sepagi ini untuk menemuiku. Ya, karna selama ini hanya orang-orang elit dan bangsawan yang sering terlibat dengan suatu masalah.
"Well, katakan padaku apa yang membuatmu datang mencariku dalam keadan seperti ini?" tanyaku dengan terus terang.
"Suamiku...Jerry Thomson. Sejak semalam ia belum kembali ke rumah. Aku yakin pasti terjadi sesuatu padanya!"
"Kenapa kau bisa berpikir bahwa suamimu sedang dalam masalah? Bukankah bisa saja...suamimu sedang pergi ke tempat lain tanpa memberitaumu,"
"Tidak mungkin! Aku sangat mengenal seperti apa Jerry. Dia tidak akan pergi atau melakukan apapun tanpa memberitauku terlebih dulu!"
"Tapi Nyonya Thompson, maaf aku harus mengatakan ini. Perlu kau tau bahwa seseorang tidak bisa dinyatakan hilang sebelum 24 jam. Bahkan Polisi pun tidak akan mau menangani ini karna suamimu bahkan baru pergi semalam," jelasku pada Janet.
"Karna itulah aku menemuimu! Dan jika kau merasa keberatan membantuku karna bayaran, aku bersedia memberikan apapun bahkan rumah kami satu-satunya! Tapi kumohon...tolong temukan Jerry..." bentak Janet yang mulai emosional.
Sekali lagi kulihat Janet yang sepertinya sangat khawatir akan keadaan suaminya. Tapi menurutku, bukankah ini sedikit berlebihan. Maksudku, suaminya baru beberapa jam saja terlambat pulang dan Janet berpikir bahwa suaminya dalam masalah. Kalaupun terjadi kecelakaan pada Jerry, pastinya akan ada petugas kepolisian yang menghubungi. Tapi wanita ini sangat keras kepala dan tetap bersikukuh agar aku menyelidiki suaminya.
Kuambil beberapa lembar tisu dan kusodorkan pada Janet yang sedang terisak tanpa mengatakan apapun. Dan tiba-tiba, Calvin menyenggol lenganku dan memberi isyarat agar aku ikut dengannya ke dapur. Aku pun menatap Calvin dengan heran karna hari ini ia tidak seperti basanya. Ya, biasanya dia akan pergi dan meninggalkanku ketika aku sedang bicara dengan klient. Tapi entah kenapa hari ini dia jadi sok perhatian.
"Um...Nyonya Thompson. Maaf, aku permisi sebentar..." kataku berusaha mencari alasan untuk pergi ke dapur.
Dengan langkah cepat aku segera menuju dapur untuk menemui Calvin yang sangat menyebalkan. Dan ketika aku sampai di dapur, dengan santainya ia berdiri bersandar pada wastafel sambil melipat tangannya di depan dada. Cukup kesal dengan pagi yang menyebalkan, aku pun menatapnya kesal seraya berkacak pinggang.
"Ada apa lagi sekarang?!" ucapku dengan ketus.
"Kau tidak lihat wanita itu?! Tidak bisakah kau membantunya demi kemanusiaan?! Bukankah kau sudah banyak merampok uang para bangswan di London!" hardik Calvin.
"Apa kau bercanda?! Dengar ya, menurutku wanita itu tidak waras! Dan kau percaya dengannya? kalau kau mau maka kau saja yang bantu dia! Kenapa jadi memaksaku?!"
"Dasar kau Vampir tidak berperasaan!!" maki Calvin dengan kesal.
Ia pun pergi dengan kesal dan meninggalkanku di dapur. Dan sebenarnya aku bahkan tidak peduli apa yang akan Calvin lakukan. Lagipula bisa saja saat ini suami Janet sudah berada di rumah ketika ia sibuk menangis di sini. Aku pun melangkahkan kakiku dengan santai dan kembali ke ruang tamu seraya menyeruput secangkir kopi panas yang sangat nikmat. Dan aku tau, Calvin semakin kesal dengan tingkahku.
Hingga kemudian, tiba-tiba Janet berdiri dan memberiku sebuah buku yang ternyata adalah sebuah diary milik Jerry Thompson. Janet membuka halaman yang memuat tulisan Jerry yang terakhir. Walau sebenarnya aku masih tidak mengerti dengan Janet, aku berusaha bersikap baik dan menerima buku itu. Dan dalam buku diary itu Jerry berkata, "Aku tidak percaya Tomy melakukan itu. Aku sangat kecewa padanya, tapi aku tidak tau harus bagaimana. Karna walau bagaimanapun, dia adalah sahabatku..."
Aku mengernyitkan dahiku dan berusaha untuk mencerna kalimat yang dituliskan Jerry. Menurutku, ada sedikit konflik antara Jerry dan sahabatnya yang ia panggil Tomy. Jerry tidak menuliskan masalah apa yang membuatnya kecewa dengan Tomy, tapi sepertinya itu cukup menjadi beban di hatinya. Meski begitu, hal ini belum cukup untuk dijadikan alasan atas semua kepanikan Janet.
"Jerry menulis itu enam hari yang lalu. Dan memang, sejak enam hari yang lalu ia nampak begitu murung dan juga gelisah. Aku sempat bertanya padanya, tapi dia tidak mengatakan apapun. Jerry hanya terus menggenggam tanganku dan berkata 'Aku takut terjadi sesuatu yang buruk.' Dan kemarin, aku juga sempat melihat Jerry berdebat dengan Tom di samping rumah. Tapi...aku juga tidak tau apa yang membuat mereka bertengkar," ungkap Janet.
Dari apa yang dikatakan oleh Janet, aku seolah bisa merasakan dan melihat ketika kejadian itu sedang berlangsung. Dan ya, aku memang sering mengalami hal itu ketika klientku mulai menjelaskan kronologi dari sebuah kejadian. Seolah aku masuk ke dalam dimensi lain dan berada di TKP secara langsung saat kejadian itu berlangsung. Jangan bertanya kenapa aku bisa mengalami hal itu, karna aku juga tidak tau.
Yang pasti, aku melihat bahwa Tom sedang melakukan tindakan bodoh dan Jerry berusaha mencegahnya. Tapi apa yang sudah dilakukan oleh Tom, aku pun tidak tau itu. Dan aku beransumsi, mungkin saja itu ada hubungannya dengan pekerjaan. Aku pun segera menanyakan pada Janet apakah Jerry dan Tom bekerja di tempat yang sama. Dan benar saja, mereka memang bekerja di tempat yang sama.
Janet menuturkan bahwa Jerry dan Tom bekerja di sebuah pabrik kayu yang berada di perbatasan kota London. Dan sebenarnya, Jerry baru beberapa bulan bekerja di pabrik itu. Dan itupun atas rekomendasi Tom. Pabrik kayu itu milik seorang yang berasal dari Abudabi. Kata Janet, pabrik itu pun belum lama beroprasi.
Aku pun menghela nafas karna sepertinya kali ini Calvin benar. Aku merasa ada sesuatu yang berhubungan dengan Jerry, Tom dan pabrik kayu. Tapi untuk saat ini, aku belum bisa mengatakan apapun pada Janet kecuali berjanji akan membantunya. Meski aku tau, sepertinya Janet tidak akan memberiku bayaran yang sesuai. Tapi setidaknya aku akan terbebas dari tuduhan Calvin yang menyebutku sebagai Vampir tidak berperasaan, atau apapun umpatannya padaku.
"Sebaiknya, untuk sekarang kembalilah pulang. Aku akan bicarakan ini dengan asistenku dan aku akan menghubungimu besok. Dan kuharap...tidak terjadi sesuatu pada Tuan Thompson," bujukku.
Setelah kepergian Janet, aku pun kembali menyadarkan diriku pada sofa yang kududuki. Dan kulihat saat ini Calvin sedang tersenyum miring kemudian berkata, "Baguslah! Ternyata kau masih manusia yang bisa bersosialisasi!"
Setelah kepergian Janet, aku pun kembali menyadarkan diriku pada sofa yang kududuki. Dan kulihat saat ini Calvin sedang tersenyum miring kemudian berkata, "Baguslah! Ternyata kau masih manusia yang bisa bersosialisasi!"***Leherku terasa sedikit tegang setelah semua yang terjadi pagi ini. Kuputuskan untuk berendam air hangat sembari mendengarkan alunan musik dari piringan hitam yang mengalunkan musik dari musisi kesayanganku, Bach. Sebenarnya ada beberapa musisi yang juga sangat terkenal seperti, Mozart dan Bethoven. Tapi setelah tahun 1800, minat masyarakat terhadap musik Batch sangat luar biasa.Ya, mungkin aku terlalu kuno karna di era sekarang anak muda sudah tidak mau lagi mendengarkan alunan musik klasik. Padahal sebenarnya alunan musik klasik sangat baik untuk menstimulasi perkembangan otak. Tapi...sepertinya ada yang kurang dalam acara berendamku pagi ini. Dan ya, seharusnya ada segelas wisky di tanganku.Tapi sepertinya aku tidak bisa berlama-la
Aku tidak tahan terus menatapnya dari ruang tamu. Aku pun mendekat dan menghampirinya, lalu perlahan...kusibakkan rambut panjangnya sehingga punggungnya yang terbuka itu pun terekspos. Dengan lembut kusentuh punggungnya dan mulai mencium leher Gwen yang jenjang dan mulus. Ia terdiam dan tidak bereaksi apapun terhadap apa yang kulakukan. Hingga akhirnya, Gwen berbalik dan ia mendorongku untuk menjauh darinya.***“Jangan coba melakukan ini padaku! Apa para jalang itu tidak cukup untuk memuaskanmu? Dan asal kau tau, aku tidak mau terluka karnamu!” ucap Gwen kemudian berpaling dan meninggalkanku sendiri di dapur.Sangat mengesalkan! Ya, selama ini bahkan belum ada satu wanita pun yang sanggup menolak diriku. Tapi hal ini selalu terjadi berulang kali antara aku dan Gwen. Aku tidak tau apa yang terjadi padaku, selama ini bagiku wanita adalah bagian dari kenikmatan dunia yang sayang jika dilewatkan.Tapi Gwen...entahlah. Bagiku dia adalah wanita yan
Terlalu dini untuk percaya pada salah satu pihak. Tapi sudah jelas, di sini Jerry berdiri sebagai korban. Ada banyak hal yang masih ingin kutanyakan pada Tom, tapi pria menyebalkan ini malah membanting pintu dengan keras hingga membuat debu-debu di pintu berhamburan dan menempel pada jaket kulitku.***“Sial! Dasar pria perundung!” dengusku dengan kesal.Well, aku cukup penasaran dengan pernyataan Tom tentang Janet. Dan penting bagiku untuk memastikan siapa yang berbohong di antara mereka. Jika terbukti bahwa Janet telah berbohong dan memanipulasi semua ini, maka sudah pasti aku tidak akan melanjutkan kasus yang merepotkan ini.Beralih dari rumah reot milik Tom menuju rumah Janet. Tak jauh berbeda dengan lokasi rumah Tom yang cukup jauh dari kota. Tapi sudah pasti, rumah keluarga Thompson jauh lebih baik dari rumah Tom. Tapi aku terkejut karna kupikir rumah Janet sangat sederhana layaknya rumah seorang pekerja pabrik yang upahnya tidak seberap
Tom sangat kecewa dan sejak itu dia marah padaku dan juga Jerry. Meski begitu, bagi kami Tom tetaplah sahabat kami walau apapun yang terjadi. Hanya karna kecewa pada kami, Tom menjalani hidupnya dengan buruk. Ia jadi pemabuk dan hanya mengurung diri di rumah. Berkali-kali kami menwari Tom untuk mengelola peternakan kecil ini bersama, tapi ia selalu menolak dan memilih hidup luntang lantung tanpa tujuan...” ungkap Janet padaku.***Sebenarnya, belum tentu semua yang telah diungkapkan oleh Janet bukanlah kebohongan. Tapi entah kenapa aku merasa bahwa Janet berkata jujur. Bukan karna aku mudah luluh, tapi sorot mata Janet menggambarkan kebenaran dari ucapannya.Dan menurutku, Tom juga tidak mengatakan kebohongan meski ia mencoba menutupi sesuatu. Aku pun kembali ke rumah dengan penuh rentetan pertanyaan di kepalaku. Baru saja kulangkahkan kakiku menuju ruang tamu, nampak Calvin sedang duduk di sofa dan menatapku dengan wajahnya yang selalu menyebalkan.
“Ya...tapi seharusnya itu ditangani oleh Negara ‘kan? Kenapa kau mengatakan ini padaku?”“Karna kudengar, kau sedang menangani sebuah kasus yang menurutku berhubungan dengan pria kesayangan kita ini,” ungkap Albert.***Ucapan Albert semakin membuatku bingung dan tidak mengerti. Bagaimana bisa kasusku berhubungan dengan buronan Emyrat? Bahkan secara teknis aku tidak sedang menangani kasus.“Omong kosong apa ini? Katakan saja dengan jelas dan jangan bertele-tele!” kataku dengan sedikit kesal.“Pria yang kau temui tadi pagi, dia bekerja di sebuah pabrik kayu yang baru berdiri beberapa bulan. Kuat dugaan bahwa pabrik kayu itu adalah milik si pria buronan. Well, mungkin istilah ‘Sambil menyelam minum air’ akan tepat untukmu,”Wow! Mengejutkan juga. Aku tidak menduga bahwa niatku yang semula hanya ingin membantu Janet, ternyata berbuntut sampai tidak kriminal internasional. Tapi en
Ia memasang nama yang berbeda pada setiap akun yang ia miliki. Bahkan akun bank pun memiliki nama yang berbeda-beda. Dan aku sama sekali idak terkejut, jika jumlah uang dalam setiap rekening jumlahnya sangat fantastis.***Dan dari data yang berhasil kuretas, ternyata pabrik kayu itu bukanlah satu-satunya perusahaan yang ia dirikan di London. Dan Albert benar, beberapa perusahaan bahkan sudah beridiri di London selama 10 tahun terakhir.Pertanyaannya, kenapa nama Jerry Thompson ada dalam daftar investor yang ditanam untuk pabrik kayu? Dan ini sungguh di luar dugaanku. Aku tidak menyangka jika ternyata Jerry terlibat cukup jauh dengan perusahaan itu.Bahkan jika dipikir, seorang Jerry Thompson yang sangat sederhana dengan peternakan kecilnya. Ternyata memiliki saham sebesar 50 persen, yang artinya ia memiliki uang yang sangat banyak. Ya...lagi-lagi fakta mencengangkan tentang keluarga Thompson.Kuputuskan untuk kembali menemui Janet dan memastikan t
Kalau saja aku tau akan pergi ke hutan sejak awal. Maka suadah pasti aku akan memakai sepatu boot. Bukan apa-apa, tumpukkan salju di hutan sangat tebal dan menyulitkan langkah kami.***Di tengah dinginnya udara dan tumpukkan salju. Kami berusaha untuk mencari dan menemukan sesuatu yang entah apa itu. Mungkin ini terlihat bodoh dan konyol. Tanpa tau apa yang kami cari, kami nekat menerobos hutan di saat salju sedang turun dengan lebat.Konyolnya lagi, bahkan sudah hampir satu jam kami mengitari hutan sekitar pabrik kayu. Tapi kami tidak juga menemukan sesuatu atau apapun yang terlihat mencurigakan. Dan yang sebenarnya, aku sangat khawatir dengan wanita tua keras kepala ini.Jelas-jelas sekarang ini dia sangat kedinginan. Tapi tetap saja ia menolak ketika kuminta untuk masuk dan menunggu di dalam mobil saja. Hampir putus asa dan aku bahkan berencana akan kembali dan melanjutkan pencarian esok hari. Aku benar-benar tidak sanggup lagi melihat Janet yang sebe
Karna terus memikirkan Janet, tanpa sadar ternyata kulajukan mobilku menuju rumah Gwen. Aku tidak mengerti kenapa aku bisa menuju pada Gwen? Entahlah. Mungkin saja, dengan bersamanya akan sedikit meredakan rasa sesak di hatiku.***Sebenarnya, setiap kali menyelesaikan kasus sering kali kuhabiskan waktu di rumah Gwen. Bukan karna karna ingin ditemani olehnya, tapi karna semua berkas-berkas yang kubutuhkan ada di sana. Tapi kali ini, sebenarnya aku bahkan tidak membutuhkan berkas apapun...Entahlah. Aku sama sekali tidak mengerti kenapa aku mulai menjadi emosional seperti ini. Bahkan ini adalah pertama kalinya perasaanku ikut bermain.Gwen nampak sedikit heran ketika melihat kedatanganku dengan wajah kusut dan sedikit galau. Tapi Gwen selalu tau apa yang kurasakan meski aku tidak mengatakan apapun padanya. Kusandarkan diriku pada sofa di ruang tamu dan berusaha untuk kembali menetralkan perasaanku.Tapi ternyata semua itu tidak mudah. Ekspresi histe